10 Cara Warga Gaza Bertahan Hidup di Tengah Blokade: Dari Dapur Umum hingga Makanan dari Reruntuhan

Warga Gaza Bertahan Hidup di Tengah Blokade
Sumber :
  • gaza

Gaza kembali menjadi saksi bisu dari derita kemanusiaan. Sejak lama wilayah ini hidup di bawah blokade Israel, namun dalam konflik terbaru, krisis kemanusiaan semakin memburuk. Tak hanya dihantam serangan udara, warga Gaza juga menghadapi kelangkaan pangan ekstrem. Di tengah keterbatasan, mereka tetap berjuang agar bisa bertahan hidup. Inilah sepuluh cara yang dilakukan warga Gaza demi tetap bisa makan di tengah kepungan dan kekacauan.

1. Mengandalkan Bantuan Kemanusiaan

Bagi banyak warga Gaza, bantuan kemanusiaan menjadi satu-satunya sumber makanan. Organisasi seperti UNRWA, Palang Merah Internasional, hingga WFP dan LSM lokal, terus berupaya menyalurkan bantuan meski penuh risiko. Sayangnya, pendistribusian makanan sering kali terhambat. Jalanan yang hancur, gudang yang rusak, dan serangan yang tak henti membuat bantuan sulit sampai ke tangan warga. Meski demikian, sebagian besar masyarakat masih menggantungkan harapan pada paket-paket bantuan tersebut.

2. Memasak dari Bahan Sisa dan Alam Sekitar

Saat makanan langka, warga harus kreatif. Mereka memanfaatkan bahan apa pun yang tersedia, bahkan sesederhana tepung dan air untuk membuat roti pipih. Karena pasokan gas dan listrik minim, mereka beralih ke kayu bakar atau sampah kayu untuk memasak. Di sela reruntuhan, warga mencari tanaman liar seperti bayam hutan, daun-daunan, hingga buah-buahan yang masih tumbuh di pekarangan rumah.

3. Berkebun di Lahan Sempit

Beberapa keluarga mencoba bertahan dengan bercocok tanam di lahan seadanya. Atap rumah, sudut pekarangan, bahkan pot bekas dijadikan ladang mini. Sayur-sayuran seperti tomat, cabai, dan mentimun ditanam karena mudah tumbuh dan cepat panen. Ada juga yang memelihara ayam atau bebek. Tapi tentu saja, hambatan besar seperti kekurangan benih, pupuk, dan air bersih tetap menjadi tantangan utama.

4. Sistem Tukar Tambah dan Daur Ulang Makanan

Dalam kondisi darurat, sistem barter kembali hidup. Warga menukar makanan dengan barang-barang lain seperti pakaian, alat dapur, atau bahkan mainan anak. Tak sedikit pula yang memanfaatkan sisa makanan untuk dimasak ulang. Misalnya, tulang ayam dijadikan sup untuk memberi makan seluruh keluarga. Prinsipnya sederhana: tidak ada yang boleh terbuang.

5. Dapur Umum dan Solidaritas Komunitas

Solidaritas menjadi kekuatan terbesar. Di banyak wilayah Gaza, relawan dan komunitas lokal mendirikan dapur umum darurat. Mereka memasak dalam jumlah besar dan membagikan makanan kepada warga yang tak memiliki apa-apa. Beberapa masjid dan sekolah bahkan disulap menjadi pusat distribusi makanan. Warga yang memiliki lebih, meski sedikit, ikut membantu tetangganya yang kekurangan.

6. Terowongan Rahasia yang Kini Telah Hancur

Dulu, warga Gaza memanfaatkan terowongan bawah tanah menuju Mesir untuk menyelundupkan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya. Terowongan ini menjadi urat nadi kehidupan di tengah blokade. Namun kini, sebagian besar sudah dihancurkan oleh militer. Akses makanan dari jalur ini pun tertutup total, menyisakan kesulitan lebih dalam.

7. Hanya Makan Sekali Sehari

Banyak keluarga kini hanya bisa makan satu kali dalam sehari. Biasanya, makanan diberikan saat malam, agar bisa bertahan lebih lama. Anak-anak mendapat prioritas utama. Sementara orang tua, sering kali memilih menahan lapar. Bukan karena berpuasa secara sukarela, tapi karena memang tidak ada yang bisa dimakan.

8. Menjual Barang Pribadi untuk Beli Makanan

Ketika semua sumber tertutup, warga mulai menjual barang-barang pribadi. Mulai dari perhiasan, ponsel, hingga alat rumah tangga ditukar dengan sekantong beras atau beberapa kaleng makanan. Pasar gelap pun bermunculan, meski harga sangat mahal. Ini menjadi jalan terakhir agar keluarga tetap bisa makan.

9. Mengais Makanan dari Reruntuhan

Setelah serangan, beberapa warga nekat mencari makanan atau air minum di reruntuhan bangunan. Mereka berharap menemukan sisa-sisa makanan kaleng, air kemasan, atau barang berguna lainnya. Meski berisiko tertimpa bangunan atau diserang, banyak yang tetap melakukannya demi bertahan hidup.

10. Mengandalkan Makanan Kaleng dan Kering

Bagi yang sempat menyimpan stok sebelum konflik memuncak, makanan kaleng, mi instan, atau makanan kering menjadi penyelamat. Tapi seiring waktu, persediaan habis. Ketika akses keluar masuk barang benar-benar ditutup, warga tak punya pilihan lain selain menghemat hingga titik terakhir.

Bertahan di Tengah Ketidakpastian

Hidup di Gaza saat ini berarti terus memilih antara kelaparan atau bahaya. Di tengah keterbatasan dan ketakutan, warga tetap menunjukkan semangat bertahan yang luar biasa. Dari kreativitas, gotong royong, hingga pengorbanan, semua dilakukan agar tetap bisa hidup. Satu hal yang jelas: mereka butuh bantuan dunia. Hentikan perang, buka akses kemanusiaan, dan biarkan Gaza bernapas kembali.