Wajib Tonton! Video 1 Jam Ini Bocorkan Strategi Nvidia Jauh Sebelum AI Jadi Tren Global

Wajib Tonton! Video 1 Jam Ini Bocorkan Strategi Nvidia Jauh Sebelum AI Jadi Tren Global
Sumber :
  • Nvidia

Gadget – Pada 2025, Nvidia bukan lagi sekadar produsen kartu grafis ia adalah arsitek utama dari era kecerdasan buatan (AI). Dengan kapitalisasi pasar yang menembus Rp83.000 triliun, dominasi hampir mutlak di pasar chip AI, dan GPU seperti H100 serta Blackwell yang menjadi komoditas paling dicari di dunia teknologi, Nvidia kini berdiri di puncak piramida Silicon Valley.

Krisis VRAM Melanda! NVIDIA Tak Lagi Kirim Chip Memori ke Mitra GPU

Di balik kejayaan itu berdiri sosok ikonik: Jensen Huang, sang CEO dengan jaket kulit hitam yang kini menjadi simbol status di dunia tech. Namun, sebelum ia dipuja bak dewa teknologi, ia pernah berdiri di panggung kampus Stanford University bukan sebagai nabi AI, melainkan sebagai pemimpin perusahaan yang sedang berjuang mempertahankan relevansi.

Baru-baru ini, algoritma YouTube menyarankan sebuah video berdurasi lebih dari satu jam, direkam pada 24 Juni 2011. Di dalamnya, Jensen Huang muda berbicara dengan kerendahan hati, keraguan, dan kejujuran intelektual yang jarang terlihat di panggung tech modern. Namun, ketika ditonton ulang di tahun 2025, video tersebut terasa seperti naskah rahasia yang menubuatkan kebangkitan Nvidia bukan lewat ramalan, tapi lewat blueprint strategis yang disusun batu demi batu.

Google Ingatkan Bahaya Percaya Penuh pada AI, Sundar Pichai Beberkan Risikonya

Artikel ini mengurai tiga pelajaran abadi dari video lawas itu: penolakan terhadap "visi", seni "memakan diri sendiri", dan mentalitas "hampir mati" semuanya menjadi fondasi kekaisaran AI yang kita saksikan hari ini.

"Kami Tidak Punya Visi Kami Punya Perspektif"

27 HP Xiaomi Resmi Kebagian HyperOS 3 Global, Ini Daftar Lengkap Update November 2025

Di era di mana setiap founder startup berlomba menyatakan visi mengubah dunia, Jensen Huang justru menolak kata “visi”. Dalam kuliahnya di Stanford, ia berkata:

“Visi itu kata yang terlalu berat. Itu menyiratkan Anda punya bola kristal, tahu pasti apa yang akan terjadi.”

Alih-alih visi, Jensen menawarkan “perspektif”:

“Kami tidak punya visi. Kami punya perspektif bahwa grafis komputer akan menjadi media ekspresi paling penting.”

Perbedaan ini bukan semantik melainkan filosofi manajemen yang menentukan nasib perusahaan.

  • Visi membuat perusahaan kaku, terikat pada skenario ideal.
  • Perspektif membuat perusahaan adaptif, siap mengikuti arus perubahan.

Ketika tim Nvidia menyadari bahwa GPU bisa digunakan tidak hanya untuk game, tapi juga untuk komputasi paralel berkecepatan tinggi, mereka tidak ragu mengalihkan fokus meski pasar AI belum eksis. Mereka tidak menunggu tren datang; mereka membangun jembatan untuk menyambutnya.

Inilah akar dari Accelerated Computing, filosofi inti Nvidia hari ini: bukan memprediksi masa depan, tapi membangun infrastruktur yang akan dibutuhkan kapan pun masa depan itu tiba.

Seni "Memakan Diri Sendiri": Keberanian Membunuh Produk Andalan

Salah satu momen paling mengejutkan dalam video 2011 adalah ketika Jensen membahas keberanian membunuh produk sendiri.

Pada awal 2010-an, Nvidia adalah raja fixed-function graphics chip yang hanya bisa melakukan tugas grafis tertentu. Tapi Jensen melihat jalan buntu. Ia tahu industri akan berubah. Maka, ia mengambil keputusan radikal: mengubah GPU menjadi programmable.

Keputusan ini melahirkan CUDA (Compute Unified Device Architecture) pada 2006 platform yang memungkinkan developer menggunakan GPU untuk apa saja, termasuk simulasi ilmiah, pemrosesan data, dan belakangan pelatihan neural network.

Namun, di masanya, CUDA dianggap bencana finansial. Investor Wall Street protes:

“Buat apa bikin chip grafis yang bisa diprogram? Orang cuma mau main Crysis!”

Tapi Jensen bersikeras. Ia tahu: jika Anda tidak memakan produk Anda sendiri, pesaing yang akan melakukannya.

Kini, CUDA adalah pondasi tak tergantikan dari ekosistem AI global. OpenAI, Google DeepMind, Meta, dan ribuan startup AI semuanya bergantung pada CUDA untuk melatih model mereka. Tanpa keputusan “rugi jangka pendek” itu, revolusi AI mungkin tak akan berjalan di atas chip Nvidia.

Akrab dengan "Hampir Mati": Mentalitas Startup yang Bertahan Hingga Jadi Raksasa

Yang paling menyentuh dari video 2011 adalah kerendahan hati Jensen saat bercerita tentang kegagalan awal Nvidia.

Ia mengenang NV1, produk pertama Nvidia tahun 1995, yang gagal total karena bersikeras menggunakan Quadratic Texture Mapping sementara industri sudah beralih ke polygon-based rendering. Akibatnya, perusahaan hanya punya cukup uang untuk 30 hari operasional.

Alih-alih bertahan pada ego, Jensen dan tim membuang seluruh teknologi NV1, beralih ke standar industri, dan mengebut pengembangan RIVA 128 (NV3) hanya dalam 6 bulan keputusan yang menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.

“Definisi startup adalah entitas yang selalu dalam kondisi hampir bangkrut,” katanya.

Mentalitas ini yang ia sebut “Intellectual Honesty” (kejujuran intelektual untuk mengakui kesalahan dengan cepat) tetap ia pertahankan hingga hari ini. Bahkan di puncak kejayaan AI, Jensen mengaku masih bangun setiap pagi dengan rasa cemas bahwa Nvidia bisa runtuh kapan saja.

Inilah yang membedakan Nvidia dari banyak raksasa tech lain: kesadaran bahwa dominasi bukan jaminan kelangsungan hidup.

Dari Stanford ke Blackwell: Janji yang Ditepati

Di akhir sesi tanya jawab, seorang mahasiswa bertanya tentang masa depan. Jensen menjawab setengah bercanda:

“Saya ingin pekerjaan ini (CEO) sampai saya umur 80 tahun.”

Penonton tertawa. Tapi kini, lebih dari 14 tahun kemudian, ucapan itu terdengar seperti sumpah. Rambutnya memutih, jaket kulitnya mungkin lebih mahal, tapi esensi pemikirannya tak berubah.

Ia tidak menciptakan AI. Ia hanya membangun bendungan selama 30 tahun, menunggu hujan turun. Dan ketika badai AI akhirnya datang, hanya Nvidia yang punya wadah yang cukup besar untuk menampungnya.

Mengapa Video Ini Wajib Ditonton di 2025?

Video Jensen Huang di Stanford 2011 bukan sekadar arsip sejarah ia adalah manual strategi untuk inovasi jangka panjang. Di tengah gemuruh AI yang sering dianggap sebagai “ledakan instan”, video ini mengingatkan kita bahwa:

  • Kesuksesan besar lahir dari keputusan menyakitkan di masa lalu
  • Teknologi bukan soal prediksi, tapi kesiapan infrastruktur
  • Perusahaan terbaik bukan yang paling pintar meramal, tapi yang paling berani berubah

Bagi entrepreneur, engineer, atau siapa pun yang ingin memahami rahasia ketahanan dalam dunia tech yang berubah cepat, video ini adalah kursus masterclass gratis dari salah satu pemikir paling visioner (atau tepatnya: paling perspektif) di era modern.

Tonton video lengkapnya di sini:
https://www.youtube.com/watch?v=Xn1EsFe7snQ

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget