Exynos 2600 Gagal Go Global: Samsung Terjebak Kontrak Qualcomm & Masalah Produksi

Exynos 2600 Gagal Go Global: Samsung Terjebak Kontrak Qualcomm & Masalah Produksi
Sumber :
  • Samsung

Gadget – Samsung sekali lagi menghadapi dilema strategis dalam ambisinya mengembangkan chipset in-house. Menurut laporan terbaru dari DigiTimes, Exynos 2600 prosesor unggulan terbaru yang dibangun di atas node 2nm GAA (Gate-All-Around) kemungkinan besar hanya akan diluncurkan di pasar domestik Korea Selatan, dan itu pun hanya untuk varian non-Ultra dari Galaxy S26.

Exynos 2600 Siap Jadi Pembuktian Besar Samsung di Era Chip 2nm

Keputusan ini bukan semata-mata pilihan teknis, melainkan hasil dari tiga faktor krusial yang saling terkait:

  • Masalah yield (tingkat keberhasilan produksi) yang masih belum stabil
  • Komitmen kontrak volume tinggi dengan Qualcomm untuk Snapdragon
  • Stigma negatif konsumen global terhadap performa Exynos generasi sebelumnya
Samsung Incar Apple Lagi! Exynos 2600 dengan Teknologi Pendingin Baru Bikin TSMC Waspada

Artikel ini mengupas mengapa Exynos 2600 meski menjanjikan lompatan besar dalam efisiensi dan performa terpaksa “dikurung” di Korea, serta apa artinya bagi masa depan strategi chipset Samsung secara global.

Exynos 2600: Chipset Canggih yang Terhambat di Garis Start

Black Shark Siapkan Tablet Gaming Baru: Desain Futuristis, Chip Snapdragon, dan Performa Gahar Jadi Sorotan

Exynos 2600 seharusnya menjadi pembuktian besar Samsung. Dibangun menggunakan teknologi 2nm GAA terbaru, chipset ini menjanjikan:

  • Peningkatan efisiensi daya hingga 25% dibanding node 3nm GAA sebelumnya
  • Reduksi area die yang memungkinkan desain lebih ringkas
  • Fitur termal inovatif seperti Heat Pass Block (HPB) untuk mengurangi panas berlebih

Berdasarkan bocoran Geekbench 6, Exynos 2600 mencatatkan skor mengesankan:

  • Single-core: 3.455
  • Multi-core: 11.621

Dengan clock speed tertinggi mencapai 3,80 GHz, angka ini menempatkannya setara dengan Snapdragon 8 Gen 4 terbaru.

Namun, performa di atas kertas tidak menjamin adopsi massal terutama jika produksi massal masih bermasalah.

Masalah Yield: Akar dari Keterbatasan Produksi

Meski Samsung telah memulai produksi Exynos 2600, tingkat yield (rasio chip fungsional per wafer) dilaporkan masih rendah. Ini adalah tantangan umum saat memperkenalkan node proses generasi baru terutama teknologi kompleks seperti 2nm GAA.

Rendahnya yield berarti:

  • Biaya produksi per unit tetap tinggi
  • Pasokan tidak cukup untuk memenuhi permintaan global
  • Risiko konsistensi kualitas antar-unit

Dalam kondisi seperti ini, Samsung terpaksa membatasi distribusi ke pasar kecil dan terkendali yakni Korea Selatan di mana volume penjualan lebih mudah diprediksi dan dikelola.

Kontrak dengan Qualcomm: 75% Galaxy S26 Pakai Snapdragon

Faktor lain yang tak kalah menentukan adalah komitmen komersial Samsung kepada Qualcomm. Dalam panggilan laba terbaru, manajemen Qualcomm secara eksplisit menyatakan bahwa mereka mengharapkan pangsa dasar 75% pada seri Galaxy S26.

Artinya, tiga dari empat unit Galaxy S26 yang dijual secara global akan menggunakan Snapdragon, terutama varian S26 dan S26+. Hanya S26 Ultra yang biasanya menggunakan chipset performa tertinggi dan S26 standar di Korea yang mungkin menggunakan Exynos 2600.

Kontrak volume tinggi seperti ini biasanya melibatkan diskon besar, jaminan pasokan, dan kolaborasi teknis mendalam sehingga sulit bagi Samsung untuk mundur meski Exynos-nya sudah siap.

Stigma Konsumen: Bayang-Bayang Exynos Masa Lalu

Meski Exynos 2600 menunjukkan peningkatan signifikan, trauma konsumen global terhadap chipset Exynos masih kuat. Generasi sebelumnya terutama Exynos 990, 2100, dan 2200 dikritik karena:

  • Overheating berlebihan
  • Efisiensi daya buruk dibanding Snapdragon
  • Performa gaming tidak konsisten
  • Kualitas kamera inferior akibat ISP yang kurang optimal

Akibatnya, banyak pengguna di Eropa, Asia Tenggara, dan India secara aktif menghindari model Exynos, bahkan rela menunggu varian Snapdragon atau membeli dari pasar paralel.

Samsung sadar akan isu ini. Namun, mengubah persepsi butuh waktu dan konsistensi jangka panjang sesuatu yang tidak bisa diraih hanya dengan satu generasi chipset, sekalipun sudah jauh lebih baik.

Strategi “Uji Coba” di Korea Selatan: Langkah Cerdas atau Pengakuan Kegagalan?

Dengan membatasi Exynos 2600 hanya untuk pasar Korea, Samsung mungkin sedang menerapkan strategi “soft launch”:

  • Memantau keandalan chip di dunia nyata
  • Mengumpulkan data termal dan daya dari pengguna aktif
  • Meminimalkan risiko reputasi jika terjadi bug besar

Di Korea Selatan, kontrol kualitas lebih ketat, jaringan 5G lebih stabil, dan pengguna cenderung lebih loyal sehingga menjadi laboratorium ideal untuk menguji chipset baru.

Namun, bagi pengamat industri, langkah ini juga bisa dibaca sebagai pengakuan implisit bahwa Exynos belum siap bersaing global, setidaknya untuk generasi ini.

Apa Artinya bagi Galaxy S26 Global?

Bagi konsumen di luar Korea, hampir pasti Galaxy S26 akan menggunakan Snapdragon 8 Gen 4 (atau setara). Ini sebenarnya kabar baik:

  • Performa lebih konsisten
  • Dukungan AI dan kamera lebih matang
  • Kompatibilitas jaringan global lebih luas

Namun, bagi Samsung, ketergantungan pada Qualcomm tetap menjadi luka strategis. Tanpa kontrol penuh atas chipset, Samsung kesulitan:

  • Mengoptimalkan integrasi perangkat keras-lunak
  • Membedakan produknya dari kompetitor yang juga pakai Snapdragon
  • Mengurangi margin keuntungan yang “bocor” ke pihak ketiga

Masa Depan Exynos: Masih Ada Harapan?

Samsung tidak menyerah. Dengan investasi besar di pabrik chip 2nm di Pyeongtaek dan kolaborasi dengan AMD untuk GPU masa depan, Exynos 2700 atau 2800 mungkin menjadi titik balik.

Namun, jendela kesempatan semakin sempit. Jika Exynos 2600 gagal membuktikan keandalannya meski hanya di Korea maka tekanan untuk menghentikan lini Exynos sepenuhnya akan semakin kuat di internal Samsung.

Kesimpulan: Exynos 2600, Korban dari Ambisi yang Terlalu Cepat

Exynos 2600 adalah chipset yang terlalu dini lahir di waktu yang salah. Ia teknis canggih, tapi terperangkap oleh realitas produksi, kontrak bisnis, dan warisan buruk masa lalu.

Dengan hanya rilis di Korea Selatan, Samsung memilih kehati-hatian daripada gegabah. Tapi keputusan ini juga menegaskan satu hal:

Menguasai desain chipset saja tidak cukup tanpa ekosistem produksi, kepercayaan konsumen, dan kebebasan strategis, inovasi bisa mati sebelum sempat bersinar.

Untuk kini, Exynos 2600 mungkin hanya jadi “rahasia Korea”. Tapi jika Samsung bisa menyelesaikan tiga masalah mendasar ini, generasi berikutnya mungkin akan kembali menantang dunia bukan hanya di kertas, tapi di tangan jutaan pengguna.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget