Tragedi Terburuk dalam 80 Tahun! Kebakaran Hong Kong Telan 83 Nyawa, Alarm Tak Berbunyi?

Tragedi Terburuk dalam 80 Tahun! Kebakaran Hong Kong Telan 83 Nyawa, Alarm Tak Berbunyi?
Sumber :
  • AFP/YAN ZHAO

Gadget – Hong Kong berduka. Pada Jumat, 28 November 2025, otoritas setempat mengumumkan jumlah korban tewas akibat kebakaran apartemen di Wang Fuk Court, Tai Po, telah mencapai 83 jiwa menjadikannya bencana kebakaran paling mematikan di wilayah tersebut sejak 1948. Lebih dari tujuh dekade berlalu, kota yang dikenal dengan infrastruktur modern dan protokol keselamatan ketat kini dihadapkan pada pertanyaan menyakitkan: bagaimana ini bisa terjadi?

Api yang pertama kali muncul pada Rabu malam (26/11) baru terkendali setelah lebih dari 24 jam, setelah melahap empat unit dari total hampir 2.000 unit hunian di kompleks delapan blok tersebut. Meski kobaran api telah padam, tim penyelamat masih menyisir puing-puing hangus untuk mencari puluhan penghuni yang hingga kini belum ditemukan.

Artikel ini merangkum fakta-fakta kunci yang telah terungkap: dari dugaan penyebab, kegagalan sistem peringatan, korban yang mencakup petugas pemadam dan pekerja migran Indonesia, hingga respons cepat pemerintah dan solidaritas warga yang menyentuh hati.

Kronologi: Api Menjalar Cepat, 24 Jam Baru Terkendali

Kebakaran pertama kali dilaporkan pada Rabu malam, 26 November 2025, di kompleks perumahan Wang Fuk Court di distrik Tai Po. Diterpa angin kencang dan dikelilingi material mudah terbakar, api menjalar dengan kecepatan mengerikan melompat dari satu blok ke blok lain dalam hitungan menit.

Potongan perancah bambu yang terbakar berjatuhan dari ketinggian, menyebarkan bara ke bangunan sekitarnya. Warga melaporkan asap oranye pekat membubung ke langit, sementara satu selang air menurut kesaksian harus digunakan untuk memadamkan beberapa gedung sekaligus.

Baru pada Jumat dini hari, setelah lebih dari 24 jam, petugas pemadam kebakaran berhasil mengendalikan api sepenuhnya. Namun, kerusakan telah terlalu parah: empat blok hangus, ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal, dan 83 nyawa melayang termasuk anak-anak dan petugas pemadam berusia 37 tahun.

Dugaan Penyebab: Perancah Bambu, Jaring Plastik, dan Limbah Konstruksi

Otoritas Hong Kong telah membuka penyelidikan mendalam terhadap kebakaran ini. Fokus utama tertuju pada proyek renovasi besar-besaran yang sedang berlangsung di kompleks tersebut.

Tiga faktor utama diduga memperparah penyebaran api:

  • Perancah bambu yang melingkari gedung material tradisional yang mudah terbakar dan masih lazim digunakan di Hong Kong.
  • Jaring plastik hijau yang membungkus struktur sebagai bagian dari proyek renovasi berfungsi sebagai penghalang debu, tapi menjadi “bahan bakar” sempurna.
  • Limbah kemasan busa yang dibiarkan menumpuk di lokasi proyek diduga akibat kelalaian pekerja.

Polisi telah menangkap tiga orang terkait penanganan limbah tersebut, sementara Badan Antikorupsi Hong Kong (ICAC) turut membuka penyelidikan terhadap kontrak dan pengawasan proyek renovasi.

Sistem Peringatan Gagal: Warga Tak Dengar Alarm, Terpaksa Salurkan Peringatan Manual

Salah satu fakta paling mengkhawatirkan adalah kegagalan sistem alarm kebakaran. Sejumlah warga, termasuk Suen yang diwawancarai AFP, mengaku tidak mendengar alarm sama sekali.

“Apinya menjalar begitu cepat. Kami harus lari dari pintu ke pintu, mengetuk dan berteriak agar tetangga bangun,” ujarnya.

