Gencatan Senjata Diabaikan! Israel Serang Lebanon, 3 Orang Tewas dalam 24 Jam
- Ariel Schalit/AP Photo
“Kami tidak akan mentolerir aktivitas militer Hizbullah di dekat perbatasan kami,” tegas juru bicara IDF, meski tidak memberikan bukti publik atas keterlibatan kedua korban dalam kegiatan bersenjata.
Namun, otoritas Lebanon dan organisasi HAM internasional kerap mempertanyakan akurasi intelijen Israel, terutama ketika korban termasuk warga sipil atau pengungsi.
Gencatan Senjata yang Rapuh: Latar Belakang Konflik Israel–Lebanon
Sejak November 2024, gencatan senjata informal—difasilitasi oleh Amerika Serikat dan Prancis—telah menahan kedua pihak dari pertempuran skala besar. Kesepakatan ini muncul setelah gelombang serangan silang antara Israel dan Hizbullah pasca-perang Gaza 2023–2024, yang menewaskan ratusan warga sipil di kedua sisi perbatasan.
Namun, gencatan senjata ini tidak pernah ditandatangani secara resmi, melainkan berupa pemahaman diam-diam bahwa kedua pihak akan menghindari serangan langsung kecuali dalam “keadaan luar biasa”. Fakta ini membuat situasi tetap rentan terhadap provokasi, kesalahan intelijen, atau keputusan sepihak.
Dalam beberapa pekan terakhir, Israel justru meningkatkan frekuensi serangannya, dengan alasan menggagalkan upaya Hizbullah memperkuat jaringan senjata di selatan Lebanon. Namun, para analis memperingatkan bahwa tindakan semacam ini justru bisa memicu balasan besar-besaran dari Hizbullah, yang memiliki puluhan ribu roket jarak pendek dan menengah yang siap diluncurkan ke wilayah Israel utara.
Reaksi Internasional dan Ancaman Eskalasi Lebih Luas
Hingga Senin pagi (27/10), Dewan Keamanan PBB belum mengeluarkan pernyataan resmi, meski utusan khusus PBB untuk Lebanon, Jeanine Hennis-Plasschaert, menyatakan “keprihatinan mendalam” atas pelanggaran terhadap stabilitas perbatasan.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, menyerukan “pengekangan maksimal”, sementara Iran—pendukung utama Hizbullah—mengecam serangan Israel sebagai “agresi ilegal terhadap kedaulatan Lebanon”.
Sementara itu, pemerintah Lebanon menuntut sidang darurat Dewan Keamanan PBB dan menegaskan bahwa serangan Israel melanggar Resolusi 1701 tahun 2006, yang mengakhiri perang Israel–Hizbullah dan melarang kehadiran militer asing di selatan Lebanon.
Dampak Kemanusiaan: Warga Sipil Jadi Korban Utama
Yang paling mengkhawatirkan adalah nasib warga sipil, terutama di daerah perbatasan yang telah mengalami pengungsian massal sejak 2023. Ribuan keluarga Lebanon dan pengungsi Suriah terpaksa hidup dalam ketidakpastian, dengan akses terbatas ke layanan kesehatan, pendidikan, dan air bersih.