Deja Vu Erick Thohir: Patrick Kluivert Terancam Ikuti Jejak Pelatih Belanda yang Dipecat Usai Gagal

Erick Thohir
Sumber :
  • Inter Milan Official

GadgetErick Thohir tampaknya kembali mengalami deja vu dengan pelatih asal Belanda. Setelah kisah pahit bersama Frank de Boer di Inter Milan, kini Patrick Kluivert menghadirkan bayangan serupa usai Timnas Indonesia dipastikan gagal melaju ke putaran final Piala Dunia 2026.

Kegagalan ini menjadi pukulan telak bagi publik sepak bola nasional. Tim Garuda kalah tipis 0-1 dari Irak di laga kualifikasi terakhir, melengkapi hasil buruk sebelumnya saat tumbang 2-3 dari Arab Saudi. Dua kekalahan beruntun membuat langkah Indonesia terhenti di putaran keempat.

Para suporter yang sempat menaruh harapan besar pada Kluivert pun mulai mempertanyakan arah tim. Sosok pelatih asal Belanda ini dianggap belum mampu menampilkan perubahan signifikan, meski membawa semangat baru setelah pergantian dari Shin Tae-yong pada awal tahun.

Padahal, kontrak Patrick Kluivert bersama PSSI masih berjalan hingga 2027, sama seperti kontrak Shin Tae-yong sebelumnya. Namun, desakan agar sang pelatih mundur mulai terdengar lantang di media sosial dan forum-forum penggemar sepak bola nasional.


Bayangan Masa Lalu di Inter Milan Kembali Terulang

Bagi Erick Thohir, situasi ini mengingatkan pada masa kelam ketika dirinya menjadi Presiden Inter Milan pada 2016. Kala itu, klub berjuluk Nerazzurri gagal menembus Liga Champions setelah finis di posisi keempat Serie A musim 2015–2016, meski sempat tampil konsisten di paruh pertama musim.

Erick Thohir kemudian memutuskan berpisah dengan Roberto Mancini dan menunjuk pelatih asal Belanda, Frank de Boer. De Boer datang dengan reputasi bagus setelah sukses bersama Ajax Amsterdam, dan dikontrak tiga tahun oleh Inter. Namun, kariernya di Italia berumur sangat pendek.

Laga debut De Boer berakhir tragis dengan kekalahan 0-2 dari Chievo Verona. Ia kemudian mencoba sistem tiga bek tengah—formasi yang tidak familiar bagi para pemain Inter kala itu. Meski sempat mencatat kemenangan atas Juventus yang sempat memunculkan optimisme, performa tim kembali anjlok di pertandingan-pertandingan berikutnya.

Inter kalah dari AS Roma, Cagliari, dan Atalanta, serta tampil buruk di Liga Europa. Mereka bahkan tersingkir dari fase grup setelah hanya mampu menduduki posisi terakhir, kalah dari Sparta Praha dan Hapoel Beer Sheva.

Puncaknya, setelah hanya menjabat selama 85 hari dan mencatat empat kekalahan dari lima laga terakhir di Serie A, Frank de Boer resmi dipecat pada 1 November 2016. Inter kemudian menunjuk Stefano Pioli sebagai penggantinya.


Kini, di bawah kepemimpinan Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI, pelatih asal Belanda kembali menjadi sorotan. Patrick Kluivert datang dengan harapan besar membawa Timnas Indonesia ke level yang lebih tinggi, termasuk peluang tampil di Piala Dunia 2026. Namun, hasil di lapangan berkata lain.

Kluivert, yang pernah menangani tim muda Barcelona dan menjadi asisten di berbagai klub Eropa, kini menghadapi tekanan luar biasa. Publik menuntut perubahan setelah dua hasil negatif di putaran keempat kualifikasi. Gaya bermain Timnas Indonesia di bawah arahannya juga dinilai belum stabil, dengan pertahanan yang mudah ditembus dan serangan yang kurang efektif.

Sementara itu, suara publik mulai terbelah. Sebagian menganggap Kluivert layak diberi waktu membangun tim, terutama karena mayoritas pemain baru beradaptasi dengan sistemnya. Namun, sebagian besar menilai kegagalan di fase ini tidak bisa ditoleransi, mengingat target besar yang dicanangkan PSSI sejak awal tahun.


Erick Thohir kini berada di persimpangan sulit—antara mempertahankan Kluivert untuk jangka panjang atau mengulang langkah seperti yang ia lakukan di Inter Milan. Tekanan dari publik dan ekspektasi tinggi terhadap Timnas Indonesia membuat keputusan ini akan sangat menentukan arah tim ke depan.

Pelatih asal Belanda itu mungkin saja mengikuti jejak Frank de Boer jika evaluasi PSSI mengarah pada pergantian. Namun, jika Erick Thohir memilih mempertahankannya, ini bisa menjadi ujian kesabaran dan kepercayaan terhadap proses pembangunan jangka panjang.

Satu hal yang pasti, kegagalan ke Piala Dunia 2026 menjadi cermin bahwa pembenahan besar masih dibutuhkan, baik dari sisi teknis, strategi, maupun struktur pembinaan pemain. Sejarah mungkin berulang, namun hasil akhirnya masih bisa berbeda—tergantung langkah yang diambil Erick Thohir dan PSSI dalam waktu dekat.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget