Kalah 1-3 dari Zambia, Timnas U-17 Dicemooh: Indonesia Terlalu Berharap di Level Dunia?

Kalah 1-3 dari Zambia, Timnas U-17 Dicemooh: Indonesia Terlalu Berharap di Level Dunia?
Sumber :
  • Instagram/@timnasindonesia

Gadget – Debut Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia U-17 2025 berakhir pahit. Dalam laga perdana Grup H yang berlangsung di Lapangan 7 Aspire Zone, Al Rayyan, Qatar, Selasa malam (4/11/2025) WIB, Garuda Asia harus mengakui keunggulan Zambia dengan skor 1-3. Kekalahan ini bukan hanya mengecewakan publik tanah air, tetapi juga memicu reaksi keras dari warga ASEAN—mulai dari dukungan hangat hingga sindiran menohok yang menyentuh harga diri sepak bola Indonesia.

Meski sempat unggul lebih dulu lewat gol Zahaby Gholy di menit ke-12, Timnas Indonesia gagal mempertahankan momentum. Zambia tampil ganas di akhir babak pertama dengan tiga gol beruntun dari Abel Nyirongo (dua gol) dan Lukonde Mwale, memaksa pelatih Nova Arianto melakukan perubahan strategi di babak kedua. Namun, segala upaya—termasuk peluang emas yang membentur tiang gawang di menit akhir—tak mampu mengubah hasil.

Yang lebih menohok bukan hanya kekalahan di lapangan, tapi respons pedas dari netizen Asia Tenggara yang melihat laga ini sebagai cerminan kualitas sepak bola Indonesia di kancah global.

Jalannya Pertandingan: Dari Harapan ke Kekecewaan

Pertandingan dimulai dengan intensitas tinggi. Bahkan di detik pertama, Zambia nyaris mencetak gol lewat sontekan Mapalo Simute—namun dianulir karena offside. Indonesia membalas dengan tembakan Lucas Lee di menit ke-4 yang masih bisa ditepis kiper Christo Chitambala.

Gol yang ditunggu-tunggu akhirnya datang di menit ke-12. Aksi Fadly Alberto di sisi kanan diakhiri umpan tarik Evandra Florasta, dan Zahaby Gholy dengan tenang menyelesaikannya menjadi 1-0.

Namun, euforia tak bertahan lama. Zambia perlahan menguasai tempo. Di menit ke-35, Abel Nyirongo menyamakan kedudukan. Dua menit berselang, ia mencetak gol spektakuler dari luar kotak penalti. Di menit ke-41, Lukonde Mwale menutup babak pertama dengan skor 3-1 untuk Zambia.

Babak kedua, Nova Arianto memasukkan Dimas Adi dan Muhammad Algazani untuk menyegarkan lini depan. Beberapa peluang emas muncul—termasuk penalti yang dibatalkan wasit setelah VAR menunjukkan Evandra melakukan diving. Di menit akhir, tembakan Rafi Rasyiq membentur tiang, menutup harapan balik skor.

Sindiran Menohok dari Warga ASEAN: "Jarak Kita Masih Jauh"

Kekalahan ini memicu gelombang komentar di media sosial dari berbagai negara ASEAN. Meski sebagian memberi semangat, banyak yang justru menyindir dengan nada sinis.

Vietnam: "Hanya Pengalaman Anak-Anak"
Salah satu komentar paling viral datang dari akun Facebook Le Xuan Son asal Vietnam:

“Piala Dunia U20 Vietnam 2017. U17 hanyalah permainan anak-anak. Seluruh dunia melihatnya sebagai pengalaman untuk anak-anak, tapi Indonesia melihatnya sebagai sumber kebanggaan.” 

Pernyataan ini menyiratkan bahwa Indonesia terlalu berharap pada turnamen junior, sementara negara lain—termasuk Vietnam yang pernah tampil di Piala Dunia U-20—memandangnya sebagai ajang pembelajaran, bukan arena untuk mengejar prestise.

Akun lain, Minh Thái, menulis dengan nada lebih analitis tapi tetap menyakitkan:

“Indonesia bermain keras, namun jarak antara sepak bola Asia Tenggara dan wilayah lain di dunia masih terlalu jauh.” 

