Maxride Tak Boleh Beroperasi Lagi, Pemkot Yogya Pilih Andong dan Becak Listrik
- maxride
Gadget – Pemerintah Kota Yogyakarta resmi memberlakukan larangan operasional terhadap seluruh kendaraan roda tiga, termasuk layanan transportasi berbasis aplikasi seperti Maxride, di sejumlah ruas jalan strategis. Kebijakan ini bukan sekadar soal ketertiban lalu lintas melainkan bagian dari komitmen kuat untuk melestarikan identitas budaya kota melalui transportasi tradisional seperti andong dan becak.
Langkah tegas ini diambil menyusul arahan resmi dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor B/500.11.25.1/3869/09 tertanggal 29 September 2025. Pemkot Yogyakarta menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Edaran Walikota Nomor 100.3.4/3744/Tahun 2025, yang secara efektif melarang operasional kendaraan roda tiga yang tidak sesuai dengan karakter budaya dan standar teknis angkutan umum.
Walikota Yogyakarta, dr. Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa keputusan ini merupakan hasil konsultasi mendalam dengan Gubernur DIY.
“Kami sudah konsultasi dengan Pak Gubernur. Dan Pak Gubernur sudah menjawab dalam bentuk surat dan memberikan arahan secara tertulis. Kemudian, kita membuat surat edaran itu,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Namun, larangan ini bukan berarti menghapus seluruh bentuk transportasi roda tiga. Justru, Pemkot Yogyakarta tengah mendorong transformasi budaya dan teknologi secara bersamaan dengan mengganti becak motor berbahan bakar fosil menjadi becak listrik, yang tetap mempertahankan bentuk khas “Becak Mataram” namun ramah lingkungan.
Mengapa Kendaraan Roda Tiga Dilarang? Ini Dasar Hukumnya
Larangan terhadap kendaraan roda tiga seperti bajaj, bentor (becak motor), dan layanan Maxride tidak dibuat tanpa dasar. Pemkot dan Dinas Perhubungan DIY merujuk pada sejumlah regulasi nasional dan daerah:
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan
- Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2016 tentang Moda Transportasi Tradisional Becak dan Andong
Menurut Hasto, kendaraan roda tiga modern seperti Maxride tidak memenuhi standar keselamatan, administrasi, maupun teknis sebagai angkutan umum. Selain itu, keberadaannya dianggap mengikis identitas budaya Yogyakarta, yang selama puluhan tahun dikenal dengan andong kuda dan becak kayuh sebagai simbol keramahan dan kearifan lokal.
“Yogyakarta punya ciri khas transportasi tradisional: andong dan becak. Itu bagian dari jati diri kita,” tegas Hasto.
Transformasi, Bukan Penghapusan: Becak Listrik Jadi Jawaban
Pemkot Yogyakarta tidak ingin sekadar melarang tapi juga memberikan solusi berkelanjutan. Oleh karena itu, rencana besar sedang disusun untuk mengganti seluruh becak motor (bentor) dengan versi listrik.
Hasto mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan alokasi anggaran khusus pada APBD 2026 untuk pembelian mesin listrik bagi para pengemudi becak. Transformasi ini bertujuan ganda:
- Melestarikan bentuk dan fungsi becak khas Yogyakarta
- Mengurangi emisi karbon dan polusi suara di pusat kota
“Kita akan tetap mendorong becak Mataram atau becak Yogya tetap hidup dan eksis hanya becak motornya diganti listrik,” katanya.
Langkah ini sejalan dengan komitmen global Yogyakarta sebagai Kota Cerdas dan Berkelanjutan, yang telah mendeklarasikan target nol emisi pada 2045. Dengan mengganti bahan bakar fosil dengan tenaga listrik, becak tradisional bisa tetap relevan di era modern tanpa kehilangan jiwanya.
Maxride Belum Beri Tanggapan Resmi
Di tengah sorotan publik, Maxride layanan transportasi roda tiga berbasis aplikasi yang populer di kalangan wisatawan masih belum memberikan pernyataan resmi terkait larangan ini.
Ketika dikonfirmasi oleh awak media melalui sambungan telepon, City Manager Maxride dan Max Auto, Bayu Subolah, mengatakan:
“Nanti kami infokan ya. Tim Public Relation (PR) kami akan memberikan tanggapan.”
Hingga dua hari setelah beredarnya surat edaran, belum ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak Maxride, baik mengenai rencana adaptasi, alih fungsi armada, maupun upaya dialog dengan pemerintah daerah.
Dampak Kebijakan: Antara Perlindungan Budaya dan Tantangan Ekonomi
Kebijakan ini menuai beragam respons. Di satu sisi, komunitas budayawan dan pelaku pariwisata mendukung penuh, karena andong dan becak tradisional merupakan daya tarik wisata yang tak ternilai. Banyak turis asing datang ke Malioboro justru untuk merasakan sensasi naik andong di malam hari.
Namun di sisi lain, para pengemudi Maxride dan bentor khawatir kehilangan mata pencaharian. Mereka mengandalkan kendaraan roda tiga sebagai sumber utama penghasilan harian.
Menjawab kekhawatiran ini, Pemkot Yogyakarta berjanji akan memberikan pendampingan dan skema transisi, termasuk pelatihan ulang dan bantuan teknis untuk beralih ke becak listrik. Program ini akan dikemas dalam kerja sama dengan universitas lokal, startup energi, dan Kementerian Perhubungan.
Masa Depan Transportasi Yogyakarta: Tradisi Melebur dengan Inovasi
Yogyakarta tidak ingin menjadi kota museum tapi juga tidak ingin kehilangan jiwanya. Dengan melarang kendaraan roda tiga modern dan mendorong transformasi becak serta andong ke versi yang lebih bersih, Pemkot menunjukkan bahwa pelestarian budaya dan inovasi teknologi bisa berjalan beriringan.
Ke depan, bayangkan suasana Malioboro di malam hari:
- Andong kuda berderap pelan dengan lampu temaram
- Becak listrik melintas senyap, tanpa asap dan bising
Wisatawan tersenyum sambil menikmati keaslian Yogyakarta yang autentik
Inilah visi Yogyakarta: kota yang modern, tapi tetap ndeso dalam makna terbaiknya.
Kesimpulan: Larangan yang Bertujuan Membangun, Bukan Menghancurkan
Larangan operasional kendaraan roda tiga seperti Maxride bukan kebijakan represif melainkan strategi kultural dan ekologis jangka panjang. Dengan landasan hukum yang kuat dan rencana transisi yang terukur, Pemkot Yogyakarta ingin memastikan bahwa identitas kota tidak dikikis oleh arus modernisasi yang tidak terkendali.
Bagi masyarakat dan pengguna jasa transportasi, ini adalah undangan untuk kembali mencintai cara lama yang ramah, manusiawi, dan penuh makna. Dan bagi para pelaku usaha transportasi digital, ini momentum untuk beradaptasi bukan melawan dengan nilai-nilai lokal yang menjadi jiwa Yogyakarta.
Karena di Yogyakarta, kemajuan bukan berarti meninggalkan tradisi tapi menghidupkannya kembali dengan cara baru.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |