Sound Horeg vs Fatwa MUI: Aksi Baru dengan Label 'Halal', Apa Pesannya?
- X
Beberapa komentar lainnya juga menyoroti bagaimana fenomena ini bukan sekadar masalah moral atau agama, tetapi juga soal ketertiban umum dan penghormatan terhadap lingkungan. Sound horeg kerap diiringi tarian-tarian provokatif, pakaian minim, bahkan vandalisme yang merusak fasilitas umum seperti pagar, genteng, dan kaca rumah warga.
Latar Belakang Kontroversi Sound Horeg
Sound horeg telah lama menjadi sorotan, khususnya di wilayah Jawa Timur. Awalnya, parade ini hanya diisi dengan musik keras dan lampu-lampu hias, namun seiring waktu, aktivitasnya semakin ekstrem. Beberapa pawai bahkan melibatkan tarian vulgar, pria berdandan feminin, hingga aksi vandalisme yang merusak properti milik masyarakat.
MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa haram atas aktivitas sound horeg, menyebutnya sebagai bentuk hiburan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, parade ini juga dianggap mengganggu ketertiban umum, merusak moral, dan berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat.
Namun, aksi terbaru dengan pencatutan simbol halal membuat fenomena ini semakin dinilai sebagai bentuk pembangkangan dan tantangan terhadap otoritas keagamaan. Banyak yang menyebut bahwa ini bukan hanya soal protes terhadap larangan, tetapi juga bentuk satirikal yang bisa memperkeruh suasana.
Perang Simbol dan Perlawanan Ekstrem
Aksi pencatutan logo halal oleh pelaku sound horeg menunjukkan betapa eskalasinya perang simbol dalam kontroversi ini. Daripada mencari solusi yang rasional, mereka justru memilih cara yang lebih provokatif untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap fatwa MUI.