Tanpa peringatan dini, banyak penghuni terjebak di dalam unit mereka terutama lansia dan anak-anak yang kesulitan mengevakuasi diri. Ini memicu pertanyaan serius tentang standar keselamatan gedung dan pemeliharaan sistem deteksi asap di perumahan publik Hong Kong.

Korban: 83 Tewas, Termasuk Pemadam & Pekerja Migran Indonesia

Dari 83 korban tewas yang telah diidentifikasi, terdapat wajah-wajah yang mewakili keragaman Hong Kong:

  • Seorang petugas pemadam kebakaran berusia 37 tahun yang gugur saat berusaha menyelamatkan warga.
  • Dua pekerja rumah tangga migran asal Indonesia, menurut laporan Channel NewsAsia (CNA).
  • Anak-anak dan lansia, yang menjadi korban paling rentan dalam bencana semacam ini.

Di pusat komunitas setempat, polisi menampilkan foto jenazah dan barang-barang pribadi untuk membantu keluarga mengenali kerabat yang hilang. Bagi banyak warga, proses ini menyakitkan tapi juga satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian.

“Saya tidak bisa menggambarkan perasaan saya. Ada anak-anak di antara korban,” kata seorang perempuan bermarga Cheung, sambil menahan air mata.

Respons Pemerintah: Langkah Darurat & Reformasi Segera

Pemerintah Hong Kong bergerak cepat merespons tragedi ini:

  • Memeriksa seluruh kompleks perumahan yang sedang direnovasi.
  • Mempercepat transisi penuh dari perancah bambu ke perancah logam langkah yang selama ini ditunda karena biaya.
  • Membuka sembilan pos penampungan darurat.
  • Menyediakan hunian sementara dan dana bantuan bagi korban yang kehilangan segalanya.

Pemerintah pusat China di Beijing juga menawarkan bantuan berupa drone pencarian dan pasokan obat-obatan. Sementara itu, pemungutan suara pemilu legislatif Hong Kong yang dijadwalkan 7 Desember ditunda sementara sebagai bentuk penghormatan.

Solidaritas Warga: Semangat “Satu untuk Semua” dalam Duka

Di tengah kesedihan, muncul kilauan kemanusiaan. Warga sekitar secara spontan mengumpulkan pakaian, makanan, dan informasi tentang penghuni yang hilang. Relawan seperti Stone Ngai, 38 tahun, mengatakan:

“Ini sangat mengharukan. Semangat warga Hong Kong adalah, ketika satu orang kesulitan, semua ikut membantu. Kota ini penuh dengan cinta.”

Solidaritas ini menjadi pengingat bahwa, meski infrastruktur bisa gagal, jiwa kemanusiaan tetap menyala bahkan di tengah puing-puing hangus.

Catatan Sejarah: Kebakaran Terburuk Sejak 1948

Kebakaran Wang Fuk Court kini masuk catatan sejarah sebagai bencana kebakaran paling mematikan di Hong Kong sejak tahun 1948, ketika ledakan di sebuah gudang diikuti kebakaran besar menewaskan 135 orang.

Namun, konteksnya sangat berbeda: pada 1948, Hong Kong masih dalam masa kolonial dan infrastruktur minim. Pada 2025, kota ini adalah pusat keuangan global dengan teknologi canggih yang justru membuat tragedi ini terasa lebih mengejutkan dan menyakitkan.

Kesimpulan: Tragedi yang Bisa Jadi Titik Balik

Kebakaran di Wang Fuk Court bukan hanya bencana ia adalah cermin kegagalan sistemik: dalam pengawasan proyek konstruksi, standar keselamatan gedung, dan kesiapsiagaan darurat.

Namun, dari abu dan asap, mungkin lahir reformasi besar dari larangan perancah bambu hingga peningkatan sistem alarm wajib di seluruh perumahan publik. Bagi keluarga korban, tidak ada yang bisa mengembalikan yang hilang. Tapi bagi Hong Kong, mengubah duka menjadi kebijakan yang menyelamatkan nyawa di masa depan adalah cara terbaik untuk menghormati mereka yang telah pergi.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget