Keraton Surakarta Memanas: Benowo Bantah Mandat Tedjowulan, Ungkap Penobatan Mendadak Hangabehi

Keraton Surakarta Memanas: Benowo Bantah Mandat Tedjowulan, Ungkap Penobatan Mendadak Hangabehi
Sumber :
  • Dok. Keraton Kasunanan Surakarta

KGPH Benowo langsung membantah klaim tersebut dengan tegas.

“Gusti Tedjowulan itu sebenarnya sebagai pendamping Pakubuwono XIII. Kalau pendampingnya sudah meninggal, mau mendampingi siapa?” 

Ia menegaskan bahwa jabatan Mahamenteri tidak bersifat otomatis berlanjut ke pemerintahan raja baru. Jika Tedjowulan ingin kembali mendampingi PB XIV, harus ada pengukuhan ulang secara adat yang hingga kini tidak pernah terjadi.

Lebih tajam lagi, Benowo meragukan keberadaan surat keputusan Mendagri yang diklaim sebagai dasar hukum.

“Pakai surat Menteri Dalam Negeri? Lha, Menteri Dalam Negeri ra urusan! Urusannya untuk Pemda, masa untuk keraton? Kalau keraton makar, baru urusan negara. Kalau tidak, masa mau diadili?” 

Pernyataan ini menggarisbawahi prinsip lama: keraton adalah lembaga adat-budaya, bukan entitas pemerintahan. Campur tangan birokrasi pusat dalam suksesi internal dianggap melanggar otonomi budaya Keraton Surakarta.

Sikap Benowo Soal Campur Tangan Pemerintah: “Silakan Ambil Keraton Ini”

Menariknya, KGPH Benowo justru tidak keberatan jika pemerintah memutuskan mengambil alih Keraton Surakarta akibat konflik internal.

“Silakan, saya senang kalau keraton mau diambil pemerintah. Memang pemerintah yang ngambil punyanya masih kurang?” 

Ia bahkan menyindir bahwa keraton telah lama dikontrol pemerintah, terutama sejak ditetapkan sebagai cagar budaya.

“Sudah dijadikan cagar budaya, nggak bisa apa-apa. Mau buat WC aja harus laporan… Kenapa Yogya tidak dijadikan cagar budaya juga? Ini ada tanda tanya.” 

Kritik ini menyentuh ketimpangan perlakuan negara terhadap dua keraton utama Jawa: Yogyakarta (yang memiliki status istimewa dan otonomi luas) vs Surakarta (yang sejak 1946 kehilangan status kerajaan dan hanya diakui sebagai lembaga budaya).

Latar Belakang Konflik: Dua Calon, Satu Takhta

Sejak wafatnya PB XIII, dua putranya muncul sebagai calon kuat penerus takhta:

  • KGPH Puruboyo, yang kemudian dinobatkan sebagai KGPAA Hamangkunegoro dan menggelar upacara Jumenengan Dalem Nata Binayangkare pada 15 November 2025.
  • KGPH Mangkubumi (Hangabehi), yang menobatkan diri sendiri dalam rapat keluarga pada 13 November.

Kedua pihak mengklaim legitimasi berdasarkan garis keturunan, restu internal, dan interpretasi adat. Namun, tidak ada keputusan Majelis Adat Keraton yang mengesahkan salah satunya sehingga konflik berpotensi berlarut.