Subscribers Jutaan, Tapi Views Anjlok: Apa yang Terjadi pada Nas Daily?
- lifehack
Nas Daily, nama yang dulu begitu populer di jagat media sosial, kini mulai jarang terdengar gaungnya. Di masa kejayaannya, kanal YouTube dan Facebook milik Nuseir Yassin—pria keturunan Arab-Israel yang lebih dikenal dengan nama Nas Daily—menjadi tontonan favorit jutaan orang. Dengan video berdurasi satu menit yang penuh semangat, ia berhasil membungkus cerita dari berbagai negara dengan gaya cepat, optimis, dan mudah dicerna. Namun, belakangan banyak yang menilai bahwa performa kanal ini mengalami penurunan signifikan. Meski jumlah pelanggan (subscriber) masih besar, jumlah tayangan per video justru merosot drastis.
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa sebuah kanal yang sempat menjadi ikon global kini dipandang tidak lagi sekuat dulu?
Awal Popularitas
Pada awal kemunculannya, Nas Daily menawarkan sesuatu yang berbeda. Konten berdurasi singkat dengan narasi cepat, visual yang kuat, serta pesan optimis membuat penonton merasa terhibur sekaligus tercerahkan. Saat itu, media sosial sedang haus akan video ringan namun bermakna. Dengan konsistensinya, Nas berhasil membangun citra sebagai pencerita dunia (storyteller) yang menyatukan beragam budaya.
Namun, tren digital bergerak cepat. Seiring meningkatnya ekspektasi audiens, konten yang dulu terasa segar kini mulai dianggap repetitif. Ditambah lagi, sejumlah kontroversi membuat reputasi Nas Daily goyah.
Kontroversi dan Kritik Etika
Salah satu faktor yang paling banyak disorot adalah persoalan etika. Nas Daily dituding beberapa kali mengeksploitasi budaya lokal tanpa memperhatikan sensitivitas masyarakat setempat. Kasus yang paling ramai dibicarakan adalah ketika ia membuat konten tentang seniman tato tertua di Filipina. Publik mempertanyakan apakah komunitas adat benar-benar dilibatkan dalam proses tersebut atau sekadar dijadikan objek tontonan.
Selain itu, Nas juga dikritik karena mempromosikan tokoh atau entitas yang kemudian terbukti bermasalah, misalnya sosok di dunia kripto yang akhirnya tersandung kasus hukum. Tuduhan kurangnya transparansi dalam urusan sponsor atau kerjasama brand pun ikut memperburuk citra. Akibatnya, sebagian penonton merasa ada kesenjangan antara pesan yang disampaikan dan praktik di balik layar.