Terungkap! Peran Direktur JAKTV dan 2 Advokat di Kasus Ganggu Penyidikan Kejagung
- Indrianto Eko Suwarso-Antara
Gadget – Narasi publik tidak selalu netral. Dalam kasus yang dibuka Kejaksaan Agung awal pekan ini, narasi justru menjadi alat untuk mengganggu jalannya hukum. Kejagung menetapkan tiga orang sebagai tersangka obstruction of justice dalam penanganan tiga perkara korupsi besar.
Mereka berasal dari latar yang berbeda: Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan JAKTV; Marcella Santoso, seorang advokat; serta Junaedi Saibih, akademisi hukum yang juga berprofesi sebagai pengacara. Ketiganya diduga merancang dan menyebarkan opini negatif yang diarahkan untuk menyudutkan Kejaksaan Agung dalam perkara korupsi timah, impor gula, dan ekspor crude palm oil (CPO).
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyebut bahwa narasi negatif itu disusun secara sistematis. "Persekongkolan ini dimulai saat MS dan JS memerintahkan TB untuk membuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung," ujar Qohar seperti dikutip dalam laporan tvonenews.com (22 April 2025).
Narasi itu tidak berhenti di ruang diskusi tertutup. Menurut Kejagung, Junaedi turut menyusun perhitungan kerugian negara versi sendiri yang menyanggah versi resmi penyidik. Materi tersebut kemudian disampaikan dalam forum-forum publik, mulai dari seminar hingga podcast, sebelum akhirnya dipublikasikan lewat berbagai kanal media online dan siaran JAKTV.
"TB menuangkan narasi yang sudah dibuat JS ke dalam berita di sejumlah media sosial dan media online," kata Qohar dalam keterangan yang sama, dikutip tvonenews.com.
Skema penyebaran konten disebut melibatkan platform resmi JAKTV, termasuk TikTok dan YouTube, yang dijadikan corong untuk menyampaikan opini yang sejalan dengan kepentingan pihak-pihak tersebut. Tak hanya itu, Qohar juga menyebut bahwa seminar dan talkshow dibiayai oleh Marcella dan Junaedi. Bahkan demonstrasi yang terjadi di sejumlah titik juga disebut bagian dari strategi yang sama.
Tujuan utama mereka, menurut Kejagung, adalah membentuk opini publik yang meragukan kredibilitas penyidik dan memengaruhi jalannya persidangan. “Mereka berharap perkara bisa dibebaskan, atau minimal mengganggu konsentrasi penyidik,” ujar Qohar, dikutip dari sumber yang sama.