Belum Genap Setahun, Kepala Daerah Sudah Ditangkap KPK - Ada Apa?

Belum Genap Setahun, Kepala Daerah Sudah Ditangkap KPK - Ada Apa?
Sumber :
  • KPK
  • Rp800 juta uang tunai
  • 7 pejabat daerah, termasuk Sekretaris Dinas PUPR dan lima Kepala UPT
  • Abdul Wahid dan ajudannya di sebuah kafe di Pekanbaru
TNI AU Resmi Punya Airbus A400M, Ini Fitur Canggihnya yang Bikin Kaget

Total uang yang telah mengalir ke rekening pribadi sang gubernur sejak Juni 2025 mencapai Rp4,05 miliar.

Modus Lama, Kemasan Baru: Pola Korupsi yang Tak Pernah Berubah
Pakar tata kelola dari Transparansi Internasional Indonesia (TII), Agus Sarwono, menegaskan: modus korupsi kepala daerah masih sangat konvensional, tetapi kini lebih sistematis dan melibatkan banyak pihak.

TV Samsung Layar Besar: Transformasi Hiburan Keluarga yang Spektakuler

Beberapa pola yang terus berulang:

  • Pemanfaatan anggaran publik untuk kepentingan pribadi
  • Pungutan liar dari bawahan dengan dalih “sumbangan”
  • Main mata dalam perizinan proyek
  • Mark-up anggaran proyek infrastruktur
Elkan Baggott Makin Bersinar di Inggris Saat Timnas Indonesia Terpuruk

Yang membedakan kasus Riau adalah mekanisme “fee” yang terstruktur, hampir seperti sistem franchise korupsi—di mana setiap penambahan anggaran otomatis memicu kewajiban setoran.

Akar Masalah #1: Ongkos Politik yang Tak Masuk Akal

Salah satu penyebab utama korupsi pasca-pilkada adalah biaya politik yang luar biasa mahal. Menurut data KPK, modal kampanye kepala daerah bisa mencapai Rp20–100 miliar.

“Konsekuensi logis dari modal besar adalah mengembalikannya dengan cara yang besar juga,” ujar Agus Sarwono. 

Kepala daerah yang terpilih dengan utang kampanye besar merasa tertekan untuk segera ‘balik modal’. Karena gaji resmi tidak mencukupi, mereka mencari jalan pintas:

  • Meminta “sumbangan” dari dinas
  • Memainkan proyek APBD
  • Menjual izin usaha atau tambang

Ironisnya, banyak dari biaya ini tidak tercatat dalam laporan resmi—seperti “biaya siluman” untuk dukungan penegak hukum, anggota DPR, atau kelompok masyarakat tertentu.

Akar Masalah #2: Sistem yang Masih Memberi Celah

Lakso Anindito, Ketua IM57+ Institute, menyoroti desain sistem pemerintahan daerah yang masih rentan disalahgunakan.

“Kepala daerah melihat kekuasaannya sebagai sumber pendapatan pribadi, bukan amanah publik,” katanya.

Beberapa celah struktural:

  • Kekuasaan eksekutif terlalu dominan dalam penganggaran
  • Pengawasan legislatif lemah atau ikut terlibat
  • Minimnya transparansi pengeluaran tidak langsung
  • Budaya patronase yang mengakar di birokrasi daerah

Tanpa reformasi sistemik, kasus seperti “jatah preman” akan terus muncul—hanya berganti nama dan aktor.

Rekor Riau: Empat Gubernur Ditangkap KPK—Apa Penyebabnya?

Halaman Selanjutnya
img_title