Putin Disebut Ingin Damai, Tapi Zelenskyy Bongkar Fakta Mengejutkan di Depan Trump!
- wiki
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat pernyataan yang langsung mengguncang panggung politik internasional. Ia mengklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah menunjukkan niat untuk mengakhiri perang panjang melawan Ukraina. Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang menegaskan bahwa Moskow justru masih jauh dari kata damai.
Pertemuan antara Trump dan Zelenskyy yang berlangsung di Gedung Putih, Washington DC, pada Jumat waktu setempat, menjadi sorotan dunia. Dalam konferensi pers bersama, Trump mengungkapkan optimismenya bahwa perang Rusia-Ukraina bisa segera berakhir. Ia menilai Putin mulai menyadari bahwa konflik yang sudah berlangsung sejak 2022 itu hanya memperburuk posisi Rusia di mata dunia.
Namun, sebaliknya, Zelenskyy menilai pernyataan tersebut terlalu dini dan bahkan menyesatkan. Menurutnya, Rusia masih terus melakukan serangan di berbagai wilayah Ukraina, termasuk di garis depan Donetsk dan Kharkiv. Ia menegaskan bahwa tidak ada tanda-tanda penurunan agresi dari pasukan Kremlin. “Saya tidak melihat kesiapan Rusia untuk berdamai. Mereka terus menembakkan rudal dan drone ke kota-kota kami setiap malam,” tegas Zelenskyy kepada wartawan.
Trump Yakin Bisa Hentikan Perang
Meski mendapat bantahan dari Zelenskyy, Trump tetap menunjukkan keyakinan tinggi. Ia bahkan menyebut bahwa dirinya bisa “menyelesaikan” perang Rusia-Ukraina dalam waktu singkat. “Putin ingin mengakhiri perang. Saya berbicara dengannya, dan saya yakin dia tidak ingin konflik ini berlanjut lebih lama,” kata Trump di hadapan media.
Trump juga menyinggung soal bantuan militer Amerika Serikat kepada Ukraina, termasuk pengiriman rudal Tomahawk. Ia menyatakan bahwa dirinya akan menahan pengiriman senjata mematikan itu sementara waktu, dengan alasan ingin memberi kesempatan bagi diplomasi. “Mudah-mudahan mereka (Ukraina) tidak membutuhkannya. Kita ingin mencoba mengakhiri perang tanpa harus memikirkan Tomahawk,” ujarnya, seperti dikutip dari TRT World, Sabtu (18/10/2025).
Komentar ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan analis internasional. Beberapa pihak menilai langkah Trump realistis, mengingat penggunaan senjata berat hanya akan memperpanjang konflik. Namun, sebagian lain menganggap keputusan itu berisiko, karena bisa membuat Ukraina kehilangan kekuatan pertahanan di tengah gempuran Rusia yang masih berlanjut.
Pertemuan Puncak di Budapest
Dalam kesempatan yang sama, Trump juga mengumumkan bahwa dirinya dan Putin telah menyepakati rencana pertemuan puncak baru di Budapest, Hungaria. Pertemuan ini dijadwalkan menjadi yang pertama sejak konferensi di Alaska pada Agustus lalu yang berakhir tanpa hasil. “Kami akan duduk bersama lagi. Kali ini di Budapest. Saya yakin akan ada kemajuan besar,” ujar Trump optimistis.
Rencana pertemuan tersebut menimbulkan banyak spekulasi. Beberapa diplomat Barat melihatnya sebagai peluang bagi gencatan senjata, namun ada pula yang skeptis terhadap niat Rusia. Sejumlah pengamat menilai Putin hanya berusaha menenangkan tekanan internasional sambil tetap memperkuat posisi militernya di lapangan.
Zelenskyy Tetap Waspada
Sementara itu, Zelenskyy menegaskan bahwa Ukraina tidak akan berhenti mempertahankan kedaulatannya, sekalipun tekanan diplomatik meningkat. Ia menilai setiap langkah negosiasi harus disertai dengan bukti nyata bahwa Rusia memang menghentikan serangan. “Kami terbuka untuk dialog, tetapi bukan untuk menyerah,” tegasnya.
Zelenskyy juga mengingatkan bahwa rakyat Ukraina telah membayar harga mahal dalam perang ini. Ribuan warga sipil tewas, jutaan lainnya mengungsi, dan banyak infrastruktur penting hancur lebur. Oleh karena itu, ia tidak ingin terburu-buru percaya pada janji perdamaian yang belum terbukti.
“Setiap kali Rusia berbicara soal perdamaian, di saat yang sama mereka menembakkan rudal ke rumah sakit dan sekolah. Jadi, saya akan percaya pada tindakan, bukan kata-kata,” tambahnya dengan nada tajam.
Situasi di Lapangan Masih Memanas
Laporan terbaru dari Ukraina menunjukkan bahwa serangan udara Rusia masih terjadi di beberapa wilayah strategis, termasuk Odessa dan Zaporizhzhia. Militer Ukraina juga mengklaim berhasil menembak jatuh lebih dari 30 drone Shahed buatan Iran yang digunakan Rusia untuk menyerang infrastruktur energi.
Di sisi lain, Moskow menuduh Ukraina melancarkan serangan balasan di wilayah perbatasan Belgorod. Pemerintah Rusia menyebut serangan itu sebagai “tindakan teroris” dan berjanji akan membalas dengan keras. Situasi ini menandakan bahwa medan perang masih jauh dari kata tenang, meski wacana perdamaian mulai mencuat kembali.
Dunia Menanti Langkah Nyata
Komunitas internasional kini menantikan apakah pertemuan puncak di Budapest benar-benar bisa membuka jalan menuju perdamaian. Negara-negara Eropa, terutama anggota NATO, berharap ada kesepakatan yang dapat mengakhiri penderitaan rakyat Ukraina tanpa mengorbankan integritas wilayah mereka.
Namun, banyak pihak juga menilai langkah Trump penuh risiko politik. Jika diplomasi gagal, AS bisa dianggap lemah di hadapan Rusia. Apalagi, Trump sudah menempatkan reputasinya sebagai “pembawa damai” di tengah konflik paling panas di dunia.
Meski begitu, analis melihat satu hal positif: kedua belah pihak—Washington dan Moskow—setidaknya kembali berbicara di meja perundingan. “Ketika dua kekuatan besar mau bicara, selalu ada peluang, sekecil apa pun, untuk menghentikan perang,” kata seorang analis hubungan internasional dari Berlin.
Dengan segala dinamika yang terjadi, perang Rusia-Ukraina tampaknya masih jauh dari akhir. Namun, langkah menuju dialog, sekecil apa pun, tetap menjadi harapan bagi jutaan orang yang lelah hidup di bawah bayang-bayang perang. Dunia kini menunggu, apakah pertemuan di Budapest nanti akan menjadi titik balik menuju perdamaian, atau justru babak baru dari konflik yang belum berkesudahan.