Umrah Saat Rakyat Kena Banjir! Prabowo: "Itu Desersi, Copot Sekarang!"

Umrah Saat Rakyat Kena Banjir! Prabowo: "Itu Desersi, Copot Sekarang!"
Sumber :
  • presidenri.go.id

Gadget – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengambil sikap tegas terhadap kepala daerah yang dianggap mengabaikan tanggung jawab saat rakyat sedang dilanda bencana. Dalam rapat percepatan penanganan bencana di Sumatra yang digelar di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7 Desember 2025), Prabowo secara eksplisit memerintahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk segera memproses pencopotan Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS.

Saat Gunung Meletus dan Mereka Sedang di Ranu Kumbolo: Kisah Nyata 187 Pendaki Semeru

Alasannya? Mirwan diketahui pergi umrah bersama keluarga pada 2 Desember 2025, saat wilayahnya sedang mengalami banjir dan tanah longsor parah yang melanda 11 kecamatan dan memaksa ribuan warga mengungsi.

“Kalau yang mau lari, lari saja tidak apa-apa. Dicopot Mendagri bisa ya, diproses,” tegas Prabowo dalam rapat tersebut.

Semeru Kembali Erupsi, Awan Panas 5 Km, Warga Lereng Diminta Jauhi Sungai!

Lebih jauh, Prabowo menyamakan tindakan Mirwan dengan desersi dalam dunia militer pelanggaran berat yang tidak bisa dimaafkan.

“Ini kalau tentara namanya desersi. Dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, itu tidak bisa diterima. Saya tidak mau tanya dari partai mana,” ujarnya tegas, menegaskan bahwa prinsip kepemimpinan harus universal, terlepas dari latar belakang politik.

Usai Ledakan Sekolah, Prabowo Usul Batasi Game Online, PUBG Jadi Sasaran?

Kronologi: Izin Ditolak, Tapi Tetap Berangkat Umrah

Fakta yang mengemuka menunjukkan bahwa kepergian Mirwan bukan hanya tidak bertanggung jawab tapi juga melanggar prosedur administratif.

Sebelum berangkat, Mirwan telah mengajukan permohonan izin perjalanan luar negeri kepada Penjabat Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Namun, permohonan tersebut dengan tegas ditolak melalui surat resmi, mengingat Aceh Selatan sedang dalam status bencana hidrometeorologi.

“Permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan atau ditolak,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, pada Jumat (5/12).

Namun, Mirwan tetap berangkat pada 2 Desember 2025, meninggalkan ribuan warga yang terdampak bencana tanpa pimpinan langsung di lapangan.

Lebih mengejutkan lagi, empat hari sebelum berangkat, tepatnya pada 27 November 2025, Mirwan justru menerbitkan surat ketidaksanggupan dalam penanganan darurat bencana, bernomor 360/1315/2025. Langkah ini dianggap sebagai upaya “lempar tanggung jawab” yang memicu kemarahan publik dan pemerintah pusat.

Respons Instansi: Pemeriksaan Dijadwalkan, Tapi Terkendala Keberadaan di Luar Negeri

Tim Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Mirwan. Namun, proses tersebut tertunda karena sang bupati berada di luar negeri.

Kini, setelah instruksi langsung dari Presiden, proses administratif untuk pemberhentian sementara (Plt) hingga pencopotan definitif diperkirakan akan dipercepat. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Mendagri memiliki kewenangan penuh untuk menonaktifkan bupati yang melanggar disiplin atau dianggap lalai dalam menjalankan tugas.

Sanksi Politik: Gerindra Resmi Pecat Mirwan dari Kepengurusan

Dampak keputusan Mirwan tidak hanya berimbas secara administratif, tapi juga memicu sanksi politik berat. Partai Gerindra, partai yang mengusungnya, resmi memberhentikan Mirwan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan dan mencabut statusnya sebagai kader.

“Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinannya. Oleh karena itu, DPP Gerindra memutuskan memberhentikan yang bersangkutan,” ujar Sekjen Gerindra, Sugiono.

Langkah ini menunjukkan bahwa Gerindra yang kini dipimpin Presiden Prabowo tidak memberikan perlindungan politik kepada kadernya yang dianggap melanggar etika kepemimpinan, terlebih di masa krisis.

Kondisi Darurat di Aceh Selatan: 11 Kecamatan Terdampak, Ribuan Warga Mengungsi

Bencana yang melanda Aceh Selatan bukanlah insiden ringan. Banjir dan tanah longsor telah menghancurkan infrastruktur pertanian dan permukiman di sedikitnya 11 kecamatan, termasuk wilayah Trumon yang menjadi episentrum evakuasi.

Menurut laporan yang diterima Prabowo di lapangan:

  • Ribuan hektar sawah dan ladang rusak parah
  • Sistem irigasi hancur
  • Ratusan rumah warga hancur atau terendam
  • Ribuan warga masih bertahan di tenda pengungsian

“Sawah banyak yang rusak. Irigasi sangat penting. Banyak perumahan yang juga perlu kita bantu bangun kembali,” kata Prabowo, menekankan pentingnya rehabilitasi pascabencana.

Prabowo Apresiasi Kepala Daerah yang Tetap Setia di Tengah Bencana

Di tengah kritik tajam terhadap Mirwan, Prabowo juga menyampaikan apresiasi tinggi kepada para kepala daerah yang tetap bertugas dan berada di garda terdepan selama masa darurat.

“Terima kasih kepada para bupati yang terus bekerja untuk rakyat, kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” ujarnya.

Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa tanggung jawab kepemimpinan diuji justru saat krisis bukan saat semuanya berjalan lancar.

Sinyal Kuat: Pemerintah Tidak Akan Toleransi Pejabat yang Abaikan Rakyat

Instruksi Prabowo untuk mencopot Mirwan bukan hanya tentang satu orang tapi merupakan sinyal politik dan administratif yang kuat kepada seluruh kepala daerah di Indonesia.

“Saya tidak mau tanya dari partai mana.”

Kalimat ini menegaskan bahwa netralitas dan akuntabilitas kepemimpinan akan menjadi prioritas utama pemerintahan Prabowo. Siapa pun, dari latar belakang partai apa pun, akan ditindak tegas jika mengabaikan rakyat di saat mereka paling membutuhkan.

Di era di mana kepercayaan publik pada elite politik terus menurun, langkah tegas ini bisa menjadi langkah strategis untuk memulihkan integritas pemerintahan daerah.

Kesimpulan: Kepemimpinan Bukan Hak Istimewa, Tapi Tanggung Jawab Suci

Kasus Bupati Aceh Selatan menjadi uji nyata integritas kepemimpinan di masa krisis. Pergi umrah meski merupakan ibadah suci menjadi kontroversial ketika dilakukan tanpa izin, di tengah bencana, dan meninggalkan rakyat yang menderita.

Prabowo, dengan latar belakang militernya, menilai tindakan tersebut bukan sekadar kelalaian, tapi pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Dan kini, seluruh Indonesia menyaksikan: pemerintah pusat tak akan tinggal diam.

Langkah berikutnya pencopotan formal oleh Mendagri akan menjadi preseden penting. Karena pada akhirnya, seorang pemimpin tidak diukur dari gelarnya, tapi dari keberaniannya berdiri di samping rakyat saat badai datang.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget