Negara Arab Pendukung Israel? Inilah Daftar Negara yang Mulai Mendekat
- lifeworks
Hubungan negara-negara Arab dengan Israel selama puluhan tahun selalu dipenuhi ketegangan, konflik, dan penolakan diplomatik. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, arah angin politik di Timur Tengah mulai berubah. Sejumlah negara Arab menunjukkan sikap yang lebih terbuka, bahkan menjalin kemitraan strategis dengan Israel. Hal ini makin terlihat setelah penandatanganan Abraham Accords pada 2020, yang menjadi titik balik penting dalam peta hubungan diplomatik di kawasan.
Walau sejarah panjang konflik Palestina-Israel masih membekas, dinamika geopolitik modern termasuk persaingan dengan Iran, tekanan ekonomi, dan perkembangan teknologi telah mendorong beberapa negara Arab untuk mengambil pendekatan yang lebih realistis.
Uni Emirat Arab: Pembuka Jalan Normalisasi
Salah satu negara Arab pertama yang secara terbuka menjalin hubungan resmi dengan Israel adalah Uni Emirat Arab (UEA). Melalui Abraham Accords yang ditandatangani pada 2020, UEA menjadi pelopor normalisasi di wilayah Teluk. Tak hanya simbolis, kerja sama antara kedua negara berkembang pesat.
Kedutaan besar telah dibuka di masing-masing negara. Selain itu, kerja sama terjadi di berbagai sektor seperti teknologi, perdagangan, pertahanan, hingga pariwisata. Bahkan, UEA kini tercatat sebagai mitra dagang terbesar Israel di Teluk.
Meski tetap menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, pendekatan UEA kini lebih pragmatis. Kepentingan ekonomi dan stabilitas kawasan menjadi prioritas utama, terutama dalam menghadapi ancaman regional seperti Iran.
Bahrain: Menyusul Jejak Tetangga
Setelah UEA, Bahrain turut serta dalam penandatanganan Abraham Accords. Negara kecil ini secara resmi membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Meskipun skala kerja samanya tidak sebesar UEA, Bahrain menunjukkan minat dalam kolaborasi ekonomi dan keamanan.
Kedekatan ini juga dipicu oleh kekhawatiran bersama terhadap pengaruh Iran di kawasan. Bahrain yang memiliki komunitas Syiah cukup besar cenderung mendekat ke negara-negara yang sejalan dalam membendung pengaruh Teheran.
Maroko: Diplomasi Imbal Balik
Tidak berada di kawasan Teluk tidak membuat Maroko absen dari gelombang normalisasi. Pada akhir 2020, Maroko menyepakati hubungan diplomatik dengan Israel. Sebagai imbalannya, Amerika Serikat mengakui klaim Maroko atas Sahara Barat—wilayah yang selama ini menjadi sengketa.
Hubungan antara kedua negara pun tumbuh dengan cepat. Selain pertukaran kedutaan, sektor pariwisata dan perdagangan mengalami peningkatan signifikan. Maroko juga dikenal memiliki komunitas Yahudi terbesar di antara negara-negara Arab lainnya, yang memperkuat ikatan budaya dan sejarah dengan Israel.
Mesir: Pemain Lama dengan Peran Stabil
Jauh sebelum Abraham Accords, Mesir telah menjalin perdamaian dengan Israel sejak 1979, menjadikannya negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Tel Aviv. Walau hubungan masyarakat kedua negara tetap dingin, kerja sama pemerintah berlangsung intens, terutama di sektor keamanan.
Mesir memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas di wilayah perbatasan Gaza dan Sinai. Selain itu, Mesir kerap menjadi mediator dalam konflik antara Israel dan Hamas. Tak ketinggalan, perdagangan gas antara kedua negara juga terus berkembang.
Yordania: Diplomasi di Tengah Penolakan Warga
Sama halnya dengan Mesir, Yordania telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel sejak 1994. Namun, tantangan terbesar datang dari dalam negeri. Mayoritas warga Yordania masih menolak hubungan dengan Israel, mengingat besarnya populasi Palestina di negara tersebut.
Meskipun demikian, pemerintah Yordania tetap mempertahankan kerja sama di bidang diplomatik dan keamanan. Yordania juga memiliki tanggung jawab penting dalam mengelola situs-situs suci di Yerusalem Timur, yang menjadi isu sensitif dalam konflik Palestina-Israel.
Tak hanya itu, kedua negara terlibat dalam proyek lintas batas terkait air dan energi, terutama di tengah krisis iklim dan keterbatasan sumber daya alam.
Arab Saudi: Penonton yang Berperan di Balik Layar?
Di antara semua negara besar di kawasan, Arab Saudi menjadi yang paling menarik perhatian. Meskipun belum secara resmi membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sejumlah sinyal menunjukkan adanya komunikasi diam-diam antara kedua negara.
Sebagai contoh, Arab Saudi mengizinkan penerbangan Israel untuk melintasi wilayah udaranya. Selain itu, hubungan strategis dalam menghadapi Iran menjadi faktor pemersatu yang kuat. Walaupun pembicaraan normalisasi penuh sempat dikabarkan berlangsung, ketegangan yang terus terjadi di Gaza membuat Saudi tetap berhati-hati.
Isu Palestina masih menjadi kendala besar, terutama bagi Arab Saudi yang memposisikan diri sebagai penjaga dua kota suci umat Islam dan pemimpin dunia Muslim.
Kepentingan yang Menggeser Ideologi
Perubahan sikap sejumlah negara Arab terhadap Israel tidak semata-mata lahir dari perubahan nilai atau ideologi. Sebaliknya, faktor kepentingan strategis dan ekonomi lebih dominan. Ancaman Iran, kebutuhan investasi asing, dan dorongan modernisasi menjadi pendorong utama dibukanya jalur diplomatik.
Namun, tidak bisa diabaikan bahwa dukungan terhadap Palestina masih menjadi batas moral yang sulit dilampaui secara penuh. Oleh karena itu, sebagian hubungan ini tetap berjalan setengah terbuka dan sangat bergantung pada dinamika konflik di lapangan.
Gelombang baru diplomasi Arab-Israel menunjukkan bahwa Timur Tengah sedang bergerak menuju fase yang lebih kompleks. Negara-negara Arab kini tidak lagi bersatu dalam penolakan terhadap Israel. Sebaliknya, mereka memilih jalur masing-masing berdasarkan kalkulasi politik dan ekonomi.
Meski masih jauh dari perdamaian komprehensif, perkembangan ini membuka peluang baru untuk membangun stabilitas regional. Namun, selama isu Palestina belum terselesaikan secara adil, relasi ini akan terus dibayangi oleh kerentanan dan kontroversi.