Gegara Tulisan ‘Saya Cinta Nabi Muhammad’, Ribuan Muslim di India Ditangkap Polisi!
- india
Sebuah kalimat sederhana yang seharusnya melambangkan cinta dan penghormatan kini berubah menjadi sumber ketegangan di India. Ungkapan “I Love Mohammed” atau “Saya Cinta Nabi Muhammad”, yang biasanya digunakan umat Islam untuk mengekspresikan kecintaan mereka saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, kini justru memicu kemarahan aparat dan berujung pada penangkapan, pembongkaran rumah, hingga tuduhan kriminal terhadap ribuan warga Muslim.
Sejak awal September, situasi ini terus memanas. Polisi di berbagai negara bagian India melakukan razia besar-besaran terhadap siapa pun yang kedapatan menulis, mengenakan atribut, atau mengunggah kalimat tersebut di media sosial. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana ekspresi keagamaan yang seharusnya damai kini berubah menjadi alat politik dan simbol perpecahan di negara berpenduduk Muslim terbesar ketiga di dunia itu.
Menurut catatan Asosiasi untuk Perlindungan Hak Sipil (APCR), hingga pertengahan Oktober, setidaknya terdapat 22 kasus resmi yang dilaporkan, melibatkan lebih dari 2.500 warga Muslim. Dari jumlah tersebut, 40 orang telah ditangkap, mayoritas di wilayah yang dikuasai Partai Bharatiya Janata (BJP) — partai nasionalis Hindu yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi.
“Cinta” yang Dianggap Ancaman
Lalu, mengapa kalimat penuh kasih itu dianggap berbahaya? Banyak pengamat menilai, masalahnya bukan pada isi pesan, melainkan pada konteks politik yang melingkupinya.
Menurut juru bicara APCR, fenomena ini merupakan bagian dari politik identitas yang semakin menajam di India. Ia menjelaskan bahwa “kalimat ‘I Love Mohammed’ sebenarnya tidak melanggar hukum apa pun. Namun, di bawah pemerintahan yang semakin intoleran, ekspresi Islam justru diperlakukan sebagai bentuk provokasi.”
Pernyataan ini menggambarkan meningkatnya Islamofobia yang dilegitimasi oleh kebijakan politik. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai bentuk ekspresi keagamaan Muslim — mulai dari pemakaian hijab di sekolah, penggunaan pengeras suara untuk azan, hingga penamaan jalan atau tempat dengan unsur Islam — sering dijadikan bahan polemik oleh kelompok nasionalis Hindu. Kini, bahkan ungkapan cinta kepada Nabi Muhammad pun dianggap sebagai ancaman terhadap “ketertiban umum”.
Politik yang Menyulut Ketegangan
Sejak Partai BJP naik ke tampuk kekuasaan, ruang bagi ekspresi agama minoritas semakin menyempit. Pemerintah yang dipimpin Modi berulang kali dituduh menggunakan sentimen keagamaan untuk memperkuat dukungan politik di kalangan mayoritas Hindu.
Pakar politik India, seperti yang dikutip dari laporan APCR, menyebut bahwa tindakan terhadap warga Muslim yang mengekspresikan kecintaan pada Nabi Muhammad ini bukan semata masalah hukum, melainkan strategi untuk menegaskan dominasi politik mayoritas. Pemerintah, kata mereka, berusaha menampilkan seolah-olah ekspresi keagamaan Islam adalah ancaman terhadap harmoni sosial.
Kebijakan semacam ini, lanjut para pengamat, menciptakan atmosfer ketakutan di kalangan umat Islam. Banyak yang akhirnya memilih diam, bahkan menghapus unggahan di media sosial karena khawatir menjadi sasaran polisi.
Rumah Dirobohkan, Hukum Dikesampingkan
Gelombang represi ini tidak berhenti pada penangkapan. Di wilayah Bareilly, Uttar Pradesh, ketegangan meningkat setelah ratusan warga turun ke jalan memprotes tindakan aparat terhadap para penulis kalimat “I Love Mohammed”. Aksi itu berujung bentrokan dengan polisi.
Salah satu tokoh agama terkenal, Maulana Tauqeer Raza, ikut ditangkap karena dianggap memprovokasi massa. Tak hanya itu, empat bangunan miliknya dirobohkan oleh otoritas setempat tanpa ada proses hukum.
Peristiwa semacam ini bukan yang pertama. Dalam beberapa tahun terakhir, perobohan rumah milik warga Muslim telah menjadi pola yang berulang di berbagai wilayah India. Pemerintah daerah berdalih bahwa bangunan-bangunan tersebut “ilegal”, namun investigasi menunjukkan bahwa pembongkaran sering dilakukan tanpa pemberitahuan, tanpa perintah pengadilan, dan dengan motif politik.
Padahal, Mahkamah Agung India telah menegaskan bahwa tindakan pembongkaran rumah tidak boleh dijadikan bentuk hukuman, apalagi dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah. Namun, di lapangan, keputusan pengadilan sering kali tidak diindahkan.
Demokrasi dalam Ujian
Fenomena ini menunjukkan bagaimana demokrasi India, yang selama puluhan tahun dipuji sebagai contoh toleransi di Asia Selatan, kini menghadapi tantangan besar. Ketika ekspresi sederhana seperti “Saya Cinta Nabi Muhammad” bisa berujung pada penangkapan, muncul pertanyaan mendasar: apakah kebebasan beragama dan berekspresi masih memiliki tempat di India modern?
Bagi banyak warga Muslim, situasi ini menimbulkan rasa tidak aman dan ketidakpercayaan terhadap aparat negara. Mereka merasa menjadi warga kelas dua di tanah air sendiri.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia menyerukan kepada pemerintah India untuk menghentikan praktik diskriminatif dan menjamin perlindungan hukum bagi semua warga negara tanpa memandang agama. Dunia internasional pun mulai menyoroti kebijakan represif ini, terutama setelah beberapa video penangkapan beredar luas di media sosial dan memicu kecaman global.
Cinta yang Dibelokkan
Pada akhirnya, peristiwa ini memperlihatkan bagaimana sebuah kalimat cinta bisa dibelokkan menjadi simbol kebencian akibat politik identitas. “I Love Mohammed” seharusnya menjadi ungkapan damai, bukan alasan untuk menindas.
Namun di India hari ini, cinta justru dijadikan alat untuk mengukur kesetiaan terhadap ideologi mayoritas. Sementara hukum dan kemanusiaan terpinggirkan oleh kepentingan politik.
Bagi jutaan umat Islam di India, menulis “Saya Cinta Nabi Muhammad” kini bukan lagi sekadar ekspresi iman — melainkan tindakan keberanian yang bisa berujung penjara. Sebuah ironi di negeri yang konstitusinya menjunjung tinggi kebebasan beragama.