Proyek Naturalisasi Timnas Indonesia Dipuji Media Inggris, The Guardian Sindir Malaysia

Timnas Indonesia
Sumber :
  • PSSI

Ringkasan Berita:

  • Media Inggris The Guardian menilai proyek naturalisasi PSSI sebagai motor perkembangan Timnas Indonesia hingga mencapai putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.

  • Komposisi pemain kelahiran Eropa disebut membuat Indonesia lebih kuat dibanding tim Asia Tenggara lain termasuk Malaysia.

  • Malaysia ikut meniru langkah Indonesia tetapi justru bermasalah karena kasus pemalsuan dokumen tujuh pemain hingga berujung sanksi FIFA.

Gadget – Proyek naturalisasi yang dijalankan PSSI kembali mendapat perhatian luas, kali ini dari media terkemuka Inggris, The Guardian. Sorotan tersebut tidak datang tanpa alasan. Dalam beberapa tahun terakhir, Timnas Indonesia mengalami peningkatan kualitas yang sangat signifikan, terutama sejak era Shin Tae yong dan kemudian diteruskan oleh Patrick Kluivert. Dua arsitek ini berperan dalam memperbaiki banyak aspek permainan yang sebelumnya menjadi kelemahan Skuad Garuda. Namun, fondasi yang membuat perubahan itu terasa lebih cepat tidak lepas dari strategi PSSI dalam mendatangkan pemain naturalisasi yang memiliki garis keturunan Indonesia.

Peningkatan performa Indonesia mencapai puncaknya ketika Timnas berhasil menembus putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026. Ini merupakan capaian terbaik Indonesia sejak terakhir kali tampil pada panggung besar Piala Dunia 1938. Langkah tersebut bahkan sempat menempatkan Indonesia dalam posisi yang cukup dekat untuk mencetak sejarah baru. Meski akhirnya harus terhenti setelah kalah 2-3 dari Arab Saudi dan takluk tipis 0-1 dari Irak, tonggak sejarah itu menjadi simbol bahwa kualitas tim kini berada pada level yang berbeda.

The Guardian menyoroti bagaimana PSSI bergerak aktif mencari talenta diaspora yang tersebar di berbagai penjuru Eropa. Jurus ini dianggap sebagai langkah strategis karena banyak keturunan Indonesia yang memang berkembang dalam kultur sepak bola modern. Media Inggris itu menuliskan bahwa kedekatan sejarah antara Indonesia dan Belanda menjadi salah satu alasan cukup banyak pemain berdarah Indonesia yang dapat ditelusuri rekam jejak keluarganya. Dari situlah PSSI menemukan nama-nama seperti Calvin Verdonk, Kevin Diks, hingga bek muda Mauro Zijlstra yang baru saja menyelesaikan proses naturalisasinya.

Performa para pemain naturalisasi ini terlihat jelas ketika mereka ditempatkan dalam susunan pemain inti. The Guardian bahkan menyinggung situasi ketika Indonesia menurunkan delapan hingga sembilan pemain kelahiran Eropa dalam satu pertandingan. Menurut analisis mereka, komposisi tersebut membuat Indonesia lebih stabil dalam penguasaan bola dan lebih agresif dalam transisi. Secara keseluruhan, pembentukan skuad yang memadukan pemain lokal dan diaspora dinilai sebagai salah satu keputusan paling berani dalam sepak bola Asia Tenggara.

Pengaruh strategi tersebut terlihat pula pada perubahan cara pandang publik dan lawan terhadap Timnas Indonesia. The Guardian menjelaskan bahwa Indonesia kini dianggap sebagai tim terkuat di kawasan Asia Tenggara. Kecepatan dalam membangun struktur permainan, kualitas fisik yang lebih merata, serta pemahaman taktik yang lebih matang membuat Skuad Garuda sulit diabaikan dalam setiap turnamen. Keberhasilan masuk ke babak 12 besar kualifikasi membuat Indonesia mendapat pengakuan baru di mata luar, termasuk dari media Eropa.

Perbandingan dengan Malaysia yang Berujung Sanksi FIFA

Sorotan The Guardian tidak berhenti pada pujian untuk Indonesia. Media tersebut juga membandingkan perjalanan Indonesia dengan tetangga dekatnya, Malaysia. Disebutkan bahwa kesuksesan Indonesia telah memberikan tekanan tersendiri bagi Federasi Sepak Bola Malaysia atau FAM. Dalam upaya memperbaiki performa yang stagnan, Malaysia berusaha mengikuti langkah Indonesia dengan mempercepat proyek naturalisasi pemain Eropa yang diklaim memiliki keturunan Malaysia.

Namun, langkah tersebut justru berakhir menjadi bumerang. The Guardian menuliskan bahwa tujuh pemain Eropa yang disebut memiliki garis keturunan Malaysia ternyata terbukti menggunakan dokumen yang dipalsukan. Di dalam catatan FIFA, pemain-pemain tersebut sempat diturunkan dalam laga resmi melawan Vietnam yang berakhir dengan kemenangan besar 4-0 bagi Malaysia. Meski secara skor pertandingan tersebut dianggap sebagai salah satu kemenangan terbesar Malaysia dalam beberapa tahun terakhir, hasil itu kemudian menjadi kontroversial setelah fakta pemalsuan dokumen terungkap.

Dampaknya cukup berat. Ketujuh pemain tersebut dilarang tampil di seluruh kompetisi sepak bola selama satu tahun penuh. Selain itu, masing-masing diwajibkan membayar denda 2000 Franc Swiss atau sekitar 42 juta rupiah. Tidak hanya pemain, FAM sebagai otoritas tertinggi sepak bola Malaysia juga ikut dikenai denda sebesar 350 ribu Franc Swiss, setara lebih dari 7,2 miliar rupiah. Kasus ini menjadi pukulan besar bagi reputasi mereka dan menjadi sorotan media internasional.

The Guardian menilai kasus itu sebagai contoh bagaimana ketergesaan tanpa sistem yang kuat justru membuat proses naturalisasi berisiko menimbulkan masalah. Sementara Indonesia dinilai memiliki pendekatan yang lebih teliti, terstruktur, dan fokus pada rekam jejak genealogis para pemain keturunan. PSSI tidak hanya mempertimbangkan kemampuan teknis pemain, tetapi juga memastikan legalitas dan keabsahan data keluarga dari generasi ke generasi.

Respons publik Malaysia pun beragam. Sebagian mengkritik FAM karena dianggap ingin mengambil jalur instan untuk mengejar ketertinggalan dari Indonesia. Sementara sebagian yang lain menilai kasus tersebut dapat menjadi pelajaran agar Malaysia memperkuat sistem verifikasi sebelum melakukan perekrutan pemain diaspora. Media Inggris itu menyebut perbandingan antara kedua negara ini sebagai gambaran kontras antara strategi yang matang dan langkah yang terburu-buru.

Dengan berbagai sorotan itu, The Guardian menegaskan bahwa proyek naturalisasi Indonesia merupakan salah satu langkah paling efektif dalam membangun kekuatan tim nasional di era sepak bola modern. Hasilnya terlihat konkret dan stabil, membuat Indonesia kini diperhitungkan bukan hanya di kawasan Asia Tenggara tetapi juga di level Asia secara keseluruhan. Kesuksesan tersebut tentu tidak lepas dari konsistensi PSSI dalam membangun program yang berkelanjutan.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget