Eks Admin Judol Ungkap Kekejaman di Kamboja: Rekan Tewas Disiksa, Mental Hancur
- shopeepay
Gadget – Febby Febriadi, seorang pemuda asal Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, membagikan pengalaman pahitnya selama bekerja sebagai admin situs judi online (judol) di Kamboja. Dalam rentang waktu April hingga November 2024, ia menyaksikan langsung kekejaman yang terjadi di balik industri judol, termasuk kematian tragis rekannya akibat penyiksaan.
Penyiksaan Brutal karena Target Tak Tercapai
Febby mengungkapkan bahwa rekannya tewas setelah disiksa selama tiga hari berturut-turut di sebuah ruangan tertutup. Penyiksaan tersebut dilakukan oleh seorang algojo asal Indonesia karena korban gagal memenuhi target 100 transaksi untuk warga Indonesia bermain judol. Korban disetrum, dipukul, dan tidak diberi makan hingga akhirnya meninggal dunia.
"Teman mati karena disetrum, enggak dikasih makan. Penyiksaan di ruangan tertutup gitu," kata Febby kepada wartawan pada Jumat, 18 April 2025.
Dampak Psikologis yang Mendalam
Kematian rekannya memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi Febby dan rekan-rekan lainnya. Mereka tidak menyangka bahwa bekerja di industri judol di Kamboja bisa berujung pada kekerasan fisik dan mental yang ekstrem. "Melihat teman sampai mati itu bikin mental semua (teman) hancur," ungkap Febby.
Kesulitan untuk Pulang ke Tanah Air
Setelah menyaksikan kekejaman tersebut, Febby memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Namun, ia dihadapkan pada tuntutan perusahaan untuk membayar penalti sebesar Rp 23 juta jika ingin mengakhiri kontrak kerja sebelum satu tahun. Biaya tersebut mencakup transportasi, pembuatan paspor, dan jalur VIP.
"Tebusan gue pribadi itu sampai Rp 23 juta. Itu bayar ke perusahaan, cash. Karena dari Rp 23 juta itu dihitung dari biaya transport goa berangkat, pembuatan paspor, sama jalur VIP segala macem," jelasnya.
Perjuangan untuk Kembali dan Pemulihan Mental
Pada November 2024, Febby akhirnya membayar penalti tersebut dan diizinkan pulang ke Indonesia. Namun, trauma yang dialaminya selama bekerja di Kamboja membuatnya harus menjalani perawatan psikologis. "Tapi gue balik dari Kamboja pun langsung ke psikiater karena gue ngerasa kayak mental gue benar-benar hancur banget gitu. Ketemu orang pun gue sekarang takut," imbuh dia.