Ini Kronologis Lengkapnya! Bentrokan Ormas dan Debt Collector Ricuh di Daan Mogot
- Tangkapan layar unggahan Instagram @pokdar_kapuk
Gadget – Jakarta Barat digemparkan dengan insiden kekerasan antarkelompok pada Senin, 10 November 2025 siang. Bentrokan antara ormas dan kelompok debt collector (dikenal dengan sebutan “matel” atau mata elang) meletus di kawasan Cengkareng, tepatnya di sekitar Jalan Daan Mogot salah satu koridor lalu lintas tersibuk di ibu kota.
Peristiwa yang berlangsung sekitar pukul 12.30 WIB ini tidak hanya memicu kepanikan warga, tetapi juga menyebabkan kemacetan parah dan satu korban luka berat yang tergeletak bersimbah darah di tengah jalan. Meski situasi kini telah kondusif usai mediasi polisi, insiden ini mengungkap kembali kerentanan sosial akibat praktik penagihan kendaraan yang kerap memicu konflik horizontal.
Artikel ini menyajikan kronologi lengkap, dugaan pemicu, respons aparat keamanan, serta analisis mengapa bentrokan semacam ini terus berulang di Jakarta.
Awal Mula: Ketegangan yang Meledak Saat Makan Siang
Menurut kesaksian Irma (38), seorang pedagang di sekitar lokasi, suasana awalnya tenang seperti hari biasa. Namun, segalanya berubah dalam hitungan menit.
“Tiba-tiba ada yang datang ramai gerombolan, ada yang pakai helm, bawa bambu, bawa batu,” ungkap Irma kepada Kompas.com.
Gerombolan tersebut yang belakangan diketahui berasal dari ormas Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB) langsung menuju gerbang masuk kawasan ruko tempat kantor debt collector beroperasi.
“Mereka itu ngarahnya ke gerbang masuk sini, ternyata nyariin matel. Terus enggak lama jadi berantem lah itu, lempar-lemparan,” tambahnya.
Adegan saling lempar batu dan kayu ini membuat warga sekitar panik. Sejumlah pengendara menghindar, sementara pedagang menutup lapak demi keselamatan.
Dugaan Pemicu: Penarikan Paksa Motor Milik Anggota Ormas
Berdasarkan informasi dari saksi dan pihak ormas, bentrokan bermula dari dugaan penarikan paksa sepeda motor milik salah satu anggota BPPKB beberapa hari sebelumnya.
“Kata salah satu si ormasnya itu, ada yang motornya diambil. Terus kayaknya enggak tahu ngadu apa gimana ke temen-temennya mungkin ya, jadilah ribut itu,” jelas Irma.
Praktik penarikan kendaraan oleh debt collector meski secara hukum bisa dibenarkan jika ada wanprestasi sering kali dilakukan tanpa prosedur resmi, memicu amarah keluarga atau komunitas korban. Dalam banyak kasus, tidak adanya saluran penyelesaian damai membuat konflik berujung pada kekerasan fisik.