Dunia Terkejut, Operasi Polisi di Brasil Tewaskan Ratusan Orang

Tragedi Rio de Janeiro
Sumber :
  • lifeworks

Ketegangan kembali menyelimuti Rio de Janeiro, Brasil, setelah penggerebekan besar-besaran yang dilakukan polisi berujung pada tragedi berdarah. Sedikitnya 119 orang dilaporkan tewas dalam operasi militer terhadap jaringan narkoba terbesar di kota tersebut pada Selasa (28/10). Jumlah korban ini hampir dua kali lipat dari laporan awal yang mencatat 60 korban jiwa.

Menurut pernyataan resmi kepolisian Rio, dari total korban tewas, 115 di antaranya merupakan anggota geng kriminal Comando Vermelho, sementara empat lainnya adalah anggota kepolisian yang gugur dalam tugas. Namun, angka tersebut diperdebatkan oleh Kantor Pembela Umum Negara Bagian Rio de Janeiro yang menyebutkan jumlah korban mencapai 132 orang.

Kepala Keamanan Negara Bagian Rio, Victor Santos, menyebut bahwa tingkat kematian yang tinggi sebenarnya telah diperkirakan sejak awal operasi. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang diinginkan. “Kami memprediksi perlawanan keras, tetapi bukan jumlah korban sebanyak ini,” ujarnya dalam konferensi pers pada Rabu.


Operasi Bergaya Militer di Jantung Favela

Operasi tersebut melibatkan sekitar 2.500 personel polisi bersenjata lengkap yang dikerahkan ke kawasan Penha Complex dan Alemao Complex, dua wilayah yang dikenal sebagai sarang aktivitas geng narkoba di utara Rio. Mereka didukung dengan kendaraan lapis baja, helikopter, hingga pesawat tak berawak yang digunakan untuk memantau pergerakan para tersangka.

Pertempuran sengit pun tak terhindarkan. Polisi menuduh anggota geng menyiapkan barikade di dalam bus, bahkan menggunakan drone bermuatan bahan peledak untuk menyerang petugas. Suara tembakan bergema di kawasan padat penduduk tersebut sepanjang hari.

Namun, di sisi lain, warga sipil menuduh aparat melakukan pembunuhan di luar hukum. Banyak pelayat yang marah menuduh polisi melakukan eksekusi di tempat. “Negara datang untuk membantai, bukan menegakkan hukum,” ujar seorang perempuan warga Penha kepada kantor berita AFP.

Seorang aktivis lokal, Raul Santiago, menambahkan, “Banyak yang ditembak di kepala dan di punggung. Ini tidak bisa disebut sebagai operasi keamanan publik. Ini pembantaian.”


Reaksi Presiden dan Dunia Internasional

Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dikabarkan “ngeri” setelah mengetahui besarnya jumlah korban jiwa dalam operasi tersebut. Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menyebut Lula terkejut karena operasi itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah federal. “Presiden merasa terguncang, terutama karena operasi sebesar ini tidak dikomunikasikan dengan otoritas pusat,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden tersebut. Ia menegaskan bahwa penggunaan kekuatan dalam operasi kepolisian harus sesuai dengan hukum internasional dan standar hak asasi manusia. “Kami mendesak pihak berwenang Brasil untuk melakukan penyelidikan independen secepatnya,” kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.

Foto-foto dari lokasi menunjukkan suasana memilukan: para pelayat menangis di jalan, mencium jasad korban yang dibungkus kain putih. Adegan tersebut menegaskan betapa operasi ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat setempat.


Pemerintah Negara Bagian Rio Membela Diri

Gubernur Negara Bagian Rio de Janeiro, Claudio Castro, membela tindakan aparatnya. Ia bersikeras bahwa seluruh korban adalah anggota geng bersenjata. Menurutnya, bentrokan terjadi di kawasan hutan yang jauh dari permukiman warga. “Tidak ada warga sipil di area itu. Mereka yang tewas adalah kriminal bersenjata,” katanya dengan tegas kepada wartawan.

Castro bahkan menegaskan bahwa yang dihadapi aparat bukanlah kejahatan biasa. “Ini bukan sekadar perang melawan narkoba, tapi melawan narkoterorisme,” tulisnya di media sosial X, seraya membagikan video pertempuran sengit antara polisi dan anggota geng.


Kritik dari Kelompok HAM dan Situasi Menjelang Acara Dunia

Meski begitu, kelompok hak asasi manusia menilai operasi berskala besar ini tidak hanya berlebihan, tetapi juga berpotensi melanggar hak-hak warga sipil. Mereka mencurigai waktu pelaksanaan operasi yang dilakukan menjelang sejumlah acara internasional penting di Brasil, termasuk KTT Walikota Dunia C40 dan Penghargaan Earthshot yang akan dihadiri Pangeran William.

Selain itu, Brasil juga tengah bersiap menjadi tuan rumah KTT Iklim PBB (COP30) di Belem, Amazon, pada 10 November mendatang. Beberapa pengamat menilai bahwa operasi seperti ini kerap dilakukan untuk menunjukkan citra kuat pemerintah daerah menjelang kunjungan tokoh internasional.

Pada tahun sebelumnya, sekitar 700 orang dilaporkan tewas dalam operasi kepolisian di Rio. Rata-rata, dua orang meninggal setiap hari akibat bentrokan antara polisi dan geng bersenjata. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pendekatan keamanan yang digunakan pemerintah dalam memberantas kejahatan di favela.


Tragedi yang Menyisakan Luka

Meski pemerintah menegaskan bahwa operasi tersebut menargetkan kelompok kriminal berbahaya, kenyataannya tragedi ini menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat Rio. Banyak keluarga kehilangan anggota mereka tanpa penjelasan yang jelas, sementara rasa takut menyelimuti warga yang tinggal di kawasan kumuh kota itu.

Bagi Brasil, insiden ini bukan sekadar masalah keamanan, tetapi juga cerminan dari dilema antara menjaga ketertiban dan melindungi hak asasi manusia. Dunia kini menanti langkah tegas pemerintah untuk memastikan keadilan bagi para korban dan transparansi dalam penyelidikan.