Siapa di Balik Senjata Israel? Investigasi Mendalam Mengungkap Jaringan Globalnya
- israel
Konflik berkepanjangan di Gaza bukan hanya soal serangan dan korban sipil, tetapi juga tentang siapa yang berdiri di balik kekuatan militer Israel. Sejumlah laporan internasional dan riset independen mengungkap bahwa ada jaringan besar negara dan perusahaan pertahanan yang terus memasok senjata ke Tel Aviv. Amerika Serikat menempati posisi teratas sebagai pemasok utama, disusul oleh Jerman, Inggris, dan beberapa negara Eropa lain yang berperan penting lewat lisensi ekspor serta komponen militer.
Sejak pecahnya perang besar di Gaza pada 7 Oktober 2023, perhatian dunia tertuju pada bantuan militer yang terus mengalir ke Israel. Data yang dikumpulkan dari sumber seperti AP News, SIPRI, dan Reuters memperlihatkan nilai bantuan militer yang mencapai puluhan miliar dolar, mencakup jet tempur, rudal presisi, serta sistem pertahanan canggih.
Amerika Serikat: Pemasok Utama Persenjataan Israel
Tidak bisa dipungkiri, Amerika Serikat menjadi tulang punggung utama kekuatan militer Israel. Washington bukan hanya sekadar sekutu politik, tetapi juga mitra logistik dan teknologi. Bantuan militer AS ke Israel mencapai lebih dari 20 miliar dolar sejak Oktober 2023, mencakup berbagai jenis peralatan strategis.
Di antara pasokan yang diberikan terdapat pesawat tempur F-15 dan F-35, rudal berpemandu presisi, sistem pertahanan udara, hingga suku cadang penting yang memastikan kesiapan tempur pasukan Israel di medan perang. Bantuan ini sebagian besar merupakan bagian dari paket dukungan tahunan yang telah disepakati antara kedua negara. Selain itu, Amerika juga memfasilitasi kontrak senjata melalui perusahaan-perusahaan besar seperti Boeing, Lockheed Martin, Raytheon, dan Northrop Grumman.
Pemerintah AS berdalih, bantuan tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap “hak Israel membela diri”. Namun, banyak organisasi kemanusiaan dan pengamat internasional menilai bahwa kebijakan ini memperpanjang penderitaan warga sipil di Gaza. Mereka menuntut agar Washington meninjau ulang pengiriman senjata yang justru digunakan dalam serangan ke wilayah padat penduduk.
Jerman: Pemasok Eropa Paling Berpengaruh
Setelah Amerika Serikat, Jerman muncul sebagai pemasok terbesar kedua bagi Israel di kawasan Eropa. Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Jerman memberikan lisensi ekspor untuk berbagai jenis senjata, termasuk komponen kapal selam dan sistem militer berat.
Meski sempat mengumumkan pembatasan ekspor ke Israel, Berlin tetap menjadi mitra penting bagi industri pertahanan Tel Aviv. Isu ini bahkan memicu perdebatan sengit di parlemen Jerman, karena sejumlah anggota dewan dan kelompok HAM menilai bahwa ekspor senjata ke wilayah konflik melanggar prinsip moral dan hukum internasional.
Bagi Israel, dukungan Jerman sangat berarti, terutama karena industri pertahanan keduanya telah terjalin selama puluhan tahun. Namun, bagi masyarakat internasional, hubungan ini semakin menegaskan betapa kuatnya jaringan politik dan ekonomi yang menopang konflik di Gaza.
Inggris, Belanda, dan Negara Eropa Lain: Pemasok Komponen dan Lisensi
Tidak hanya dua negara besar itu, Inggris juga memainkan peran signifikan melalui pemberian lisensi ekspor untuk komponen militer. Beberapa di antaranya adalah bagian dari jet tempur F-35 yang digunakan oleh Angkatan Udara Israel. Menurut laporan House of Commons Library dan Reuters, lisensi tersebut sempat menuai protes karena dianggap melanggar kebijakan ekspor senjata Inggris yang menolak penjualan ke negara pelanggar HAM.
Selain Inggris, Belanda juga terseret dalam sorotan karena terlibat dalam rantai pasok suku cadang F-35. Pemerintah Belanda bahkan menghadapi tekanan dari parlemen dan lembaga HAM untuk menghentikan kontribusi mereka terhadap operasi militer Israel. Beberapa negara Eropa lain juga diketahui terlibat dalam rantai pasok komponen elektronik, sistem radar, hingga perangkat optik yang digunakan dalam operasi di Gaza.
Peran Perusahaan Pertahanan Global
Selain negara, perusahaan pertahanan raksasa menjadi aktor penting di balik pasokan senjata Israel. Misalnya, Boeing dan Lockheed Martin dari AS menyediakan pesawat tempur serta sistem pendukungnya. Raytheon dikenal sebagai produsen rudal presisi dan sistem pertahanan udara, sementara Northrop Grumman menyuplai radar serta teknologi sensor canggih.
Dari pihak Israel sendiri, perusahaan seperti Elbit Systems dan Rafael Advanced Defense Systems menjadi tulang punggung industri pertahanan domestik. Elbit, misalnya, baru saja menandatangani kontrak bernilai ratusan juta dolar untuk memproduksi amunisi udara canggih. Sementara Rafael dikenal sebagai produsen utama sistem pertahanan Iron Dome yang dibiayai sebagian oleh dana bantuan AS.
Hubungan antara perusahaan-perusahaan ini dan pemerintah negara masing-masing membentuk jaringan ekonomi yang kuat. Transaksi senjata tidak hanya berdampak pada politik global, tetapi juga menjadi sumber keuntungan besar bagi industri pertahanan yang nilainya mencapai miliaran dolar per tahun.
Kontroversi Istilah “Genosida” dan Tanggung Jawab Internasional
Penggunaan istilah “genosida” dalam konteks perang Gaza menjadi isu hukum dan moral yang kompleks. Sejumlah lembaga internasional, termasuk organisasi HAM dan PBB, menuduh Israel melakukan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter. Namun, secara hukum internasional, penetapan genosida membutuhkan pembuktian niat sistematis untuk memusnahkan kelompok tertentu, yang harus diputuskan oleh pengadilan internasional.
Meski begitu, tekanan terhadap negara dan perusahaan pemasok senjata terus meningkat. Banyak kelompok masyarakat sipil menuntut transparansi dan akuntabilitas atas setiap pengiriman peralatan militer ke Israel, karena senjata-senjata itu terbukti digunakan dalam serangan terhadap warga sipil di Gaza.
Rangkaian fakta ini menggambarkan bahwa perang di Gaza bukan sekadar konflik lokal, melainkan cerminan dari jejaring global industri militer yang rumit. Amerika Serikat, Jerman, dan negara-negara Eropa lain menjadi pemain utama dalam memasok kekuatan tempur Israel, sementara perusahaan-perusahaan pertahanan besar menikmati keuntungan ekonomi di tengah penderitaan manusia.
Pertanyaan yang kini muncul adalah: sampai kapan dunia akan menutup mata terhadap hubungan antara bisnis senjata dan tragedi kemanusiaan di Gaza?