Gaza Hancur Setara Lima Hiroshima: Dubes Palestina Bongkar Fakta Mengerikan

Heboh! Puluhan Warga Gaza Diduga Diterbangkan ke Indonesia
Sumber :
  • wiki

Pernyataan mengejutkan kembali datang dari pemerintah Palestina terkait eskalasi serangan Israel di Jalur Gaza. Menurut laporan terbaru, jumlah bom yang dijatuhkan militer Israel sejak agresi kembali memanas disebut mencapai tingkat kehancuran yang sebanding dengan lima kali bom atom yang diledakkan Amerika Serikat di Hiroshima, Jepang, pada 1945. Klaim tersebut disampaikan oleh Duta Besar Palestina untuk Austria sekaligus Pengamat Tetap untuk PBB di Wina, Salah Abdel Shafi, dalam wawancara dengan kantor berita Rusia RIA Novosti.

Heboh! Netanyahu Tiba-tiba Kunjungi Tentara Israel di Suriah

Menurut Abdel Shafi, berbagai penyelidikan internasional kini mengarah pada dugaan serius bahwa Israel memakai uranium terdeplesi dalam sejumlah serangannya. Penggunaan material tersebut dinilai sangat berbahaya karena dapat meninggalkan kontaminasi jangka panjang yang mengancam kesehatan masyarakat Gaza. Ia menegaskan, temuan tersebut bukan hanya muncul dari satu pemeriksaan, tetapi dari berbagai laporan yang terus bermunculan sepanjang agresi berlangsung.

Selain kerusakan fisik yang masif, dampak lain yang kini dirasakan penduduk Gaza adalah kondisi lingkungan yang semakin tidak aman. Air di wilayah tersebut diduga telah tercemar akibat intensitas bombardemen yang terus meningkat. Dalam pernyataannya, Abdel Shafi menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat memastikan kualitas air yang dikonsumsi warga, namun ada keyakinan kuat bahwa air, tanah, hingga udara telah terpapar kontaminasi berbahaya.

Israel Gempur Gaza, 33 Warga Tewas dalam 24 Jam, Tank Israel Menerobos Garis Gencatan Senjata

Ia menjelaskan bahwa sekitar 100.000 ton bahan peledak dijatuhkan Israel ke Gaza dalam beberapa bulan terakhir. Jika dihitung, total daya ledak tersebut setara dengan “lima bom Hiroshima”. Pernyataan keras ini sekaligus menggambarkan skala kehancuran yang jauh melampaui konflik-konflik sebelumnya.

Meskipun gencatan senjata diumumkan, situasi di lapangan disebut jauh dari kata kondusif. Abdel Shafi menilai Israel masih mempertontonkan pelanggaran terhadap kesepakatan yang seharusnya menjadi dasar penghentian kekerasan. Sepanjang Rabu (19/11/2025), serangan udara kembali menghantam beberapa titik penting di Kota Gaza, Rafah, dan Khan Younis. Akibatnya, setidaknya 23 warga dilaporkan tewas.

Terbongkar! Modus Pengungsian Warga Gaza Menuju Indonesia dengan Bayaran Fantastis

Tak hanya itu, blokade ketat terhadap bantuan kemanusiaan masih terus dilakukan. Padahal, kesepakatan gencatan menetapkan bahwa bantuan harus mengalir tanpa hambatan untuk meringankan penderitaan warga yang terdampak. Pemerintahan di Gaza menyebut Israel membatasi masuknya pasokan penting, mulai dari pemanas, insulasi, kabin sanitasi, tenda, hingga kasur dan selimut. Kondisi cuaca dingin dan hujan juga memperburuk keadaan, terutama bagi sekitar 288.000 keluarga yang kini hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Pada awal November, otoritas Gaza merinci bahwa hanya 4.400 truk berisi makanan, bahan bakar, dan kebutuhan dasar yang diizinkan masuk sejak gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober. Jumlah itu hanya sekitar 28 persen dari bantuan yang seharusnya diterima sesuai perjanjian. Rendahnya suplai membuat lembaga kemanusiaan kesulitan melakukan distribusi bantuan secara merata.

Lebih jauh, Israel juga dilaporkan memblokir lebih dari 350 jenis makanan, termasuk daging, ikan, buah-buahan, sayuran, telur, dan sejumlah produk susu. Pemblokiran ini tidak hanya menciptakan kelangkaan, tetapi juga memperburuk kondisi kesehatan warga yang telah lama hidup dalam situasi darurat.

Gaza kini memasuki fase yang digambarkan banyak pihak sebagai krisis kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern. Setelah serangan yang tak kunjung berhenti, wilayah itu membutuhkan pemulihan luar biasa besar untuk menghapus jejak kontaminasi bahan peledak dan memperbaiki infrastruktur yang nyaris runtuh total. Menurut pengamat internasional, proses pemulihan bisa memakan waktu bertahun-tahun dan membutuhkan bantuan finansial skala besar.

Namun hingga kini, jalur masuk bantuan masih kerap tersendat. Banyak negara menyuarakan perhatian dan menyerukan tekanan internasional agar semua pihak menghormati kesepakatan yang telah dibuat. Meskipun demikian, ketidakpastian tetap membayangi masa depan Gaza.

Situasi tersebut juga memunculkan kekhawatiran mengenai dampak jangka panjang terhadap generasi Gaza berikutnya. Selain trauma perang yang sulit terhapus, ancaman kesehatan akibat kontaminasi bahan berbahaya dapat menimbulkan efek berkepanjangan. Inilah sebabnya banyak pihak mendesak dilakukannya investigasi independen untuk memastikan jenis senjata yang digunakan dan dampaknya terhadap lingkungan.

Dengan perkembangan situasi yang masih fluktuatif, masyarakat internasional kini menunggu langkah-langkah konkret dari lembaga global seperti PBB untuk memastikan perlindungan bagi warga Gaza. Meski berbagai negara telah menyatakan komitmen membantu rekonstruksi, kenyataannya jalur bantuan masih menemui hambatan di lapangan.

Kondisi ini mempertegas bahwa pemulihan Gaza tidak hanya membutuhkan dana besar, tetapi juga komitmen politik dan tekanan internasional agar Israel membuka akses bantuan secara penuh. Tanpa itu, krisis kemanusiaan dapat berlangsung lebih lama dan menyisakan luka mendalam bagi seluruh penduduk yang bertahan di wilayah tersebut.