Presiden Persija Ungkap Pilihan Mengejutkan Antara Kluivert dan Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia
- Istimewa
Gadget – Presiden Persija Jakarta, Mohamad Prapanca, ikut menyoroti performa Timnas Indonesia usai kekalahan 2-3 dari Arab Saudi di laga perdana putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Bagi Prapanca, kekalahan tersebut bukan semata soal keberuntungan, tetapi menyangkut keputusan Patrick Kluivert dalam melakukan rotasi dan perubahan formasi besar-besaran dibanding era Shin Tae-yong.
Menurutnya, apa yang dilakukan Kluivert cukup mengejutkan karena susunan pemain di era STY sebelumnya sudah menunjukkan soliditas dan kekompakan tinggi.
“Saya lihat cukup janggal ya, karena beberapa pemain sudah beradaptasi sekian lama dan memiliki chemistry yang kuat,” ujar Prapanca dalam program One On One di tvOne.
Rotasi Kluivert Dinilai Ganggu Stabilitas Tim
Prapanca menilai, rotasi ekstrem yang dilakukan Kluivert membuat keseimbangan permainan Garuda terganggu.
Ia bahkan menyoroti absennya dua pilar utama, Rizky Ridho dan Jordi Amat, di lini pertahanan, yang menurutnya berpengaruh besar terhadap terjadinya kebobolan dari Arab Saudi.
“Bukannya saya bicara sebagai Presiden Persija, tapi ini soal kestabilan tim. Ketika lini belakang berubah total, pasti ada dampaknya terhadap hasil akhir,” jelasnya.
Kekalahan 2-3 itu pun memunculkan pertanyaan besar soal pendekatan taktik yang digunakan Kluivert. Banyak pengamat menilai formasi 4-3-3 ala pelatih asal Belanda tersebut terlihat seperti eksperimen di momen yang seharusnya menjadi ajang serius menentukan nasib Indonesia menuju Piala Dunia 2026.
Kluivert vs Shin Tae-yong: Siapa Lebih Tepat untuk Indonesia?
Prapanca kemudian membandingkan gaya kepelatihan Kluivert dan Shin Tae-yong.
Menurutnya, Kluivert memiliki karakter permainan yang lebih menyerang, sementara Shin Tae-yong lebih fokus pada kedisiplinan bertahan dan serangan balik cepat.
“Mungkin Coach Patrick ingin memberikan jam terbang pada pemain, tapi dua laga terakhir ini bukan waktunya untuk coba-coba,” ujar Prapanca.
Ia menilai bahwa keduanya memiliki filosofi berbeda yang sama-sama menarik, namun konteks kompetisi Asia memerlukan pendekatan yang realistis dan teruji.
“Kalau dilihat dari pengalaman, Shin Tae-yong jelas punya keunggulan karena pernah membawa tim ke Piala Dunia. Sedangkan Coach Patrick punya pengalaman besar sebagai pemain, tapi belum selevel itu sebagai pelatih,” tambahnya.
Pengalaman Jadi Pembeda
Prapanca menilai, faktor pengalaman menjadi kunci penting dalam menentukan siapa yang paling cocok menukangi Timnas Indonesia.
Ia menyoroti bahwa seorang pelatih bukan hanya dituntut untuk paham taktik, tetapi juga harus mampu memahami psikologi pemain dan dinamika ruang ganti.
“Pengalaman mengatur strategi dan memahami mental pemain itu penting. Setiap pelatih punya karakter berbeda antara Asia dan Eropa, tapi pendekatan ke pemain lokal harus disesuaikan,” tuturnya.
Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa Prapanca lebih condong kepada pendekatan realistis seperti yang diterapkan Shin Tae-yong selama masa kepelatihannya, di mana fokusnya bukan hanya pada permainan indah, tetapi juga hasil.
Komentar Mohamad Prapanca mencerminkan pandangan realistis dari seorang tokoh sepak bola nasional yang memahami kondisi Timnas Indonesia.
Ia tidak sekadar menilai hasil pertandingan, tetapi juga menyoroti pentingnya konsistensi, adaptasi strategi, dan kedewasaan taktik.
Dalam konteks itu, perbandingan antara Patrick Kluivert dan Shin Tae-yong bukan sekadar soal nama besar, melainkan siapa yang paling mampu membaca karakter pemain Indonesia dan mengubah potensi menjadi prestasi nyata.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |