MKD Putuskan Sahroni Langgar Etik, Nonaktif 6 Bulan: Begini Nasib Anggota Lain

MKD Putuskan Sahroni Langgar Etik
Sumber :
  • dpr

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akhirnya mengumumkan hasil sidang etik terhadap lima anggota DPR nonaktif pada Rabu (5/11/2025). Sidang tersebut menjadi sorotan publik setelah berbagai dugaan pelanggaran etik mencuat dan menimbulkan polemik di masyarakat.

Salah satu nama yang menjadi pusat perhatian adalah Ahmad Sahroni. Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi nonaktif selama enam bulan. Putusan tersebut disampaikan langsung oleh pimpinan MKD setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan klarifikasi.

Menurut keterangan resmi, Sahroni terbukti melakukan tindakan yang dianggap mencederai kehormatan lembaga legislatif. Walaupun MKD tidak merinci secara detail bentuk pelanggarannya, keputusan ini menunjukkan keseriusan DPR dalam menegakkan disiplin etik di lingkungan internalnya.

Selain Sahroni, dua anggota lainnya, Nafa Urbach dan Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, juga dinyatakan melanggar kode etik. Nafa Urbach dijatuhi hukuman nonaktif selama tiga bulan, sedangkan Eko Patrio dikenai sanksi empat bulan. Keduanya berasal dari Fraksi NasDem dan PAN.

Berbeda dengan ketiganya, MKD memutuskan bahwa dua anggota lainnya, Adies Kadir dari Fraksi Partai Golkar dan Surya Utama alias Uya Kuya dari PAN, tidak terbukti melanggar kode etik. Dengan demikian, keduanya dinyatakan dapat kembali aktif menjalankan tugas sebagai anggota DPR.

Suasana Sidang MKD yang Penuh Perhatian

Sidang putusan tersebut dihadiri langsung oleh para teradu. Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Patrio tampak hadir lebih awal di ruang sidang MKD, disusul oleh Uya Kuya. Sementara Adies Kadir datang beberapa saat kemudian.

Sidang berjalan cukup tertib, meski perhatian media begitu besar terhadap hasil akhirnya. Beberapa anggota MKD sempat menyampaikan bahwa proses ini dilakukan secara objektif dan sesuai dengan aturan yang berlaku. MKD, menurut mereka, tidak ingin putusan ini dianggap sebagai langkah politis, melainkan bentuk tanggung jawab moral lembaga terhadap publik.

Ketua MKD menyebut, “Keputusan ini bukan untuk menjatuhkan siapa pun, tetapi sebagai bagian dari upaya menjaga martabat dan integritas DPR.” Ia juga menegaskan bahwa MKD berkomitmen menegakkan kode etik tanpa pandang bulu.