Heboh! Menteri Israel Usul Penjara Tahanan Palestina Dijaga Buaya
- israel
Usulan kontroversial kembali datang dari Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir. Tokoh sayap kanan radikal itu mengajukan gagasan yang dinilai nyeleneh sekaligus mengundang kecaman, yakni pembangunan penjara khusus bagi tahanan Palestina yang dikelilingi oleh buaya. Ide tersebut sontak memicu perhatian publik internasional karena dianggap tidak manusiawi dan sarat pesan intimidatif.
Menurut laporan stasiun televisi Israel Channel 13, Dinas Penjara Israel saat ini tengah mengkaji proposal tidak biasa tersebut. Dalam laporan itu disebutkan bahwa Ben Gvir mengusulkan fasilitas penahanan dengan sistem keamanan ekstrem, di mana area luar penjara akan dikelilingi kolam berisi buaya untuk mencegah kemungkinan pelarian tahanan.
Usulan itu, sebagaimana dilaporkan, disampaikan Ben Gvir dalam sebuah pertemuan evaluasi situasi keamanan yang digelar pekan lalu. Pertemuan tersebut turut dihadiri Kepala Dinas Lembaga Pemasyarakatan Israel, Kobi Yaakobi. Dalam forum itu, Ben Gvir kembali menegaskan pandangannya yang keras terhadap warga Palestina yang ditahan oleh otoritas Israel.
Lebih lanjut, lokasi penjara yang diusulkan disebut berada di dekat Hamat Gader, wilayah Israel bagian utara. Kawasan ini terletak tidak jauh dari Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel sejak puluhan tahun lalu. Selain itu, lokasi tersebut juga relatif dekat dengan perbatasan Yordania, menjadikannya area strategis namun sensitif secara geopolitik.
Menariknya, rencana pembangunan penjara itu tidak hanya mencakup fasilitas penahanan semata. Dalam proposal tersebut, area penjara juga akan dilengkapi dengan peternakan buaya serta kebun binatang. Meski demikian, banyak pihak menilai konsep ini lebih bernuansa simbolik dan menakutkan dibandingkan rasionalitas sistem pemasyarakatan modern.
Di sisi lain, waktu pengajuan proposal ini juga menuai sorotan. Pasalnya, gagasan penjara dikelilingi buaya muncul menjelang pemungutan suara di parlemen Israel, Knesset, terkait rancangan undang-undang hukuman mati bagi tahanan Palestina. RUU tersebut juga merupakan inisiatif Ben Gvir, yang dikenal vokal mendorong kebijakan represif.
RUU hukuman mati itu ditujukan bagi tahanan Palestina yang dituduh merencanakan atau terlibat dalam serangan terhadap wilayah Israel. Pada 11 November lalu, Sidang Pleno Knesset telah menyetujui rancangan tersebut dalam pembahasan awal. Namun demikian, aturan itu masih harus melewati pembahasan kedua dan ketiga sebelum resmi disahkan menjadi undang-undang.
Seiring dengan itu, berbagai kelompok HAM menilai rangkaian kebijakan ini menunjukkan eskalasi pendekatan keras Israel terhadap warga Palestina. Data terbaru menyebutkan bahwa saat ini Israel menahan lebih dari 9.300 warga Palestina. Dari jumlah tersebut, terdapat anak-anak dan perempuan yang turut mendekam di penjara.
Berbagai laporan organisasi hak asasi manusia internasional, termasuk lembaga pemantau di Israel sendiri, mengungkap kondisi memprihatinkan di dalam penjara. Tahanan Palestina dilaporkan mengalami penyiksaan, pengabaian layanan medis, serta kekurangan makanan. Bahkan, dalam beberapa kasus, kondisi tersebut disebut telah menyebabkan kematian tahanan.
Oleh karena itu, usulan penjara dengan buaya dinilai banyak pihak bukan sekadar ide keamanan, melainkan simbol kebijakan yang semakin mengabaikan prinsip kemanusiaan. Kritikus menyebut, alih-alih menurunkan ketegangan, pendekatan semacam ini justru berpotensi memperburuk konflik dan memperlebar jurang kemanusiaan di kawasan tersebut.
Sementara itu, Ben Gvir sendiri dikenal sebagai figur yang kerap melontarkan pernyataan kontroversial sejak menjabat. Ia secara terbuka mendukung kebijakan keamanan ekstrem dan menolak kompromi dengan Palestina. Dalam konteks ini, usulan penjara dikelilingi buaya dipandang sejalan dengan garis politik keras yang selama ini ia anut.
Ke depan, keputusan akhir terkait proposal ini masih bergantung pada hasil kajian Dinas Penjara Israel dan dinamika politik di Knesset. Namun yang jelas, gagasan tersebut telah memantik reaksi luas dan kembali menempatkan isu perlakuan terhadap tahanan Palestina sebagai sorotan utama dunia internasional.