Heboh Isu Kudeta di Filipina, Jenderal Brawner: Militer Tak Akan Gulingkan Presiden
- philiinas
Sejak September lalu, skandal ini telah memicu gelombang demonstrasi di berbagai kota besar. Massa turun ke jalan menuntut transparansi dan meminta pertanggungjawaban pemerintah. Tidak hanya itu, kasus tersebut juga semakin memperburuk citra Presiden Marcos Jr. yang sejak awal menjabat memang kerap dibandingkan dengan era pemerintahan ayahnya, Ferdinand Marcos Sr., yang terkenal otoriter dan dipenuhi kasus pelanggaran HAM.
Bagi banyak pihak, kondisi ini menjadi ujian serius bagi kepemimpinan Marcos Jr. Di satu sisi, ia harus menghadapi protes publik yang terus meluas, sementara di sisi lain ia juga berhadapan dengan tekanan internal dari kalangan elit, termasuk para mantan jenderal yang merasa kecewa dengan arah pemerintahan.
Namun, bagi militer aktif, Brawner menegaskan posisi mereka jelas: tetap berada di jalur profesionalisme dan netralitas. “Kita harus belajar dari masa lalu. Setiap kali militer terlibat dalam pergantian kekuasaan, hasilnya tidak pernah baik bagi bangsa,” ucapnya.
Sikap tegas Brawner mendapat perhatian luas, baik dari dalam negeri maupun dari komunitas internasional. Banyak pengamat menilai pernyataan itu sebagai sinyal penting bahwa militer Filipina berkomitmen menjaga stabilitas negara di tengah guncangan politik. Hal ini juga dipandang dapat meredakan kekhawatiran investor asing yang mencermati situasi politik Filipina dengan hati-hati.
Di sisi lain, tekanan terhadap Presiden Marcos Jr. diperkirakan tidak akan mereda dalam waktu dekat. Skandal korupsi yang menyeret pejabatnya sudah menimbulkan luka mendalam di tengah masyarakat, terlebih karena proyek pengendalian banjir yang mestinya menjadi solusi justru berakhir sebagai ladang praktik penyalahgunaan dana. Akibatnya, masyarakat yang terdampak banjir merasa semakin dikhianati oleh pemerintah.
Gelombang demonstrasi yang terus berlanjut juga menjadi indikator bahwa kepercayaan publik pada pemerintah sedang berada di titik rendah. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin stabilitas sosial akan semakin terguncang.
Meski begitu, peran militer yang memilih tetap netral memberi ruang bagi proses demokrasi untuk berjalan. Dengan menolak ajakan kudeta, militer seakan menegaskan bahwa penyelesaian persoalan politik harus melalui mekanisme konstitusional, bukan melalui intervensi bersenjata. Sikap ini sekaligus memperkuat posisi Filipina di mata dunia sebagai negara yang berupaya menjaga jalur demokrasi, meskipun masih diwarnai tantangan.