17 Jasad Hangus Ditemukan di Sekolah
- Reuters
Gadget – Seharusnya, sekolah adalah tempat belajar dan berlindung. Namun, Rabu (23/4/2025) menjadi hari paling kelam bagi warga Gaza ketika serangan udara Israel menghantam sekolah Yafa di Gaza City, menewaskan 17 orang. Penemuan yang paling mengoyak hati adalah kondisi jasad hangus dari para korban, termasuk anak-anak dan wanita, yang ditemukan di antara reruntuhan sekolah yang kini menjadi tempat penampungan para pengungsi.
Ketika serangan udara Israel menghantam sekolah Yafa di pagi buta, jeritan panik dan kobaran api segera menyelimuti kompleks bangunan tersebut. Petugas penyelamat yang tiba di lokasi menggambarkan pemandangan yang tak terbayangkan: 17 jasad hangus ditemukan di antara puing-puing dan abu. Sekolah yang sebelumnya menampung ratusan pengungsi, termasuk keluarga dengan anak kecil, kini hanya menyisakan kenangan kelam.
Menurut Mahmoud Bassal, juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, serangan udara ini tidak hanya menghancurkan fisik sekolah tetapi juga merenggut harapan para pengungsi yang mencari perlindungan. "Kami menemukan korban dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Kebakaran besar membuat tubuh mereka tak dapat dikenali," ucap Bassal, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya.
Beberapa di antara korban adalah anak-anak kecil yang seharusnya berada di kelas, bukan di bawah reruntuhan sekolah.
Serangan ini tidak hanya menewaskan 17 orang di sekolah Yafa, tetapi juga mencerminkan kebrutalan perang yang merenggut jiwa tak bersalah. Menurut laporan, 11 korban tewas di sekolah tersebut adalah wanita dan anak-anak.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, seorang warga Gaza yang selamat mengatakan, "Mereka hanya mencari tempat aman. Kami pikir sekolah adalah tempat teraman untuk berlindung. Tapi ternyata, Israel tidak memandang kami sebagai manusia."
Tidak hanya menghancurkan sekolah, serangan Israel juga merusak peralatan vital yang dibutuhkan oleh tim penyelamat. Beberapa buldoser, truk, dan alat berat yang digunakan untuk membersihkan puing-puing hancur dalam serangan tersebut. Akibatnya, tim penyelamat bekerja dengan tangan kosong, tanpa alat yang memadai untuk mengevakuasi korban hidup atau memulihkan jenazah.