Starlink di Indonesia: Apakah Layanan Satelit Ini Benar-Benar Solusi untuk Kesenjangan Digital?

Starlink di Indonesia: Apakah Layanan Satelit Ini Benar-Benar Solusi untuk Kesenjangan Digital?
Sumber :
  • starlink

Gadget – Ketika Elon Musk meluncurkan layanan Starlink di Indonesia pada Mei 2024, harapan besar muncul untuk menutup kesenjangan digital antara kota dan desa. Dengan menawarkan akses internet satelit yang dapat menjangkau wilayah terpencil, Starlink dianggap sebagai solusi inovatif bagi negara kepulauan dengan ribuan pulau seperti Indonesia.

Redmi Note 15 Pro Series Akan Dirilis Bulan Ini, Bawa Fitur Baru Pertama di Dunia!

Namun, satu tahun kemudian, realita yang muncul jauh lebih kompleks daripada sekadar janji akses internet cepat dari langit. Performa Starlink menurun drastis, biaya tinggi menjadi penghalang adopsi, dan regulasi ketat menambah tantangan.

Tantangan Internet di Negeri Kepulauan

Starlink Indonesia 2025: Harga Turun, Aturan Baru Bikin Geger!

Indonesia masih menghadapi masalah klasik yaitu kesenjangan digital antara perkotaan dan pedesaan. Meskipun pemerintah gencar mendorong digitalisasi melalui berbagai program, rendahnya penetrasi broadband dan sulitnya menjangkau wilayah-wilayah terpencil tetap menjadi hambatan signifikan.

Di sinilah Starlink datang sebagai solusi alternatif. Dengan teknologi satelit, Starlink bisa memberikan konektivitas ke tempat-tempat yang belum tersentuh oleh fiber optik atau menara seluler. Namun, layanan ini juga harus bersaing dengan Fixed Wireless Access (FWA), teknologi lokal yang semakin berkembang dan didukung oleh operator nasional seperti Telkomsel, XL, dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

Peraturan Baru: Starlink Hanya Bisa Dipakai di Tempat Tetap, Begini Alasannya!

Penurunan Performa Starlink dalam Setahun

Saat pertama kali diluncurkan, Starlink menjanjikan performa luar biasa dengan kecepatan unduh rata-rata 42 Mbps dan unggah 10,5 Mbps, cukup untuk bersaing dengan layanan nirkabel premium. Namun, dalam waktu satu tahun, performanya merosot tajam.

Data menunjukkan bahwa kecepatan unduh turun hampir dua pertiga, sementara kecepatan unggah anjlok hampir separuh. Skor pengalaman menonton video juga turun lima poin. Penyebab utama dari penurunan ini adalah kemacetan jaringan akibat lonjakan jumlah pengguna.

Lonjakan permintaan bahkan membuat Starlink sempat menutup pendaftaran pelanggan baru. Ketika dibuka kembali pada Juli 2025, calon pelanggan dihadapkan pada "biaya lonjakan permintaan" yang mencapai Rp8–9,4 juta, tergantung lokasi gateway. Biaya ini hampir tiga kali lipat dari upah rata-rata pekerja Indonesia.

Meskipun demikian, Starlink mencatat peningkatan Konsistensi Kualitas dari 24,2 persen menjadi 30,9 persen dalam satu tahun, berkat latensi yang lebih rendah dan infrastruktur yang makin matang.

Perbandingan Starlink vs FWA

Di atas kertas, Starlink unggul dalam kecepatan unduh, tetapi Fixed Wireless Access (FWA) menang dalam tiga aspek penting lainnya:

  • Kecepatan Unggah: FWA menawarkan kecepatan unggah yang lebih stabil.
  • Konsistensi Kualitas: FWA mencapai skor hampir 50% dalam metrik kualitas, jauh di atas Starlink.
  • Pengalaman Video: FWA menunjukkan performa yang lebih baik dalam hal streaming video.

Namun, FWA memiliki kelemahan besar yaitu cakupan. Wilayah terpencil dan pulau-pulau kecil sulit dijangkau karena biaya pembangunan menara dan jaringan backhaul yang tinggi.

Telkomsel mendominasi pasar FWA dengan layanan Orbit, yang tumbuh 31 persen menjadi 1,1 juta pelanggan pada tahun 2023. XL dan IOH juga ikut bersaing melalui layanan seperti HiFi Air, yang diluncurkan seiring ekspansi jaringan 4G/5G nasional bekerja sama dengan Nokia.

Koneksi dari Langit, Tantangan di Bumi

Secara geografis, teknologi satelit seperti Starlink memiliki keunggulan alami. Layanan ini mampu memberikan performa yang relatif seragam secara nasional, termasuk di wilayah timur seperti Maluku dan Papua, di mana FWA belum punya pijakan kuat.

Namun, stabilitas sinyal Starlink di pedesaan masih lemah, sementara FWA justru menunjukkan keandalan yang lebih baik di wilayah padat seperti Jawa dan Sumatra. Oleh karena itu, Starlink bukan pengganti fiber atau FWA, tetapi lebih tepat sebagai pelengkap penting di area sulit dijangkau.

Rintangan Regulasi dan Isu Persaingan

Masuknya Starlink ke Indonesia mendapat restu pemerintah terutama untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan kapal pengawas laut. Namun, ada beberapa tantangan regulasi yang tidak mudah diatasi:

  • Izin Operasional: Starlink wajib mendirikan Network Operation Center (NOC) lokal agar lalu lintas datanya tidak melewati gerbang luar negeri.
  • Larangan Roaming Darat: Peraturan di Indonesia hanya mengizinkan roaming untuk kapal dan maksimal tujuh hari. Penggunaan di mobil atau area darat bisa membuat izinnya dicabut.
  • Kekhawatiran Monopoli: Otoritas Persaingan Usaha (KPPU) menyarankan Starlink dibatasi hanya untuk wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) agar tidak mengganggu pemain lokal. Namun, data Opensignal menunjukkan 17,3 persen pengguna Starlink justru berasal dari kota besar.

Antara Janji dan Realita

Setahun setelah peluncurannya, Starlink berhasil memperluas konektivitas ke wilayah-wilayah terpencil yang selama ini gelap sinyal. Namun, performanya menurun, biaya tinggi menekan adopsi, dan regulasi terus menantang eksistensinya.

Keberhasilan Starlink ke depan akan bergantung pada tiga hal utama:

  • Meningkatkan Kapasitas: Agar bisa menampung lonjakan pengguna tanpa mengorbankan performa.
  • Menjaga Stabilitas Performa: Untuk memastikan pengalaman pelanggan tetap konsisten.
  • Bersinergi dengan Teknologi Lokal: Sebagai bagian dari ekosistem digital nasional, bukan kompetitor langsung.

Jika Starlink mampu menavigasi semua tantangan ini, layanan satelit ini berpotensi menjadi bagian penting dari visi pemerintah untuk mewujudkan Indonesia yang benar-benar terkoneksi dari Sabang sampai Merauke.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget