Trump Tegas: AS Akan Hentikan Dukungan Jika Israel Nekat Caplok Tepi Barat
- lifeworks
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali membuat pernyataan keras terkait konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Dalam wawancaranya dengan Time, Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat akan menghentikan seluruh bentuk dukungan terhadap Israel jika negara tersebut benar-benar mencaplok wilayah Tepi Barat, yang selama ini menjadi bagian dari Palestina.
Pernyataan Trump itu menjadi sorotan dunia internasional, terutama karena AS dikenal sebagai sekutu utama Israel. Namun, kali ini Trump menunjukkan sikap yang berbeda. Ia menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas di Timur Tengah dan menghormati perjanjian dengan negara-negara Arab.
“Hal itu tidak akan terjadi, karena saya sudah berjanji kepada negara-negara Arab. Anda tidak bisa melakukan itu sekarang. Kami telah mendapatkan dukungan besar dari Arab,” ujar Trump dengan nada tegas, dikutip pada Jumat (24/10/2025).
Menurut Trump, Israel harus menahan diri dan tidak mengambil langkah sepihak yang dapat memicu eskalasi konflik. Ia menambahkan bahwa janjinya kepada negara-negara Arab bukan sekadar kata-kata, melainkan bagian dari strategi besar AS untuk menciptakan keseimbangan politik di kawasan yang selama ini dikenal penuh ketegangan itu.
Trump juga mengungkapkan bahwa dirinya telah menyampaikan langsung pandangan tersebut kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Dalam pembicaraan itu, Trump menegaskan pentingnya menjaga hubungan baik dengan negara-negara Arab, terutama setelah langkah Israel mencaplok Yerusalem beberapa tahun lalu sempat memicu kemarahan internasional.
Sikap tegas Trump ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari sejumlah pihak di Israel yang mendesak pemerintah mereka untuk segera mengambil alih Tepi Barat. Menteri-menteri garis keras di kabinet Netanyahu bahkan menyerukan agar proses aneksasi dilakukan tanpa menunggu izin dari pihak mana pun.
Namun, langkah seperti itu justru berisiko tinggi bagi posisi Israel di mata dunia. Banyak negara, termasuk di Eropa dan Asia, kini secara terbuka mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Dukungan terhadap Palestina pun semakin meluas di lembaga-lembaga internasional, membuat posisi Israel semakin terpojok jika tetap memaksakan kehendaknya.
Di sisi lain, Trump menegaskan bahwa selama dirinya masih menjabat sebagai presiden, situasi di Timur Tengah akan tetap stabil. Ia optimistis bahwa kepemimpinannya dapat membawa kawasan tersebut ke arah yang lebih baik.
“Selama saya jadi presiden, situasinya akan semakin baik, kuat, dan sempurna,” katanya percaya diri. “Tapi apa yang terjadi setelah saya? Saya tidak bisa memastikan. Kita bisa saja memiliki presiden yang buruk.”
Pernyataan itu sekaligus menyiratkan pesan politik bahwa Trump melihat dirinya sebagai figur penting dalam menjaga keseimbangan global, khususnya dalam isu-isu sensitif seperti hubungan Israel-Palestina. Ia juga menilai, jika AS dipimpin oleh pemimpin yang lemah atau tidak dihormati dunia, maka semua pencapaian diplomatik yang telah dirintisnya bisa dengan mudah runtuh.
Sebelumnya, pada September lalu, Trump juga sudah menyampaikan pesan serupa bahwa dirinya tidak akan memberikan izin kepada Israel untuk mencaplok Tepi Barat. Ia menilai langkah seperti itu hanya akan memperburuk konflik dan mengacaukan tatanan diplomatik yang telah dibangun dengan susah payah.
Media AS Axios melaporkan bahwa Gedung Putih bahkan sudah menyampaikan pesan resmi kepada Netanyahu terkait hal ini. Menurut sumber yang mengetahui pertemuan tersebut, Washington memperingatkan bahwa jika Israel memaksakan rencana aneksasi, maka negara itu akan semakin terisolasi secara internasional.
Peringatan tersebut bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun terakhir, kebijakan Israel yang agresif di wilayah pendudukan telah menimbulkan kritik keras dari berbagai negara, termasuk sekutu lamanya di Eropa. Uni Eropa dan PBB telah berulang kali mengecam pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat yang dianggap melanggar hukum internasional.
Bahkan di dalam pemerintahan AS sendiri, beberapa pejabat dilaporkan memiliki pandangan berbeda soal langkah Israel itu. Sejumlah diplomat senior menilai bahwa memberi lampu hijau kepada Israel justru akan memperburuk hubungan AS dengan dunia Arab, yang selama ini berperan penting dalam kerja sama ekonomi dan keamanan regional.
Sementara itu, para pengamat menilai pernyataan Trump kali ini bisa menjadi sinyal bahwa kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinannya akan lebih berimbang. Jika sebelumnya AS sering dituding terlalu memihak Israel, maka sikap Trump menunjukkan adanya upaya untuk menegakkan posisi netral demi menjaga kepentingan jangka panjang negaranya di kawasan.
Namun, banyak pihak juga skeptis. Mereka menilai bahwa pernyataan Trump bisa jadi hanya strategi politik untuk menarik simpati negara-negara Arab menjelang pemilu presiden mendatang. Apalagi, hubungan pribadi antara Trump dan Netanyahu sebelumnya diketahui cukup dekat, sehingga sebagian kalangan meragukan apakah ancaman itu benar-benar akan diwujudkan.
Meski begitu, pernyataan Trump tetap menimbulkan efek besar. Di berbagai media internasional, komentar tersebut dianggap sebagai peringatan keras kepada Israel agar tidak melangkah terlalu jauh. Langkah ini juga memperlihatkan bahwa bahkan sekutu terkuat pun memiliki batas kesabaran ketika menyangkut perdamaian dunia.
Kini, dunia menanti bagaimana reaksi Netanyahu dan pemerintah Israel menanggapi pernyataan lantang dari Washington tersebut. Apakah mereka akan menahan diri dan memilih jalur diplomasi, atau justru semakin menantang dengan mempercepat proses aneksasi?
Yang jelas, keputusan ini akan menjadi ujian besar bagi hubungan Amerika Serikat dan Israel di masa depan. Jika Israel tetap bersikeras mencaplok Tepi Barat, maka bukan tidak mungkin AS benar-benar menghentikan dukungan militernya. Dan hal itu, tentu, akan menjadi perubahan besar dalam peta geopolitik Timur Tengah yang selama ini bertumpu pada kekuatan aliansi kedua negara tersebut.