Setelah Viral diSidak Dedi Mulyadi, Aqua Rilis 5 Poin Penting yang Belum Diketahui Publik

Aqua
Sumber :
  • Aqua

Gadget – Kontroversi seputar sumber air yang digunakan oleh perusahaan air minum dalam kemasan Danone-Aqua kembali mencuat setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak ke pabrik Aqua di Subang pada Rabu, 22 Oktober 2025. Dalam video yang viral di media sosial, Dedi mempertanyakan klaim perusahaan bahwa air Aqua berasal dari “sumber pegunungan”, setelah mengetahui bahwa air diambil melalui sumur bor.

Respons publik pun terbelah. Sebagian khawatir perusahaan menguras air tanah hingga merugikan warga sekitar. Namun, Aqua segera merilis klarifikasi resmi yang menekankan bahwa air yang digunakan bukan berasal dari sumur bor dangkal, melainkan dari akuifer dalam yang terlindungi secara geologis.

Artikel ini menyajikan poin-poin sanggahan lengkap dari Aqua, didukung data ilmiah, regulasi pemerintah, dan komitmen lingkungan—serta konteks sosial di balik polemik yang sedang ramai diperbincangkan.

Apa yang Sebenarnya Terjadi dalam Sidak Dedi Mulyadi?

Dalam rekaman yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Dedi Mulyadi terlihat berdialog langsung dengan perwakilan PT Tirta Investama (anak usaha Danone-Aqua) di pabrik Subang. Saat menanyakan asal air, pihak perusahaan menjelaskan bahwa air diambil dari bawah tanah melalui proses pengeboran.

“Airnya dari bawah tanah, bukan air permukaan,” kata perwakilan perusahaan.
“Oh, jadi di bor?” tanya Dedi.
“Iya, di bor, Pak,” jawab mereka.

Momen ini memicu kekhawatiran publik: apakah Aqua mengambil air tanah warga? Apakah praktik ini berisiko menyebabkan longsor atau kekeringan? Bahkan, sejumlah warga sekitar mengaku tidak pernah mendapat manfaat dari keberadaan pabrik raksasa tersebut.

Namun, Aqua menegaskan bahwa istilah “sumur bor” tidak serta-merta berarti eksploitasi air tanah dangkal. Perusahaan mengklarifikasi bahwa sumber air mereka jauh lebih kompleks dan ilmiah dari yang dibayangkan.

Sumber Air Aqua: Bukan dari Sumur Bor Biasa, Tapi Akuifer Dalam yang Terlindungi

Salah satu poin utama dalam klarifikasi Aqua adalah penjelasan teknis tentang asal air yang digunakan. Perusahaan menegaskan:

  • Air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan di seluruh Indonesia, termasuk di Subang.
  • Setiap lokasi sumber air dipilih melalui 9 kriteria ilmiah dan 5 tahap evaluasi, dengan proses penelitian minimal 12 bulan.
  • Tim multidisiplin—terdiri dari ahli geologi, hidrogeologi, geofisika, dan mikrobiologi—memastikan kualitas dan keberlanjutan sumber.

Yang paling penting: air diambil dari lapisan akuifer dalam pada kedalaman 60–140 meter, bukan dari lapisan tanah dangkal yang digunakan masyarakat untuk sumur rumah tangga.

Menurut Aqua, lapisan akuifer ini dilindungi oleh batuan kedap air (impermeable layer) yang mencegah kontaminasi dari permukaan. Artinya, tidak ada interaksi hidrologis antara sumber air Aqua dan sumber air warga.

Klaim ini didukung oleh kajian independen dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad), yang menyimpulkan bahwa pengambilan air oleh Aqua tidak mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat sekitar.

Produksi Tanpa Sentuhan Tangan: Standar Keamanan Internasional

Selain soal sumber, Aqua juga menekankan proses produksi yang ketat dan higienis:

  • Seluruh alur produksi otomatis 100%, tanpa sentuhan tangan manusia.
  • Air dialirkan melalui pipa stainless steel food-grade yang memenuhi standar keamanan pangan global.
  • Setiap batch diuji terhadap lebih dari 400 parameter—fisika, kimia, dan mikrobiologi.
  • Produk telah memenuhi standar BPOM, SNI, dan ISO 22000.

Perusahaan menegaskan bahwa kualitas air tidak hanya aman, tetapi juga konsisten secara mineral dan rasa, berkat kontrol ketat sejak sumber hingga kemasan.