Malaysia & Thailand: Diam, Tapi Sindirannya Terasa

Di forum sepak bola Malaysia dan Thailand, banyak pengguna menyoroti kurangnya kedalaman taktik dan reaksi lambat pertahanan Indonesia. Salah satu pengguna Twitter dari Kuala Lumpur menulis:

“Indonesia punya semangat, tapi Zambia menghancurkan mereka dengan kecepatan dan presisi. Ini bukan soal usia—ini soal sistem pembinaan.” 

Dukungan Tak Terduga dari Penggemar Asia Tenggara

Tak semua reaksi negatif. Beberapa warganet ASEAN justru memberikan apresiasi.

Akun Mika Archive dari Indonesia menulis:

“Debut pertama tidak masalah, pengalaman berharga dan menambah jam terbang di kompetisi kelas tinggi. Selanjutnya berikan yang terbaik dan tidak memikirkan target apa pun.” 

Sementara itu, penggemar sepak bola Filipina di Reddit mengatakan:

“Timnas U-17 Indonesia berani menyerang. Mereka kalah, tapi tidak menyerah. Itu lebih baik daripada tim yang main defensif tanpa nyali.” 

Dukungan ini menunjukkan bahwa bukan hanya rivalitas yang hidup di ASEAN, tapi juga rasa empati antar penggemar sepak bola yang memahami betapa sulitnya bersaing di level dunia.

Analisis: Mengapa Indonesia Gagal Mengimbangi Zambia?

Zambia bukan tim sembarangan. Mereka juara Piala Afrika U-17 2025 dan dikenal dengan fisik kuat, kecepatan eksplosif, dan transisi cepat. Sementara Indonesia, meski tampil percaya diri, terlihat kurang siap menghadapi tekanan intensif.

Beberapa kelemahan terlihat jelas:

  • Pertahanan rapuh di akhir babak pertama – tiga gol dalam 6 menit menunjukkan kehilangan fokus kolektif.
  • Kurang variasi serangan – terlalu mengandalkan sayap kanan.
  • Minim solusi saat tertekan – tidak ada pemain yang mampu mengontrol tempo saat Zambia mendominasi.

Pelatih Nova Arianto memang melakukan pergantian di babak kedua, tetapi perubahan taktik datang terlambat. Zambia sudah nyaman dengan keunggulan dua gol dan beralih ke mode bertahan dengan serangan balik.

Peluang Lolos Masih Terbuka, Tapi Harus Menang di Laga Berikutnya
Dengan hasil ini, Indonesia berada di dasar klasemen sementara Grup H. Namun, peluang lolos masih terbuka asalkan:

  • Menang atas tim yang dianggap lebih lemah di laga kedua
  • Memaksimalkan selisih gol
  • Belajar dari kesalahan defensif

Lawan berikutnya akan menjadi ujian sejati: apakah skuad muda ini mampu bangkit dari kekecewaan, atau justru terpuruk oleh tekanan dan sindiran?

Pelajaran Lebih Besar: Indonesia Harus Realistis di Level Dunia

Kekalahan dari Zambia seharusnya menjadi cermin bagi PSSI dan pemangku kepentingan sepak bola Indonesia.

Kita boleh bangga bisa tampil di Piala Dunia U-17—tapi kebanggaan harus diimbangi dengan realisme. Sepak bola dunia bergerak cepat. Tim-tim Afrika dan Amerika Latin kini memiliki akademi berstandar Eropa, sementara Indonesia masih bergantung pada turnamen antar-SMP dan kurangnya infrastruktur pembinaan jangka panjang.

Seperti kata netizen Vietnam: "Ini bukan ajang untuk membuktikan harga diri—ini laboratorium untuk masa depan."

Kesimpulan: Kekalahan Pahit, tapi Bukan Akhir Segalanya

Ya, Timnas Indonesia U-17 kalah. Ya, sindiran warga ASEAN menyakitkan. Tapi debut di Piala Dunia tetap prestasi langka yang hanya diraih sedikit negara di Asia Tenggara.

Yang terpenting sekarang bukan membela harga diri, tapi mengevaluasi, belajar, dan bangkit. Karena di dunia sepak bola, kekalahan hari ini adalah fondasi kemenangan di masa depan—asalkan kita mau rendah hati mengakui kekurangan.

Untuk Nova Arianto dan para pemain muda: jangan biarkan cemoohan mengubur semangat. Dunia menghargai mereka yang jatuh, lalu berdiri lagi—bukan yang tak pernah kalah, tapi yang tak pernah berani mencoba.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget