Pelaku Ledakan SMAN 72 Diduga Korban Bullying, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan!
- Istimewa
Dampak Psikologis: Trauma yang Tak Segera Sembuh
Bagi para korban selamat, trauma mendalam telah tertanam. Siswa I, yang menjadi saksi, mengaku takut mengikuti Salat Jumat di sekolah lagi. “Paling nanti ambil baris paling belakang aja,” katanya pelan.
Psikolog anak menyarankan agar sekolah segera memberikan layanan konseling massal, bukan hanya untuk korban fisik, tapi juga seluruh siswa yang menyaksikan atau mendengar ledakan.
“Trauma kolektif seperti ini bisa memicu gangguan stres pascatrauma (PTSD), kecemasan sosial, bahkan penolakan terhadap lingkungan sekolah,” jelas Dr. Larasati, psikolog dari Universitas Indonesia.
Respons Pemerintah dan Tindak Lanjut
- Kegiatan belajar mengajar di SMAN 72 dihentikan sementara
- Area musala dipasangi garis polisi untuk penyelidikan forensik
- Kemenko PMK dan Kemendikbudristek siapkan tim pemulihan psikososial
- Kapolri perintahkan evaluasi sistem keamanan sekolah se-Indonesia
Menteri Pendidikan juga menginstruksikan seluruh sekolah untuk menguatkan program anti-bullying dan layanan konseling siswa.
Kesimpulan: Tragedi yang Harus Jadi Titik Balik
Ledakan di SMAN 72 bukan hanya soal keamanan atau kegagalan intelijen tapi cermin kegagalan sistem dalam melindungi anak-anak dari kekerasan psikologis. Jika dugaan bullying terbukti, maka ini adalah tragedi yang bisa dicegah.
Kini, seluruh pihak sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat harus bertanya:
Sudahkah kita menciptakan lingkungan yang aman bagi setiap anak untuk tumbuh tanpa takut, tanpa dipinggirkan, dan tanpa kebencian?
Karena di balik seorang pelaku, sering kali ada korban yang tak pernah didengar.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |