Gus Dur & Soeharto Jadi Pahlawan Nasional! Ini Daftar Lengkap 10 Tokoh 2025

Gus Dur & Soeharto Jadi Pahlawan Nasional! Ini Daftar Lengkap 10 Tokoh 2025
Sumber :
  • Dok. YouTube Sekretariat Presiden

Gadget – Di hari yang sarat makna, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa yang dinilai memiliki jasa luar biasa dalam perjuangan, persatuan, dan kemajuan Indonesia. Pengumuman ini disampaikan dalam Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin pagi.

Gelar ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025, yang ditandatangani di Jakarta pada 6 November 2025 dan dibacakan oleh Brigadir Jenderal TNI Wahyu Yudhayana mewakili pemerintah. Penetapan ini bukan hanya bentuk penghormatan tertinggi negara, tetapi juga upaya untuk mengabadikan warisan perjuangan yang relevan bagi tantangan kebangsaan masa kini.

Di antara sepuluh nama yang diumumkan, terdapat tokoh-tokoh yang selama ini menjadi perbincangan publik mulai dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden ke-2 RI Soeharto, hingga pejuang buruh Marsinah yang perjuangannya selama ini kerap dianggap terpinggirkan dalam narasi sejarah resmi.

Artikel ini menyajikan profil singkat, kontribusi nasional, dan konteks historis dari masing-masing tokoh, serta makna strategis di balik keputusan kontroversial ini di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.

Daftar Lengkap 10 Pahlawan Nasional 2025

Berikut sepuluh tokoh yang resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 116/TK/2025:

  • Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
  • Almarhum Jenderal Besar TNI H. Muhammad Soeharto (Jawa Tengah)
  • Almarhumah Marsinah (Jawa Timur)
  • Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)
  • Almarhumah Hajah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)
  • Almarhum Jenderal TNI (Purn.) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)
  • Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat)
  • Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
  • Almarhum Tuan Runda H. Ali Basaragi (Sumatera Utara)
  • Almarhum Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)
  • Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Arsitek Toleransi dan Demokrasi

Tokoh pertama yang mencuri perhatian publik adalah K.H. Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI yang dikenal dengan pemikiran progresif dan komitmen terhadap pluralisme, kebebasan beragama, dan rekonsiliasi nasional. Meski masa kepresidenannya singkat (1999–2001), Gus Dur dikenang sebagai pelopor desentralisasi, pencabut larangan berdirinya partai berbasis agama, dan tokoh yang memulihkan hubungan Indonesia dengan Israel secara diam-diam demi kepentingan kemanusiaan.

Ia juga dikenal memperjuangkan pengakuan hak-hak minoritas, termasuk etnis Tionghoa, Ahmadiyah, dan komunitas adat. Penghargaan ini dianggap sebagai rekonsiliasi historis terhadap tokoh yang sempat dikucilkan oleh elit politik pada masanya.

Soeharto: Kontroversi dan Kontribusi dalam Pembangunan Nasional

Pemberian gelar kepada Jenderal Besar Soeharto yang memimpin Indonesia selama 32 tahun (1967–1998) memicu pro-kontra luas. Di satu sisi, ia diakui sebagai arsitek pembangunan ekonomi Orde Baru, yang berhasil menurunkan angka kemiskinan, membangun infrastruktur dasar, dan menciptakan stabilitas setelah masa penuh gejolak pasca-1965.

Namun, di sisi lain, masa kekuasaannya juga diwarnai pelanggaran HAM berat, korupsi sistemik, dan otoritarianisme. Pemerintah menegaskan bahwa penetapan ini bukan penghapusan kritik, melainkan pengakuan terhadap kontribusi objektifnya dalam membangun fondasi ekonomi dan administrasi negara modern.

Ini merupakan kelanjutan dari kebijakan yang dimulai Presiden Jokowi pada 2011, ketika gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto pertama kali diusulkan namun baru terealisasi di bawah kepemimpinan Prabowo.

Marsinah: Simbol Perjuangan Buruh yang Tak Pernah Dilupakan

Salah satu keputusan paling bersejarah adalah penganugerahan gelar kepada Marsinah, buruh pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, yang dibunuh secara kejam pada 1993 setelah memperjuangkan hak upah layak dan kebebasan berserikat.

Kasusnya menjadi simbol represi terhadap gerakan buruh di era Orde Baru. Kini, setelah lebih dari tiga dekade, negara mengakui Marsinah sebagai pejuang keadilan sosial dan HAM. Ini menjadi momentum penting bagi pengakuan terhadap perjuangan kelas pekerja dalam narasi sejarah nasional.

Mochtar Kusumaatmadja: Arsitek Hukum Internasional Indonesia

Menteri Luar Negeri era Presiden Soeharto ini dikenal sebagai tokoh hukum internasional yang memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara dan menetapkan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Ia juga salah satu tokoh di balik Deklarasi Djuanda 1957, yang menjadi fondasi klaim kedaulatan maritim Indonesia.

Gelar ini mengakui kontribusinya dalam menempatkan Indonesia sebagai kekuatan hukum di kancah global.

Rahmah El Yunusiyah: Pelopor Pendidikan Perempuan di Minangkabau

Sebagai pendiri Diniyah Putri Padang Panjang pada 1923, Rahmah El Yunusiyah adalah salah satu tokoh perempuan pertama yang memperjuangkan pendidikan modern untuk perempuan Muslim di Indonesia. Ia juga anggota Konstituante dan aktif dalam gerakan kemerdekaan.

Penganugerahan ini memperkuat representasi perempuan dalam daftar Pahlawan Nasional, yang selama ini masih minim.

Sarwo Edhie Wibowo: Jenderal yang Turut Amankan Transisi Orde Baru

Jenderal TNI ini dikenal sebagai komandan RPKAD (kini Kopassus) yang berperan dalam Operasi Trikora, Dwikora, hingga penumpasan G30S/PKI. Ia juga ayah dari Ani Yudhoyono, istri Presiden ke-6 RI. Perannya dalam stabilisasi keamanan pasca-1965 menjadi dasar utama penghargaan ini.

Tiga Tokoh Daerah: Representasi Kebangsaan yang Inklusif

Tiga tokoh lain melengkapi daftar dengan representasi lokal yang kuat:

  • Sultan Muhammad Salahuddin (NTB): Raja Bima yang menolak kolonialisme Belanda dan memperjuangkan otonomi daerah.
  • Syaikhona Muhammad Kholil (Madura): Ulama kharismatik yang mendidik tokoh-tokoh besar seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah.
  • Tuan Runda H. Ali Basaragi (Sumut): Tokoh perlawanan terhadap kolonial Belanda di Tapanuli.
  • Zainal Abidin Syah (Maluku Utara): Sultan Tidore yang memimpin perlawanan bersenjata melawan penjajah Portugis dan Belanda.

Keempatnya menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengangkat tokoh dari luar Jawa dan memperkuat narasi kebangsaan yang multikultural dan inklusif.

Makna Strategis di Balik Keputusan Prabowo

Penganugerahan gelar ini di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo yang dikenal dekat dengan kalangan militer dan nasionalis mengandung pesan politik dan historis yang dalam. Dengan memasukkan tokoh seperti Gus Dur (progresif), Soeharto (otoritarian), dan Marsinah (aktivis kiri), pemerintah tampak ingin menyatukan fragmen sejarah yang selama ini terpecah.

Ini juga bisa dibaca sebagai upaya rekonsiliasi nasional, di mana negara mengakui bahwa sejarah tidak hitam-putih melainkan kompleks, dan setiap tokoh memiliki sisi yang layak dihargai, meski tak sempurna.

Kesimpulan: Mengenang untuk Menginspirasi

Gelar Pahlawan Nasional bukan akhir dari sejarah melainkan pintu masuk bagi generasi muda untuk mempelajari, mengkritisi, dan melanjutkan perjuangan. Dengan mengangkat tokoh dari berbagai latar agama, gender, ideologi, dan geografi Indonesia menegaskan bahwa kepahlawanan tidak monolitik.

Seperti disampaikan dalam upacara resmi:

“Penghargaan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus berjuang membangun Indonesia yang lebih adil, maju, dan bersatu.” 

Dan di hari Pahlawan 2025 ini, bangsa ini sekali lagi diajak untuk mengenang bukan hanya nama, tapi semangat yang mereka wariskan.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget