Israel Gempur Gaza, 33 Warga Tewas dalam 24 Jam, Tank Israel Menerobos Garis Gencatan Senjata

Israel Gempur Gaza
Sumber :
  • cnn

Situasi di Gaza kembali memanas. Dalam 24 jam terakhir, Israel melancarkan serangan paling agresif dalam beberapa pekan terakhir. Sedikitnya 33 warga Palestina tewas akibat serangan udara, tembakan artileri, dan drone yang menghantam wilayah padat penduduk pada Kamis (20/11/2025). Serangan beruntun ini kembali menegaskan bahwa ketegangan di Gaza masih jauh dari kata mereda.

Heboh! Netanyahu Tiba-tiba Kunjungi Tentara Israel di Suriah

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengonfirmasi bahwa 88 warga lainnya terluka, sebagian besar mengalami luka serius. Serangan tersebut menyasar rumah-rumah penduduk, jalan utama, hingga area yang selama ini diyakini masih berada dalam batas aman.

Salah satu serangan paling mematikan terjadi di Bani Suheila, sebuah kota di sisi timur Khan Younis. Sebuah rumah rata dengan tanah setelah dihantam rudal, menewaskan tiga orang, termasuk seorang bayi perempuan. Lima belas warga lainnya juga dilaporkan terluka, menambah daftar panjang korban sipil.

Gaza Hancur Setara Lima Hiroshima: Dubes Palestina Bongkar Fakta Mengerikan

Namun, yang membuat situasi makin genting adalah pergerakan tank-tank Israel yang merangsek keluar dari Garis Kuning, batas yang ditetapkan sebagai area penarikan pasukan selama gencatan senjata. Langkah ini sontak membuat puluhan warga Gaza Timur terjebak tanpa jalur evakuasi. Banyak keluarga kini berada dalam kondisi terisolasi karena tembakan terus terdengar sepanjang malam.

Kantor Media Pemerintah Gaza mengungkapkan bahwa tank dan pasukan Israel telah menerobos sekitar 300 meter ke dalam wilayah Gaza bagian timur. Pergerakan ini disebut sebagai pelanggaran terbuka terhadap kesepakatan gencatan senjata yang disepakati Israel dan Hamas sejak 10 Oktober lalu.

Terbongkar! Modus Pengungsian Warga Gaza Menuju Indonesia dengan Bayaran Fantastis

Ironisnya, penanda Garis Kuning yang seharusnya jelas justru banyak yang tidak terlihat. Israel memang memasang blok-blok kuning serta sejumlah rambu sebagai batas, namun tidak seluruhnya terpasang dengan baik. Kondisi ini membuat warga kesulitan mengetahui area aman dan area yang telah dianggap zona operasi militer. Banyak yang mengatakan bahwa mereka hidup dalam “ketidakpastian permanen”.

Warga di kawasan Shujayea menggambarkan situasi terbaru ini sebagai “kurungan besar”. Mereka dipaksa bergerak ke wilayah barat kota untuk menghindari tembakan dan pergerakan tank. Banyak yang tak lagi memiliki akses menuju rumah mereka, bahkan untuk mengambil barang-barang penting sekalipun.

Hingga kini, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) belum mengeluarkan pernyataan resmi soal penerobosan garis gencatan senjata. Sementara itu, gelombang kecaman dari berbagai pihak terus bermunculan. Banyak yang menilai bahwa Israel sedang menguji batas kesepakatan sekaligus memperluas kontrol wilayah di tengah kekacauan yang terus berlangsung.

Di sisi lain, warga Gaza juga dibayangi isu lain yang tidak kalah mengkhawatirkan. Muncul laporan mengenai tawaran “jalur evakuasi” keluar negeri, termasuk ke Indonesia, dengan bayaran mencapai Rp23,4 juta per orang. Isu ini menambah kecemasan warga yang sudah harus berhadapan dengan serangan tanpa henti.

Sementara itu, dalam sebuah pertemuan resmi di hadapan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), muncul pernyataan dari kubu Amerika Serikat bahwa kondisi di Gaza “akan segera membaik”. Meski terdengar optimistis, banyak pihak meragukan kemungkinan itu mengingat eskalasi militer Israel selalu meningkat sewaktu-waktu.

Situasi kemanusiaan di Gaza kini berada di titik kritis. Rumah sakit kewalahan, pusat pengungsian penuh, dan bantuan internasional masih tersendat. Di tengah kondisi ini, setiap pelanggaran gencatan senjata membawa dampak besar bagi jutaan warga yang hanya berharap dapat bertahan hidup satu hari lagi.

Konflik ini menunjukkan bahwa perdamaian tampaknya masih jauh dari jangkauan. Selama serangan terus berlangsung dan garis kesepakatan kembali dilanggar, masa depan Gaza tetap diliputi awan gelap. Warga hanya bisa menunggu, berharap ada intervensi nyata yang mampu menghentikan lingkaran kekerasan yang tak kunjung berakhir.