Izin Resmi dan Transparansi Regulasi: Semua Dilaporkan ke Pemerintah

Menanggapi tuduhan bahwa perusahaan beroperasi tanpa pengawasan, Aqua menegaskan komitmennya terhadap kepatuhan hukum:

  • Memiliki Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA) yang berlaku dan diperbarui secara berkala untuk setiap titik sumber.
  • Volume pengambilan air dilaporkan bulanan dan diaudit oleh Badan Geologi Kementerian ESDM.
  • Tidak ada manipulasi data, karena sistem pelaporan terintegrasi dengan instansi pemerintah.
  • Membayar pajak air bawah tanah dan retribusi lingkungan sesuai ketentuan daerah.

Faktanya, Kementerian ESDM sendiri telah mengumumkan akan mengevaluasi ulang seluruh izin pengambilan air tanah di Indonesia, termasuk milik Aqua—sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik.

Komitmen Lingkungan: Aqua Klaim Kembalikan Lebih Banyak Air daripada yang Diambil

Salah satu isu paling sensitif dalam polemik ini adalah dampak ekologis. Dedi Mulyadi bahkan mempertanyakan apakah pengeboran bisa memicu longsor atau pergeseran tanah.

Menjawab kekhawatiran itu, Aqua merujuk pada studi bersama UGM yang menyatakan:

“Pengambilan air dilakukan di bawah ambang batas aman dan tidak menyebabkan instabilitas tanah.” 

Lebih jauh, perusahaan menegaskan komitmennya terhadap water stewardship melalui program “Water Replenishment”:

  • Sejak 2016, Aqua telah mengembalikan 115% air yang diambil ke alam dan masyarakat.
  • Program berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menanam lebih dari 2,5 juta pohon secara nasional.
  • Membangun 2.300+ sumur resapan dan 12.000 rorak (lubang resapan) untuk meningkatkan imbuhan air tanah.
  • Melibatkan petani, komunitas lokal, dan LSM dalam pengelolaan ekosistem air.

Respons terhadap Keluhan Warga: Dialog, Bukan Konfrontasi

Salah satu momen paling menyentuh dalam video Dedi Mulyadi adalah saat warga Subang secara kompak mengatakan tidak pernah mendapat manfaat dari keberadaan pabrik Aqua.

Menanggapi hal ini, Aqua tidak membantah, tetapi menjelaskan bahwa perusahaan telah menjalankan program pemberdayaan masyarakat, termasuk:

  • Pelatihan pertanian berkelanjutan
  • Bantuan infrastruktur air bersih
  • Program sanitasi dan edukasi lingkungan

Namun, Aqua mengakui perlunya evaluasi dan perbaikan komunikasi dengan masyarakat lokal. Perusahaan menyatakan kesiapannya untuk memperkuat kemitraan dengan pemerintah daerah dan warga guna memastikan manfaat ekonomi dan sosial benar-benar dirasakan.

Konteks Lebih Luas: Antara Bisnis, Regulasi, dan Hak Atas Air

Polemik Aqua bukan hanya soal satu pabrik—melainkan cerminan dari tensi global antara hak korporasi atas sumber daya alam dan hak masyarakat atas air bersih.

Di Indonesia, air tanah dalam termasuk sumber daya strategis negara yang pengelolaannya diatur ketat. Namun, implementasi di lapangan seringkali menimbulkan kecurigaan, terutama ketika perusahaan multinasional terlibat.

DPR RI bahkan menyatakan ada potensi pelanggaran HAM jika pengambilan air mengganggu akses warga. Ini menunjukkan bahwa isu Aqua bukan sekadar teknis, tapi juga politik, hukum, dan etika.

Kesimpulan: Transparansi Harus Ditingkatkan, Tapi Tuduhan Perlu Data

Aqua telah memberikan penjelasan ilmiah, regulasi, dan lingkungan yang komprehensif. Namun, kepercayaan publik tidak hanya dibangun dari data—tapi juga dari keterbukaan, empati, dan keadilan sosial.

Di sisi lain, kritik seperti yang disampaikan Dedi Mulyadi penting untuk mendorong akuntabilitas korporasi. Yang dibutuhkan bukan konfrontasi, tapi kolaborasi berbasis data dan dialog inklusif.

Masyarakat berhak tahu dari mana air minum mereka berasal. Dan perusahaan, sebesar apa pun, wajib membuktikan bahwa operasinya tidak merugikan lingkungan maupun manusia.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget