Teknik Canggih Israel Diduga Hancurkan Program Nuklir Iran

Spionase
Sumber :
  • lifeworks

Israel selama bertahun-tahun dituduh melakukan serangkaian operasi rahasia untuk menggagalkan ambisi nuklir Iran. Walaupun sebagian besar aksi ini tidak pernah diakui secara resmi, jejak-jejaknya telah menjadi perhatian global. Mulai dari serangan siber hingga operasi pembunuhan, metode yang digunakan tampak begitu sistematis dan terkoordinasi. Berikut ini adalah rangkuman berbagai dugaan cara rahasia Israel dalam menyabotase program nuklir Iran, berdasarkan laporan dari berbagai sumber internasional.

Serangan Siber: Stuxnet Mengubah Segalanya

Pada tahun 2010, dunia dikejutkan oleh penemuan malware canggih bernama Stuxnet. Perangkat lunak jahat ini dirancang secara spesifik untuk menyerang sistem kontrol industri Iran, terutama yang digunakan di fasilitas pengayaan uranium di Natanz. Cara kerjanya pun sangat cerdas: Stuxnet diam-diam mengubah kecepatan putar centrifuge — alat penting dalam pemurnian uranium — hingga akhirnya menyebabkan kerusakan internal.

Serangan ini tidak hanya melumpuhkan ratusan centrifuge, tetapi juga memperlambat program nuklir Iran secara signifikan. Menurut laporan, Stuxnet diduga merupakan hasil kerja sama antara dinas intelijen Israel (Mossad) dan lembaga keamanan nasional Amerika Serikat (NSA).

Ledakan Misterius di Fasilitas Strategis

Beberapa tahun terakhir, Iran mengalami serangkaian ledakan misterius di berbagai fasilitas militer dan nuklirnya. Salah satu yang paling disorot adalah insiden di Natanz pada Juli 2020. Ledakan tersebut merusak bagian penting fasilitas perakitan centrifuge, dan menimbulkan spekulasi kuat tentang sabotase yang terencana.

Beberapa media Israel seperti Haaretz dan The Times of Israel menyebutkan bahwa peledakan kemungkinan dilakukan melalui infiltrasi fisik atau pemasangan alat peledak oleh agen lokal yang direkrut Mossad.

Target Ilmuwan Nuklir: Serangan yang Terarah

Tidak hanya fasilitas, sejumlah ilmuwan nuklir Iran juga menjadi sasaran. Salah satu korban yang paling terkenal adalah Mohsen Fakhrizadeh, ilmuwan senior yang tewas pada tahun 2020. Fakhrizadeh diduga menjadi otak di balik program nuklir Iran.

Menurut pemerintah Iran, pembunuhan ini dilakukan menggunakan senapan otomatis canggih yang dikendalikan dari jarak jauh dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Israel kembali dituduh sebagai dalang utama serangan ini. Tujuannya jelas: mengganggu kepemimpinan teknis dan memperlambat kemajuan teknologi nuklir Iran.

Infiltrasi Lewat Agen Dalam Negeri

Selain menggunakan teknologi, Israel juga dituduh melakukan infiltrasi langsung ke dalam jaringan internal Iran. Mossad dikabarkan merekrut agen lokal, termasuk dari kalangan industri, militer, bahkan elemen Garda Revolusi Iran.

Para agen ini memiliki peran strategis seperti memberikan informasi real-time, memasang alat pengintai, hingga memfasilitasi pencurian data. Salah satu operasi terbesar terjadi pada 2018, ketika Mossad diklaim berhasil membawa keluar ribuan dokumen rahasia nuklir dari sebuah gudang di Teheran tanpa terdeteksi.

Perang Elektronik dan Gangguan Sinyal

Metode lainnya adalah penggunaan perang elektronik, termasuk teknik GPS spoofing yang memalsukan lokasi dan mengacaukan navigasi sistem militer. Selain itu, ada pula pemblokiran komunikasi antara pusat kendali dan instalasi nuklir.

Teknik seperti ini bisa menyebabkan kesalahan teknis yang tak terduga, bahkan menimbulkan sabotase dari dalam. Dalam banyak kasus, Iran kesulitan melacak sumber gangguan karena sifatnya yang sangat tersembunyi dan canggih.

Operasi Drone: Serangan dari Udara

Israel juga disebut-sebut memanfaatkan drone pengintai dan drone bersenjata dalam berbagai operasi. Drone ini digunakan untuk mengumpulkan informasi, melakukan pemetaan wilayah strategis, dan bahkan menyerang dari jarak jauh.

Contoh nyata terjadi pada awal 2023, ketika sebuah gudang senjata di Isfahan dihantam oleh drone kecil. Serangan tersebut sangat presisi dan menimbulkan kerusakan besar. Iran menduga drone tersebut dikendalikan oleh operator asing dari luar wilayah.

Serangan Psikologis dan Informasi

Selain kekuatan fisik, Israel juga diduga menjalankan operasi psikologis (psy-ops) untuk melemahkan moral dan stabilitas internal Iran. Caranya adalah dengan menyebarkan informasi strategis melalui media Barat, termasuk dokumen yang dibocorkan secara selektif.

Tak jarang pula muncul rumor tentang pengkhianat di kalangan pejabat tinggi Iran, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan paranoia internal. Efek jangka panjangnya, proyek nuklir menjadi lambat akibat perombakan struktur dan kehilangan rasa saling percaya antar elemen penting.

Upaya Sistematis yang Tidak Terlihat

Secara keseluruhan, dugaan sabotase terhadap program nuklir Iran menunjukkan bahwa Israel tidak hanya menggunakan satu cara, tetapi kombinasi dari serangan teknologi, infiltrasi, operasi fisik, hingga propaganda. Tujuan akhirnya adalah mencegah Iran memiliki kemampuan nuklir yang dianggap mengancam keamanan nasional Israel dan stabilitas kawasan.

Meskipun tidak semua aksi ini bisa dibuktikan secara terbuka, pola serangan selama lebih dari satu dekade terakhir memperlihatkan strategi jangka panjang yang terorganisir dengan sangat rapi.