Resolusi PBB Resmi Berakhir! Iran Siap Bebas Kembangkan Nuklir Tanpa Batas?

Iran Siap Bebas Kembangkan Nuklir Tanpa Batas
Sumber :
  • iran

Dunia kini menatap Iran dengan penuh kewaspadaan setelah masa berlaku Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 2231 resmi berakhir pada Sabtu, 18 Oktober 2025. Berakhirnya resolusi yang menjadi dasar pengawasan program nuklir Iran itu menandai berakhirnya satu dekade pembatasan terhadap aktivitas nuklir Teheran. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran baru bahwa Iran akan memanfaatkan kebebasan tersebut untuk memperluas produksi dan pengayaan uranium, yang berpotensi mengguncang stabilitas global.

Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan bahwa negaranya kini tak lagi memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan yang ditetapkan dalam resolusi tersebut. Dalam pernyataannya di platform X pada Jumat, 17 Oktober 2025, Araghchi menyebut bahwa semua pembatasan Dewan Keamanan terhadap Iran resmi berakhir pada 18 Oktober.

“Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 berakhir besok, dan dengan demikian, semua pembatasan yang sebelumnya dikenakan terhadap Iran telah berakhir,” ujarnya.

Dengan berakhirnya resolusi itu, Teheran kini hanya terikat pada Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Perjanjian tersebut memberikan hak bagi negara-negara anggotanya untuk mengembangkan teknologi nuklir, selama tujuannya bersifat damai. Artinya, Iran secara sah dapat meningkatkan kapasitas produksi dan pengayaan uranium tanpa batasan yang sebelumnya diatur oleh PBB atau perjanjian internasional lainnya.

Akhir dari Satu Dekade JCPOA

Resolusi 2231 yang disahkan pada tahun 2015 menjadi fondasi dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama. Kesepakatan ini dibuat antara Iran dan enam kekuatan dunia—Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Tiongkok—untuk membatasi aktivitas nuklir Iran agar tetap berada pada jalur sipil. Sebagai imbalannya, sanksi internasional terhadap Iran dicabut secara bertahap.

Namun, masa berlaku JCPOA hanya 10 tahun, dan sejak 18 Oktober 2025, kesepakatan itu tidak lagi diperpanjang. Padahal, JCPOA selama ini menjadi penyeimbang antara ambisi nuklir Iran dan kekhawatiran dunia Barat.

Sejak Amerika Serikat keluar dari perjanjian tersebut pada 2018 di bawah pemerintahan Donald Trump, Iran mulai meningkatkan kadar pengayaan uranium. Jika sebelumnya dibatasi hanya sampai 3,67 persen, kini kadar pengayaan itu telah mencapai 60 persen—angka yang mendekati ambang batas untuk pembuatan senjata nuklir. Langkah Iran ini dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan ekonomi dan politik yang terus diberikan oleh Washington.

Kini, dengan tidak adanya lagi pembatasan internasional, para pengamat memprediksi Iran akan memanfaatkan momen ini untuk memperluas kapasitas produksinya. Potensi peningkatan pengayaan uranium di atas 60 persen pun menjadi kekhawatiran utama, karena akan membuka celah menuju pengembangan senjata nuklir meskipun Teheran terus membantah tudingan tersebut.

Iran Bersikukuh Nuklirnya untuk Tujuan Damai

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, dalam pidatonya di Sidang Umum PBB pada 24 September 2025, menegaskan bahwa negaranya tidak memiliki niat untuk membangun senjata nuklir. Ia menuding negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Israel, sebagai pihak yang terus menebar tuduhan tak berdasar terhadap Iran.

“Iran tidak ingin membangun senjata nuklir. Kami hanya menuntut hak untuk memanfaatkan energi nuklir secara damai,” ujar Pezeshkian di hadapan para pemimpin dunia.

Namun, penegasan itu tampaknya belum cukup untuk menenangkan kekhawatiran global. Inggris, Prancis, dan Jerman—tiga negara Eropa yang dikenal sebagai E3—bahkan telah menyuarakan dukungan untuk mengaktifkan kembali sanksi terhadap Iran sejak Agustus lalu. Mereka menilai Teheran telah melanggar kesepakatan JCPOA dengan meningkatkan kadar pengayaan uraniumnya secara signifikan.

Di sisi lain, Iran tampak tidak gentar menghadapi kemungkinan diberlakukannya kembali sanksi. “Iran tidak akan tunduk pada tekanan apa pun. Kami tidak bisa ditekan,” ujar Araghchi menegaskan dalam wawancaranya beberapa waktu lalu.

Ketegangan Baru di Timur Tengah

Berakhirnya Resolusi 2231 dipandang banyak pihak sebagai awal dari babak baru ketegangan di kawasan Timur Tengah. Israel, yang selama ini menjadi pengkritik paling vokal terhadap program nuklir Iran, diyakini akan menekan sekutunya di Barat untuk mengambil langkah tegas.

Selama bertahun-tahun, Israel menuduh Iran berusaha secara diam-diam membangun kapasitas nuklir militer di balik dalih “energi damai.” Ketakutan itu kini semakin menguat karena berakhirnya mekanisme pengawasan dari PBB, yang sebelumnya menjadi alat utama untuk memantau setiap aktivitas nuklir Iran.

Para analis internasional menilai bahwa tanpa pengawasan dari resolusi tersebut, dunia kini kehilangan salah satu instrumen penting untuk memastikan transparansi program nuklir Iran. Keadaan ini bisa menciptakan ketidakpastian baru, terutama jika Teheran memutuskan untuk mempercepat pengayaan uranium dalam skala besar.

Masa Depan yang Tak Pasti

Kebebasan baru yang dimiliki Iran memang memberi mereka ruang untuk memajukan teknologi nuklir, terutama untuk kebutuhan energi dan penelitian ilmiah. Namun, tanpa transparansi dan pengawasan internasional, langkah itu bisa dengan mudah ditafsirkan sebagai upaya memperkuat posisi strategis di hadapan Barat.

Kini, masa depan stabilitas kawasan Timur Tengah berada di titik krusial. Jika Iran mampu meyakinkan dunia bahwa niatnya murni damai, maka hubungan diplomatik mungkin bisa diperbaiki. Namun, jika langkah-langkah Iran justru mengarah pada pengayaan berlebih atau pengembangan fasilitas sensitif, bukan tidak mungkin gelombang sanksi dan tekanan internasional akan kembali menghantam negeri tersebut.

Berakhirnya Resolusi PBB 2231 bukan sekadar akhir dari kesepakatan nuklir, tetapi juga ujian besar bagi tatanan geopolitik dunia. Dunia kini menunggu dengan cemas: apakah Iran akan menggunakan kebebasannya untuk kemajuan energi damai, atau justru untuk menunjukkan kekuatan strategis di hadapan Barat dan sekutunya? Waktu akan menjadi saksi arah baru dari kisah panjang program nuklir Iran yang penuh kontroversi ini.