Terbongkar! Modus Pengungsian Warga Gaza Menuju Indonesia dengan Bayaran Fantastis
- UN
Kisah perjalanan Bashir, seorang warga Gaza, kembali membuka babak baru mengenai jaringan penipuan yang menyasar para korban perang. Melalui kesaksiannya kepada Anadolu, ia membeberkan bagaimana dirinya tergiur janji untuk bisa meninggalkan Gaza dan mengungsi ke Indonesia dengan membayar 1.400 dolar AS atau sekitar Rp23,4 juta. Janji itu disebut berasal dari sebuah organisasi bernama Al Majd Eropa, yang berkantor di Yerusalem Timur.
Perjalanan Bashir menggambarkan betapa putus asanya warga Gaza untuk keluar dari zona konflik. Sejak serangan besar yang meletus pada 7 Oktober 2023, wilayah itu terus digempur tanpa henti. Infrastruktur hancur, layanan kesehatan lumpuh, dan akses keluar tertutup rapat. Dalam situasi yang terus memburuk itu, Bashir mulai mencari jalan keluar melalui internet.
Di tengah pencariannya, ia menemukan akun Facebook Al Majd Eropa yang menawarkan jalur evakuasi menuju Jakarta. Karena ingin menyelamatkan keluarganya, ia mencoba menghubungi nomor yang tercantum. Dari sinilah komunikasi dengan seseorang bernama Moayad dimulai. Moayad memperkenalkan diri sebagai warga Palestina yang saat itu berada di Indonesia dan bertindak sebagai perwakilan keluarga pengungsi. Penjelasan tersebut semakin meyakinkan Bashir bahwa kesempatan untuk selamat sudah di depan mata.
Walau hanya memiliki 1.600 dolar AS, Bashir tetap mengirimkan 1.400 dolar AS ke rekening seorang pria dari keluarga Zaqout di Gaza. Ia mengatakan, keputusan itu murni didorong rasa terdesak. “Hidup kami di Gaza seperti neraka. Jadi saya membayar uang itu,” tuturnya.
Tak lama setelah transaksi, Bashir mendapat pesan berisi instruksi rinci. Mulai dari titik kumpul di Khan Younis, lokasi restoran tempat mereka harus menunggu, hingga bus yang akan membawa rombongan menuju perbatasan Kerem Shalom. Pada titik ini, ia masih percaya sepenuhnya pada janji akan diterbangkan ke Indonesia.
Namun setibanya di perbatasan, ia tidak menemukan seorang pun perwakilan organisasi yang mengklaim akan mengatur perjalanan mereka. Sebaliknya, seluruh proses justru langsung berada di bawah kendali tentara Israel. Rombongan dibawa menuju Bandara Ramon di Israel, dan Bashir masih mengira bahwa itu hanyalah bagian dari prosedur menuju Jakarta.