5 Keputusan Aneh Patrick Kluivert yang Bikin Timnas Indonesia Gagal ke Piala Dunia — Nomor 1 Bikin Fans Geleng-Geleng!
- PSSI
Patrick Kluivert kini menjadi sosok yang paling banyak dibicarakan di dunia sepak bola Indonesia. Setelah gagal membawa Timnas Indonesia melaju ke Piala Dunia 2026, pelatih asal Belanda itu menuai kritik tajam dari publik dan para pengamat. Kekalahan tipis 0–1 dari Irak di laga kedua Grup B babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia pada Minggu (12/10/2025) dini hari WIB menjadi titik balik yang memperkeruh suasana. Banyak yang menilai bahwa kegagalan tersebut tidak lepas dari serangkaian keputusan kontroversial yang ia buat selama menukangi skuad Garuda.
Kegagalan itu juga memicu seruan agar Kluivert segera mundur dari jabatannya. Tagar-tagar bernada kekecewaan ramai menghiasi media sosial, sementara sebagian besar penggemar mendesak PSSI segera mengevaluasi kinerjanya. Menurut informasi yang beredar, nasib sang pelatih akan ditentukan dalam rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI pekan depan. Namun, sebelum keputusan resmi diambil, publik sudah menyoroti sejumlah langkah Kluivert yang dinilai keliru dan memicu polemik. Berikut lima keputusan paling kontroversial Patrick Kluivert selama melatih Timnas Indonesia.
1. Salah Strategi di Momen Penting
Keputusan pertama yang paling banyak dikritik adalah soal strategi permainan. Dalam debutnya melawan Australia, Kluivert memilih gaya menyerang total. Ia tampak ingin memperlihatkan karakter permainan agresif sejak awal, namun hasilnya justru berbalik arah. Pertahanan Indonesia menjadi terbuka lebar dan dimanfaatkan dengan baik oleh Australia yang menang telak 5–1.
Kesalahan taktik itu tidak berhenti di situ. Dalam laga melawan Arab Saudi, pelatih berusia 49 tahun itu kembali membuat keputusan aneh. Ia menurunkan Marc Klok dan Beckham Putra sebagai starter, sementara pemain seperti Nathan Tjoe A-On atau Thom Haye justru disimpan. Ragnar Oratmangoen, yang biasa tampil tajam di sisi kiri, malah tidak dimainkan di posisi idealnya. Alhasil, alur serangan Indonesia tampak kaku dan mudah dipatahkan lawan. Kritik pun datang dari berbagai kalangan yang menilai Kluivert belum memahami karakter permainan skuad Garuda secara utuh.
2. Tidak Mengenal Karakter Pemain
Keputusan kontroversial lainnya adalah penempatan posisi pemain yang dinilai tidak sesuai kemampuan mereka. Pengamat sepak bola Tanah Air, Abdul Haris, menilai Kluivert tidak cukup mengenal para pemainnya, terutama mereka yang berkarier di Liga Indonesia.
Contohnya, Yakob Sayuri dimainkan sebagai fullback kanan saat menghadapi Lebanon dan Arab Saudi. Padahal, di klubnya Malut United, Yakob lebih sering berperan sebagai winger kiri. Musim ini saja, ia mencatat tiga gol dan tiga assist dari tujuh pertandingan di posisi tersebut. Dengan kata lain, ia tampil produktif ketika diberi kebebasan menyerang, bukan saat dipaksa bertahan di lini belakang.
“Kalau dibandingkan dengan era Shin Tae-yong, Kluivert terlihat jauh lebih kaku dan kurang memahami karakter pemain. Yakob Sayuri jelas bukan bek kanan, tapi dia tetap dimainkan di sana,” ujar Abdul Haris dalam program Morning Zone di YouTube Okezone.
3. Enggan Meminta Maaf pada Suporter
Setelah kekalahan menyakitkan dari Irak, para pemain Timnas Indonesia mendatangi tribun stadion untuk menyapa dan menghibur para suporter yang hadir langsung di King Abdullah Sports City, Jeddah. Namun, momen itu tak diikuti oleh Patrick Kluivert dan tim kepelatihannya. Mereka memilih langsung meninggalkan lapangan tanpa menyapa pendukung.
Sikap ini dianggap kurang menghormati perjuangan para suporter yang rela datang jauh-jauh ke Arab Saudi. Sejumlah fans menyebut Kluivert arogan dan tidak punya empati terhadap pendukung Garuda. Pada 13 Oktober 2025, Kluivert memang sempat mengunggah sesuatu di media sosial, tetapi tidak ada satu pun kalimat permintaan maaf kepada publik Indonesia atas kegagalan tersebut. Hal ini semakin memperkuat kesan bahwa ia enggan bertanggung jawab secara moral kepada para pencinta sepak bola nasional.
4. Langsung Pulang ke Belanda Setelah Kegagalan
Keputusan yang juga menimbulkan tanda tanya besar adalah langkah Kluivert yang langsung pulang ke Belanda setelah kegagalan di babak kualifikasi. Alih-alih kembali ke Jakarta untuk melakukan evaluasi bersama PSSI atau memberikan penjelasan kepada media, ia bersama seluruh staf kepelatihannya memilih terbang ke tanah kelahirannya.
Langkah ini dianggap tidak etis oleh banyak pihak. Wakil Ketua Umum PSSI, Zainudin Amali, bahkan sempat mengaku bingung dengan keputusan tersebut. Publik menilai, alih-alih menunjukkan tanggung jawab, Kluivert justru menghindar dari tekanan dan kritik. Banyak yang menyebut sikapnya sebagai bentuk pelarian dari tanggung jawab profesional sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia.
5. Mencoret Marselino Ferdinan dari Skuad
Keputusan paling mengejutkan adalah pencoretan gelandang muda berbakat, Marselino Ferdinan, dari daftar pemain untuk babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Padahal, Marselino adalah satu-satunya pemain yang pernah membobol gawang Irak dan Arab Saudi — dua lawan yang sama di fase ini.
Memang, performa Marselino di level klub tengah menurun karena jarang mendapat menit bermain. Namun, dalam beberapa pertandingan sebelumnya, ia kerap menjadi pembeda saat Timnas kesulitan menembus pertahanan lawan. Di sisi lain, pemain pengganti seperti Ricky Kambuaya justru tampil di bawah ekspektasi.
Keputusan mencoret Marselino pun dianggap sebagai bukti bahwa Kluivert tidak memiliki keberanian untuk mempercayai talenta muda yang terbukti mampu mencetak perbedaan. Padahal, di tengah minimnya kreativitas lini tengah, kehadiran pemain seperti Marselino bisa menjadi solusi.
Evaluasi Menyeluruh Menanti
Kini, masa depan Patrick Kluivert bersama Timnas Indonesia berada di ujung tanduk. Rapat Exco PSSI pekan depan diperkirakan akan menjadi penentu nasibnya. Banyak pihak memprediksi ia tidak akan bertahan lama, mengingat tekanan publik yang begitu besar dan hasil yang jauh dari harapan.
Meski demikian, situasi ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi sepak bola Indonesia. Bahwa memilih pelatih bukan hanya soal nama besar, tetapi juga soal kemampuan memahami karakter pemain, kultur sepak bola, serta kedekatan emosional dengan suporter.
Kisah Patrick Kluivert bersama Timnas Indonesia bisa jadi akan dikenang sebagai periode penuh harapan yang berakhir dengan kekecewaan. Namun, di balik semua itu, ada pelajaran penting: sepak bola bukan hanya tentang strategi di atas kertas, tetapi juga soal hati, komunikasi, dan rasa saling percaya antara pelatih, pemain, dan pendukungnya.