Kluivert Gagal Total! Deretan “Dosa” yang Bikin Timnas Indonesia Gagal ke Piala Dunia 2026

Patrick Kluivert
Sumber :
  • tvonenews.com

Gadget – Harapan besar publik sepak bola nasional untuk menyaksikan Timnas Indonesia berlaga di Piala Dunia 2026 akhirnya kandas. Kekalahan tipis 0-1 dari Timnas Irak dalam laga penentuan Grup B ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di King Abdullah Sports City, Jeddah, Minggu (12/10/2025) dini hari WIB, resmi mematikan mimpi Garuda.

Gol tunggal yang dicetak Zidane Iqbal di babak kedua menjadi penentu nasib skuad Garuda. Padahal, sepanjang pertandingan, anak asuh Patrick Kluivert tampil cukup dominan dalam penguasaan bola dan sempat mengancam lewat peluang Marselino Ferdinan dan Ragnar Oratmangoen. Namun, buruknya penyelesaian akhir dan kelengahan di lini belakang membuat hasil akhir tetap tak berpihak.


Dari Harapan Tinggi ke Kekecewaan Kolektif

Ketika Patrick Kluivert ditunjuk menggantikan Shin Tae-yong pada Januari 2025, publik berharap besar. Ia datang dengan nama besar dan pengalaman melatih di Eropa. Namun ekspektasi itu berubah menjadi kekecewaan.

Kluivert mewarisi fondasi kuat dari Shin. Di bawah Shin Tae-yong, Timnas Indonesia telah mencapai pencapaian bersejarah:

  • Lolos ke ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia untuk pertama kalinya.

  • Mengalahkan Arab Saudi 2-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

  • Bermain imbang melawan Arab Saudi di Jeddah.

  • Tembus babak 16 besar Piala Asia 2023.

  • Melonjak tajam dalam peringkat FIFA.

Namun, pergantian pelatih di saat momentum sedang naik justru menjadi titik balik yang pahit. Banyak yang menilai keputusan PSSI mencopot Shin Tae-yong saat performa tim sedang stabil adalah langkah tergesa-gesa. Kini, hasil buruk di bawah Kluivert menjadi pembenaran atas kritik publik tersebut.


Statistik Buruk di Laga Tandang

Salah satu sorotan terbesar selama era Kluivert adalah rapor buruk dalam laga tandang. Data berbicara lebih keras daripada opini:

  • Kalah 0-6 dari Jepang

  • Kalah 1-5 dari Australia

  • Kalah 2-3 dari Arab Saudi

  • Kalah 0-1 dari Irak

Empat laga tandang, empat kekalahan, dengan total kebobolan 15 gol. Catatan ini kontras dengan era Shin Tae-yong, di mana Indonesia dikenal berani dan disiplin saat bermain di kandang lawan.

Kemenangan yang diraih Kluivert pun hanya datang dari laga kandang melawan Bahrain dan China, dua tim non-unggulan Asia, itu pun dengan skor tipis. Saat menghadapi tim-tim besar, permainan Indonesia terlihat gugup dan kehilangan arah.


Mentalitas dan Strategi Jadi Sorotan

Kritik terhadap Patrick Kluivert bukan hanya soal hasil, tetapi juga strategi permainan. Dalam banyak pertandingan, Indonesia tampil tanpa identitas yang jelas. Pola serangan sering buntu, koordinasi antar lini rapuh, dan keputusan pergantian pemain kerap dipertanyakan.

Mental para pemain pun tampak menurun dibanding masa Shin Tae-yong. Saat menghadapi tekanan, banyak momen di mana skuad Garuda tampak kehilangan fokus dan mudah panik. Ini menjadi tanda bahwa aspek psikologis dan kepemimpinan belum optimal dikelola oleh sang pelatih asal Belanda.


Reaksi Suporter: #KluivertOut Menggema

Begitu peluit panjang berbunyi di Jeddah, media sosial langsung meledak. Ribuan komentar bernada kecewa membanjiri linimasa, baik di X (Twitter) maupun Instagram. Tagar #KluivertOut menjadi trending, mencerminkan rasa frustrasi publik.

Banyak suporter merasa bahwa Patrick Kluivert gagal memahami karakter permainan pemain Indonesia. Sementara Shin Tae-yong, meski keras dan disiplin, dianggap lebih mampu membangun semangat tim serta menanamkan rasa percaya diri yang tinggi.

Sebagian pendukung bahkan mulai menyerukan agar Shin Tae-yong dipanggil kembali usai kontraknya di klub luar negeri berakhir. “Kalau saja Shin masih di sini, mungkin hasilnya beda,” tulis salah satu netizen di kolom komentar akun resmi PSSI.


Kegagalan Timnas Indonesia menuju Piala Dunia 2026 otomatis membuka bab evaluasi besar bagi PSSI. Banyak pihak mendesak federasi untuk meninjau ulang proses pemilihan pelatih dan arah pengembangan tim nasional ke depan.

Publik menilai PSSI terlalu cepat mengambil keputusan emosional saat memutus kerja sama dengan Shin Tae-yong, padahal tren performa tim sedang meningkat. Kini, PSSI harus menanggung beban besar untuk memulihkan kepercayaan suporter yang mulai luntur.


Kekalahan dari Irak bukan sekadar hasil pertandingan, tetapi simbol dari manajemen yang belum solid. Dalam sepak bola modern, kontinuitas dan konsistensi adalah kunci. Sayangnya, dua hal itu justru hilang dari tubuh Garuda sejak pergantian pelatih.

Meski menyakitkan, kegagalan ini bisa menjadi pelajaran berharga. Jika PSSI berani melakukan evaluasi menyeluruh dan tidak sekadar mencari kambing hitam, peluang kebangkitan Timnas Indonesia di masa depan tetap terbuka. Namun satu hal pasti: publik kini menuntut bukti nyata, bukan lagi janji manis dari kursi pelatih maupun federasi.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget