Purbaya vs Sri Mulyani: Mana yang Lebih Cocok untuk Ekonomi Indonesia?

Purbaya Yudhi Sadewa Resmi Gantikan Sri Mulyani
Sumber :
  • lifehack

Pergantian Menteri Keuangan di Indonesia selalu menjadi perhatian besar, apalagi jika menyangkut dua nama yang sama-sama berpengaruh. Pada 8 September 2025, Purbaya Yudhi Sadewa resmi ditunjuk sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati. Perubahan ini memunculkan banyak pertanyaan, terutama mengenai perbedaan gaya kepemimpinan keduanya serta kelebihan yang dibawa masing-masing.

Latar Belakang Kedua Tokoh

Purbaya Yudhi Sadewa bukan nama asing di dunia keuangan. Sebelum duduk di kursi Menteri Keuangan, ia menjabat sebagai Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 2020. Pengalaman ini membuatnya akrab dengan dinamika stabilitas keuangan nasional, terutama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan. Selain itu, ia pernah memimpin Danareksa Securities, sebuah perusahaan sekuritas yang cukup berpengaruh. Dari sisi akademis, Purbaya mengantongi gelar master dan doktor di bidang ekonomi dari Purdue University, Amerika Serikat.

Berbeda dengan Purbaya yang relatif baru di pemerintahan, Sri Mulyani Indrawati adalah sosok yang telah malang melintang di level nasional maupun internasional. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lalu kembali dipercaya Presiden Joko Widodo, dan terakhir dilanjutkan oleh Presiden Prabowo sebelum akhirnya digantikan. Selain itu, Sri Mulyani sempat menduduki posisi prestisius sebagai Managing Director di Bank Dunia, yang membuatnya memiliki jaringan global serta pengakuan internasional.

Kelebihan Purbaya Yudhi Sadewa

Salah satu visi besar Purbaya adalah mengejar pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun. Menurutnya, target ini bukan hal mustahil jika pemerintah dan sektor swasta bisa bergerak bersama. Dengan pendekatan ini, Purbaya dianggap lebih progresif dan berani mengambil langkah percepatan.

Selain itu, banyak analis melihat Purbaya lebih responsif terhadap arah kebijakan Presiden. Artinya, ia dinilai mampu menyesuaikan strategi fiskal dengan visi besar kepala negara, yang saat ini menekankan percepatan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi. Fleksibilitas inilah yang membedakan gaya Purbaya dengan pendahulunya.

Pengalaman memimpin LPS juga menjadi nilai tambah. Di lembaga tersebut, Purbaya terbiasa menghadapi risiko sistemik dan menjaga stabilitas perbankan. Dalam kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, keahlian seperti ini bisa menjadi modal penting untuk menjaga kepercayaan pasar domestik.

Kelebihan Sri Mulyani Indrawati

Meski sudah tidak lagi menjabat, kelebihan Sri Mulyani sulit diabaikan. Ia dikenal sebagai reformis fiskal yang sukses. Program Tax Amnesty yang diluncurkannya berhasil meningkatkan penerimaan negara, sementara langkah menerbitkan green bonds menjadikan Indonesia pelopor di Asia. Berkat kebijakan disiplin fiskal, defisit anggaran juga bisa ditekan pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir.

Tidak hanya itu, Sri Mulyani mendapat pengakuan internasional berkat kepiawaiannya mengelola krisis. Saat pandemi COVID-19, ia menyalurkan stimulus yang tepat sasaran, menerbitkan obligasi global berjangka 50 tahun, serta mampu menurunkan defisit kembali di bawah 3 persen hanya dalam dua tahun pasca-pandemi. Prestasi ini menjadi catatan emas dalam sejarah pengelolaan keuangan negara.

Penghargaan internasional pun mengalir deras. Sri Mulyani berkali-kali dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik di Asia-Pasifik. Ia juga menerima gelar Honoris Causa dari Australian National University, yang semakin mengukuhkan kredibilitas akademis dan reputasinya di dunia global.

Selain reformasi fiskal dan pengelolaan krisis, Sri Mulyani juga dikenal sangat disiplin menjaga stabilitas makro. Ia berhasil menjaga rupiah tetap stabil di tengah guncangan ekonomi dunia, sekaligus mengembalikan defisit ke posisi aman.

Perbedaan Pendekatan

Jika disandingkan, gaya keduanya terlihat sangat berbeda. Purbaya lebih menekankan pada pertumbuhan cepat dengan kebijakan yang cenderung ekspansif. Ia berusaha menghadirkan semangat baru dengan mengedepankan optimisme dan inovasi. Sebaliknya, Sri Mulyani terkenal sangat hati-hati, konsisten, dan berorientasi pada stabilitas jangka panjang.

Dari sisi pengalaman, Purbaya membawa rekam jejak di sektor keuangan domestik, khususnya di LPS dan pasar modal. Sementara itu, Sri Mulyani memiliki pengalaman lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional, terutama lewat kiprahnya di Bank Dunia.

Dari aspek kredibilitas, Sri Mulyani jelas sudah teruji di mata publik dan komunitas global. Purbaya masih harus membangun rekam jejaknya, meski ia datang dengan semangat baru dan tekad untuk lebih adaptif terhadap kebijakan Presiden.

Pergantian dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa menandai perbedaan gaya pengelolaan fiskal di Indonesia. Purbaya membawa optimisme, fleksibilitas, serta orientasi pertumbuhan cepat. Pengalamannya di LPS memberi bekal penting untuk menghadapi risiko sistemik. Namun, ia tetap perlu membuktikan dirinya di panggung internasional agar mendapatkan kredibilitas yang sama seperti pendahulunya.

Sementara itu, Sri Mulyani meninggalkan warisan yang kuat berupa disiplin fiskal, reformasi perpajakan, serta pengelolaan krisis yang terbukti efektif. Reputasi globalnya juga menjadi tolok ukur tinggi bagi penerusnya.

Secara ringkas, kelebihan Purbaya terletak pada semangat pertumbuhan agresif, kemampuan beradaptasi dengan arah kebijakan Presiden, serta pengalaman dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sementara kelebihan Sri Mulyani ada pada kredibilitas global, kemampuan reformasi fiskal, kepemimpinan dalam menghadapi krisis, dan konsistensi menjaga stabilitas makro.

Dengan gaya yang berbeda, keduanya tetap memiliki kontribusi penting bagi perjalanan ekonomi Indonesia. Kini, publik menunggu sejauh mana Purbaya mampu mewujudkan target-target ambisiusnya, sambil tetap menjaga warisan stabilitas yang telah ditanamkan oleh Sri Mulyani.