Soekarno dan Gus Dur Pernah Bubarkan DPR, Apakah Sejarah Akan Terulang di Era Prabowo?
- Menpan
Gadget – Aksi unjuk rasa yang berlangsung pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR Senayan, Jakarta, kembali memanas dengan tuntutan pembubaran lembaga legislatif ini. Massa yang terlibat menilai bahwa DPR saat ini telah kehilangan sentuhan dengan kondisi masyarakat, sehingga langkah ekstrem seperti pembubaran dinilai sebagai solusi.
Namun, sejarah mencatat bahwa dua presiden Indonesia pernah mengambil tindakan serupa—meskipun secara konstitusi, pembubaran DPR tidak diperbolehkan. Mari kita ulas bagaimana Soekarno dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melakukan hal tersebut serta alasan di balik keputusan mereka.
Soekarno: Dekrit 5 Juli 1959 untuk Mengubah Sistem Politik
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, adalah tokoh pertama yang secara resmi membubarkan DPR melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Langkah ini diambil setelah ketegangan berlarut-larut antara pemerintahan Soekarno dan DPR, yang merupakan hasil Pemilu pertama Indonesia pada tahun 1955. Meski partainya, PNI, keluar sebagai pemenang, hubungan dengan DPR tetap tegang, terutama karena penolakan DPR terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah.
Melalui dekrit tersebut, Soekarno tidak hanya membubarkan DPR tetapi juga mengubah sistem politik Indonesia dari demokrasi parlementer menjadi Demokrasi Terpimpin. Dalam sistem baru ini, presiden mendapatkan posisi dominan, sementara kekuasaan DPR, MPR, hingga Mahkamah Agung melemah signifikan. Untuk menggantikan parlemen lama, Soekarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) melalui Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960. Sebagian besar anggota DPR-GR ditunjuk langsung olehnya, termasuk dari kalangan militer.
Langkah ini menuai pro dan kontra. Banyak pihak mengkritik bahwa dekrit ini mengarah pada pemerintahan otoriter karena melemahkan peran partai politik. Salah satu dampaknya adalah penghapusan Partai Masyumi. Namun bagi Soekarno, pembubaran DPR adalah upaya untuk mengatasi kebuntuan politik dan menjaga stabilitas negara di tengah situasi yang semakin rumit.
Gus Dur: Dekrit 23 Juli 2001 yang Gagal Dilakukan
Empat dekade setelah Soekarno, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden ke-4 RI, juga mencoba membubarkan DPR melalui Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001. Namun, langkah ini akhirnya gagal dijalankan.
Situasi politik saat itu sangat panas. Gus Dur menghadapi berbagai tuduhan, mulai dari penyalahgunaan dana Bulog hingga penerimaan bantuan dari Sultan Brunei. Meskipun kasus-kasus tersebut tidak terbukti, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah bersiap menggelar Sidang Istimewa untuk memberhentikannya dari jabatan presiden.