Soeharto sebagai Pahlawan Nasional? Simak Pendapat Para Tokoh dan Aktivis HAM

Soeharto sebagai Pahlawan Nasional
Sumber :
  • Getty Images/Paula Bronstein

Gadget – Debat hangat kembali mengemuka setelah Kementerian Sosial RI secara resmi mengusulkan nama Presiden Kedua RI, Soeharto, sebagai salah satu pahlawan nasional pada 21 Oktober 2025. Meski usulan tersebut telah melewati proses panjang dan pembahasan mendalam, namun tetap saja menuai berbagai reaksi dari berbagai kalangan.

Kini, usulan tersebut diserahkan kepada Kementerian Kebudayaan untuk menetapkan gelar pahlawan nasional atas nama-nama yang diusulkan. Namun, apakah Soeharto layak mendapatkan gelar tersebut? Berikut ulasan lengkapnya.

Pro: Alasan Pendukung Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

1. Kontribusi Besar dalam Bidang Ketahanan Pangan

Sarmuji, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, menyebut bahwa Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa Indonesia, terutama dalam bidang ketahanan pangan. Menurut dia, sebelum kepemimpinan Soeharto, kondisi rakyat sangat sulit karena kesulitan pangan.

"Di bawah kepemimpinan Pak Harto, situasi itu berubah drastis. Indonesia bukan hanya keluar dari krisis pangan, tetapi juga sempat mencapai swasembada yang membanggakan," kata Sarmuji.

2. Pembangunan Ekonomi yang Cepat

Selain ketahanan pangan, Soeharto juga dikenal berhasil mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Selama lebih dari tiga dekade kekuasaannya, infrastruktur dasar seperti jalan, sekolah, dan rumah sakit berkembang pesat. Hal ini menjadi alasan kuat bagi pendukung agar Soeharto diakui sebagai pahlawan nasional.

3. Dorongan Politik dari Partai Golkar

Partai Golkar, yang dibesarkan oleh Soeharto, konsisten mendukung usulan ini. Mereka menilai bahwa perbedaan pandangan tidak bisa menghapus fakta bahwa Soeharto memberikan kontribusi besar bagi negara.

"Perdebatan soal pemberian gelar pahlawan kepada Pak Harto tentu wajar. Namun, perbedaan pandangan itu tidak bisa menghapus kenyataan bahwa Pak Harto memiliki jasa besar bagi bangsa ini," ujar Sarmuji.

Kontra: Penolakan Terhadap Gelar Pahlawan Nasional

1. Stigma Negatif bagi Gerakan Reformasi

Para aktivis HAM dan oposisi, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), menolak keras usulan ini. Guntur Romli, politikus PDI-P, menyebut bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan akan menjadikan gerakan reformasi 1998 sebagai "villain" atau penjahat.

"Kalau Soeharto mau diangkat pahlawan, maka otomatis mahasiswa '98 yang menggerakkan reformasi dan menggulingkan Soeharto akan disebut penjahat dan pengkhianat. Ini tidak bisa dibenarkan," ujar Guntur.

2. Catatan Kelam Pelanggaran HAM

Gelar pahlawan nasional juga dinilai akan mengaburkan catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama masa Orde Baru. Guntur menyebutkan beberapa kasus besar, antara lain:

  • Peristiwa 1965–1966: Penghilangan dan pembunuhan massal.
  • Penembakan Misterius (Petrus): Ratusan korban jiwa tanpa proses peradilan.
  • Tanjung Priok 1984: Lebih dari 24 orang meninggal akibat kekerasan militer.
  • Talangsari 1989: Seratus lebih korban jiwa dan pengusiran paksa.
  • Trisakti, Semanggi I & II, dan Kerusuhan Mei 1998: Korban jiwa dan perkosaan massal.

Menurut Amnesty International, korban jiwa akibat kebijakan Petrus saja mencapai sekitar 5.000 orang di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bandung.

3. Nepotisme dan Korupsi

Selain pelanggaran HAM, Soeharto juga dikritik karena praktik nepotisme dan korupsi yang marak terjadi selama masa pemerintahannya. TAP MPR No. 11/1998 bahkan secara spesifik menyebut Soeharto dalam konteks pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Meskipun nama Soeharto telah dicoret dari TAP MPR tersebut, Koordinator Kontras, Andrie Yunus, menegaskan bahwa pencoretan itu tidak membuat Soeharto layak mendapatkan gelar pahlawan.

"Dari syarat-syarat yang harus dipenuhi, kemudian catatan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di era Soeharto, kami tegaskan kembali bahwa Soeharto tidak layak untuk diberikan gelar pahlawan," ujar Andrie.

Sejarah Panjang Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

Usulan ini bukan pertama kali muncul. Pada tahun 2016, Ketua DPR-RI saat itu, Ade Komarudin, dari Partai Golkar, juga pernah menggaungkan ide serupa. Ia menyebut bahwa meskipun Soeharto memiliki kekurangan, namun kontribusinya terhadap bangsa tidak dapat disangkal.

Wacana ini kemudian menjadi dagangan politik bagi Partai Berkarya jelang pemilihan umum 2019. Badarudin Andi Picunang, DPP Partai Berkarya, menjanjikan bahwa jika partainya masuk Senayan, usulan ini akan diperjuangkan lebih serius lagi.

Namun, hingga kini, usulan tersebut masih menuai banyak protes dari berbagai pihak, terutama mereka yang menjadi korban langsung dari rezim Orde Baru.

Perbandingan dengan Tokoh Lain dalam Daftar Usulan

Dalam daftar usulan pahlawan nasional yang diajukan oleh Kementerian Sosial, nama Soeharto disejajarkan dengan tokoh-tokoh lain seperti Marsinah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan tokoh-tokoh yang dikenal sebagai lawan Orde Baru.

"Saya miris, untuk mengangkat Soeharto jadi pahlawan, tapi seakan-akan nama seperti Gus Dur dan Marsinah dijadikan barter. Padahal Gus Dur dan Marsinah dikenal melawan Soeharto dan Orde Baru," ujar Guntur Romli.

Hal ini membuat banyak pihak merasa bahwa pengusulan ini kurang tepat, mengingat ada tokoh lain yang lebih layak mendapatkan gelar tersebut.

Kesimpulan: Apakah Soeharto Benar-Benar Layak?

Pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah isu sensitif yang membagi opini publik. Sementara pendukung menyoroti kontribusinya dalam bidang ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi, para penentang menekankan catatan kelamnya dalam pelanggaran HAM, korupsi, dan nepotisme.

Bagi sebagian kalangan, pengangkatan ini dianggap sebagai upaya merevisi sejarah dan mengabaikan penderitaan korban-korban Orde Baru. Sementara itu, pendukung menyebut bahwa kontribusi positif Soeharto tidak boleh diabaikan begitu saja.

Akhirnya, keputusan ini tetap bergantung pada Kementerian Kebudayaan yang memiliki mandat untuk menetapkan gelar pahlawan nasional. Namun, tantangan utama adalah bagaimana menyeimbangkan antara kontribusi dan catatan buruk yang melekat pada sosok mantan presiden tersebut.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget