Bukan AS, Ini Negara Sumber Kejahatan Siber Terbesar di Dunia

Cyber Security
Sumber :
  • wiki

Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat membawa banyak manfaat bagi kehidupan modern. Namun, di sisi lain, kemajuan ini juga membuka celah bagi meningkatnya kejahatan siber. Mulai dari peretasan data, pencurian identitas, hingga serangan malware berskala besar, ancaman cybercrime kini menjadi isu global yang serius. Sejumlah laporan internasional pun mengungkap bahwa ada beberapa negara yang kerap disebut sebagai sumber utama aktivitas kejahatan siber di dunia.

Berdasarkan berbagai indeks global, termasuk World Cybercrime Index, terdapat tiga negara yang menempati posisi teratas dalam hal tingkat ancaman kejahatan siber. Ketiga negara ini memiliki karakteristik dan latar belakang berbeda, namun sama-sama berkontribusi besar terhadap lanskap ancaman digital global.

Rusia, misalnya, sering kali disebut sebagai negara dengan tingkat kejahatan siber tertinggi di dunia. Posisi ini bukan tanpa alasan. Menurut berbagai laporan keamanan internasional, Rusia berada di peringkat pertama sebagai negara asal cybercrime terbesar secara global. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aktivitas peretasan profesional, pengembangan malware canggih, serta keberadaan kelompok kriminal digital yang terorganisir dengan baik.

Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, Rusia juga kerap dikaitkan dengan serangan siber berskala besar yang menargetkan infrastruktur penting di berbagai negara. Kelompok peretas yang diduga memiliki afiliasi tertentu bahkan disebut mampu melancarkan serangan kompleks dengan dampak signifikan. Oleh karena itu, Rusia dipandang memiliki kapasitas teknis dan sumber daya manusia yang sangat kuat di bidang dunia maya, meskipun sering kali digunakan untuk tujuan ilegal.

Sementara itu, Ukraina menempati posisi kedua dalam daftar negara dengan tingkat cybercrime tertinggi. Negara ini masuk dalam kategori risiko tinggi berdasarkan indeks yang sama. Salah satu faktor utama yang mendorong tingginya aktivitas kejahatan siber dari Ukraina adalah kondisi geopolitik yang tidak stabil dalam beberapa tahun terakhir.

Konflik berkepanjangan telah menciptakan ruang digital yang rawan dimanfaatkan oleh aktor jahat. Akibatnya, aktivitas malware, phishing, dan serangan dunia maya lainnya mengalami peningkatan signifikan. Banyak pelaku memanfaatkan situasi tersebut untuk melancarkan kejahatan lintas negara, baik dengan motif ekonomi maupun politik. Meski demikian, penting dicatat bahwa tidak semua aktivitas siber dari Ukraina bersifat kriminal, karena negara ini juga memiliki komunitas teknologi yang berkembang pesat.

Di posisi ketiga, China muncul sebagai salah satu negara dengan tingkat ancaman cybercrime yang tinggi. Dalam World Cybercrime Index, China berada tepat di bawah Rusia dan Ukraina. Skala ancaman ini tidak terlepas dari besarnya jumlah pengguna internet serta infrastruktur digital yang sangat luas di negara tersebut.

China kerap dikaitkan dengan berbagai aktivitas peretasan dan pelanggaran data berskala besar. Selain itu, beberapa laporan keamanan siber juga menyebut negara ini sebagai salah satu sumber utama serangan Distributed Denial of Service atau DDoS yang menargetkan sistem di berbagai belahan dunia. Dengan sumber daya teknologi yang besar, potensi serangan siber dari China dinilai sangat signifikan, baik dari sisi jumlah maupun kompleksitas.

Meski begitu, penting untuk memahami konteks di balik data-data tersebut. Tidak semua aktivitas siber yang terdeteksi berasal langsung dari negara terkait sebagai kebijakan resmi. Dalam banyak kasus, kejahatan siber dilakukan oleh individu atau kelompok independen yang memanfaatkan kelemahan sistem global. Selain itu, perbedaan antara negara sumber kejahatan siber dan negara korban juga perlu diperjelas.

Sebagai contoh, Amerika Serikat sering disebut sebagai negara dengan jumlah korban cybercrime terbanyak. Namun, hal itu lebih disebabkan oleh tingginya penetrasi digital, jumlah pengguna internet yang besar, serta ketergantungan pada sistem online. Dengan kata lain, banyaknya kasus tidak selalu berarti negara tersebut adalah sumber utama kejahatan siber.

Melihat kondisi ini, ancaman cybercrime jelas menjadi tantangan global yang memerlukan kerja sama lintas negara. Upaya pencegahan tidak cukup hanya dilakukan secara nasional, melainkan harus melibatkan kolaborasi internasional, peningkatan literasi digital, serta penguatan sistem keamanan siber. Tanpa langkah konkret, kejahatan siber akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.