Heboh Isu Kudeta di Filipina, Jenderal Brawner: Militer Tak Akan Gulingkan Presiden
- philiinas
Situasi politik di Filipina kembali memanas setelah beredar kabar mengenai rencana kudeta terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr. Sejumlah purnawirawan jenderal dikabarkan berupaya menggalang dukungan dari kalangan militer aktif untuk menggulingkan kepala negara. Namun, langkah itu langsung ditepis oleh Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Romeo Brawner, yang menegaskan militernya tetap setia pada prinsip profesionalisme dan tidak akan mencampuri urusan politik.
Pernyataan Brawner muncul di tengah maraknya isu kudeta yang beredar sejak akhir September. Dalam sebuah wawancara bersama koresponden asing pada Jumat, 3 Oktober 2025, ia secara terbuka mengakui bahwa dirinya bahkan sempat dihubungi secara langsung oleh para purnawirawan yang mendorong pergantian kekuasaan. Meski demikian, Brawner menolak tegas ajakan itu dan memastikan militer Filipina tidak akan terseret dalam gerakan tersebut.
Menurut Brawner, godaan bagi militer untuk terjun ke ranah politik memang selalu ada, apalagi di tengah meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap pemerintah. Namun, ia mengingatkan bahwa sejarah telah membuktikan keterlibatan tentara dalam politik hanya akan meninggalkan dampak buruk. “Saya yakin tidak seorang pun di jajaran kami akan mengikuti seruan itu. Profesionalisme yang sudah kita bangun selama ini menjadi benteng agar tentara tetap fokus pada tugas utamanya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kudeta bukanlah jawaban atas persoalan bangsa. Sebaliknya, langkah itu justru bisa menghancurkan stabilitas negara. Dalam pandangan Brawner, bila militer turun tangan menggulingkan pemerintahan, dampaknya akan merembet pada sektor ekonomi. Investor bisa kehilangan kepercayaan dan menarik modal dari Filipina, sementara hubungan internasional pun berpotensi memburuk. “Begitu militer ikut campur, kita akan tertinggal beberapa tahun. Investor akan mulai menarik diri, dan itu jelas merugikan rakyat,” tegasnya.
Meski demikian, Brawner tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa kekecewaan terhadap pemerintahan Marcos Jr. semakin meluas, termasuk di kalangan purnawirawan militer. Rasa frustrasi itu terutama dipicu oleh skandal korupsi besar-besaran yang belakangan terungkap. Kasus tersebut menyeret sejumlah pejabat tinggi dan anggota parlemen dalam proyek pengendalian banjir yang ternyata sarat penyimpangan anggaran.
Sejak September lalu, skandal ini telah memicu gelombang demonstrasi di berbagai kota besar. Massa turun ke jalan menuntut transparansi dan meminta pertanggungjawaban pemerintah. Tidak hanya itu, kasus tersebut juga semakin memperburuk citra Presiden Marcos Jr. yang sejak awal menjabat memang kerap dibandingkan dengan era pemerintahan ayahnya, Ferdinand Marcos Sr., yang terkenal otoriter dan dipenuhi kasus pelanggaran HAM.
Bagi banyak pihak, kondisi ini menjadi ujian serius bagi kepemimpinan Marcos Jr. Di satu sisi, ia harus menghadapi protes publik yang terus meluas, sementara di sisi lain ia juga berhadapan dengan tekanan internal dari kalangan elit, termasuk para mantan jenderal yang merasa kecewa dengan arah pemerintahan.
Namun, bagi militer aktif, Brawner menegaskan posisi mereka jelas: tetap berada di jalur profesionalisme dan netralitas. “Kita harus belajar dari masa lalu. Setiap kali militer terlibat dalam pergantian kekuasaan, hasilnya tidak pernah baik bagi bangsa,” ucapnya.
Sikap tegas Brawner mendapat perhatian luas, baik dari dalam negeri maupun dari komunitas internasional. Banyak pengamat menilai pernyataan itu sebagai sinyal penting bahwa militer Filipina berkomitmen menjaga stabilitas negara di tengah guncangan politik. Hal ini juga dipandang dapat meredakan kekhawatiran investor asing yang mencermati situasi politik Filipina dengan hati-hati.
Di sisi lain, tekanan terhadap Presiden Marcos Jr. diperkirakan tidak akan mereda dalam waktu dekat. Skandal korupsi yang menyeret pejabatnya sudah menimbulkan luka mendalam di tengah masyarakat, terlebih karena proyek pengendalian banjir yang mestinya menjadi solusi justru berakhir sebagai ladang praktik penyalahgunaan dana. Akibatnya, masyarakat yang terdampak banjir merasa semakin dikhianati oleh pemerintah.
Gelombang demonstrasi yang terus berlanjut juga menjadi indikator bahwa kepercayaan publik pada pemerintah sedang berada di titik rendah. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin stabilitas sosial akan semakin terguncang.
Meski begitu, peran militer yang memilih tetap netral memberi ruang bagi proses demokrasi untuk berjalan. Dengan menolak ajakan kudeta, militer seakan menegaskan bahwa penyelesaian persoalan politik harus melalui mekanisme konstitusional, bukan melalui intervensi bersenjata. Sikap ini sekaligus memperkuat posisi Filipina di mata dunia sebagai negara yang berupaya menjaga jalur demokrasi, meskipun masih diwarnai tantangan.
Kisruh politik yang tengah berlangsung juga menjadi pengingat bahwa Filipina masih harus bekerja keras dalam memperkuat tata kelola pemerintahan. Transparansi, pemberantasan korupsi, serta upaya membangun kembali kepercayaan publik akan menjadi kunci utama bagi keberlangsungan pemerintahan Marcos Jr.
Seiring berkembangnya situasi, publik kini menunggu langkah konkret yang akan diambil Presiden Marcos Jr. untuk menanggapi krisis ini. Apakah ia akan berani mengambil tindakan tegas terhadap para pejabat yang terlibat korupsi? Ataukah ia justru akan kehilangan legitimasi di mata rakyat?
Di tengah ketidakpastian itu, setidaknya satu hal sudah jelas: militer Filipina, di bawah kepemimpinan Jenderal Romeo Brawner, tidak akan menjadi alat politik untuk menggulingkan pemerintah. Pesan ini menjadi penting di saat banyak negara lain di kawasan Asia Tenggara masih bergulat dengan bayang-bayang kudeta.
Dengan demikian, Filipina kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada potensi krisis politik yang bisa mengguncang stabilitas negara. Namun, di sisi lain, sikap tegas militer yang menolak terlibat memberikan secercah harapan bahwa demokrasi masih memiliki ruang untuk berproses. Masa depan Filipina kini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah menangani skandal korupsi dan merespons tuntutan rakyatnya.