Nggak Perlu Rujuk 3 Kali Lagi! Pasien Darurat Bisa Langsung ke RS Tipe A

Nggak Perlu Rujuk 3 Kali Lagi! Pasien Darurat Bisa Langsung ke RS Tipe A
Sumber :
  • BPJS kesehatan

Gadget – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan rencana reformasi besar-besaran terhadap sistem rujukan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis, 13 November 2025, ia menyatakan bahwa mekanisme rujukan berjenjang yang berlaku selama ini tidak hanya memperlambat penanganan pasien gawat darurat, tetapi juga memboroskan anggaran BPJS.

“Harusnya BPJS nggak usah keluar uang tiga kali. Cukup sekali saja, langsung dinaikin ke rumah sakit yang paling atas,” tegas Menkes. “Dari sisi masyarakat juga senang nggak perlu rujuk tiga kali, keburu wafat nanti dia kan.”

Pernyataan ini bukan sekadar kritik, melainkan sinyal kuat akan perubahan mendasar dalam cara Indonesia mengelola akses layanan kesehatan publik. Artikel ini mengupas tuntas alasan di balik wacana ini, mekanisme baru yang diusulkan, dampak bagi masyarakat, serta perubahan pendamping seperti revisi tarif INA-CBG’s.

Mengapa Sistem Rujukan Saat Ini Bermasalah?

Saat ini, peserta BPJS Kesehatan yang membutuhkan layanan spesialis harus melalui tiga tahap rujukan berjenjang:

  • Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)   seperti puskesmas atau klinik
  • Rumah Sakit Tipe C   pelayanan dasar dan spesialis terbatas
  • Rumah Sakit Tipe B, lalu
  • Rumah Sakit Tipe A   rujukan nasional, lengkap dengan subspesialis

Masalahnya? Tidak semua kondisi medis memerlukan proses bertingkat ini.

Menkes memberi contoh nyata:

“Kalau orang kena serangan jantung dan butuh bedah jantung terbuka, dia dari puskesmas masuk dulu ke RS tipe C, di tipe C rujuk lagi ke tipe B, ujungnya ke tipe A. Padahal yang bisa lakukan itu sudah jelas tipe A.” 

Proses ini:

  • Membuang waktu kritis   dalam kasus stroke atau serangan jantung, setiap menit berharga
  • Menguras anggaran   BPJS membayar klaim di tiga fasilitas berbeda untuk satu kasus
  • Membebani pasien   bolak-balik rumah sakit, antre berulang, stres emosional

Sistem Baru: Rujukan Berbasis Kompetensi, Bukan Administrasi

Solusi yang diusulkan Kemenkes sederhana namun revolusioner:

“Rujukan berbasis kompetensi layanan, bukan tingkatan administratif.” 

Artinya, keputusan rujukan akan didasarkan pada kemampuan medis rumah sakit, bukan pada label “tipe A/B/C”. Jika suatu FKTP atau RS tipe C tidak memiliki kapasitas menangani kondisi tertentu (misalnya: onkologi, neurologi, bedah jantung), pasien bisa langsung dirujuk ke fasilitas yang kompeten, meski itu berarti lompat ke RS tipe A.

Menkes menegaskan:

“Lebih baik pasien langsung dikirim ke tempat di mana dia bisa dilayani sesuai anamnesa awalnya.” 

Langkah ini sejalan dengan prinsip kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) dan efisiensi sistem kesehatan universal yang diterapkan di negara maju.

Dampak Positif: Cepat, Tepat, dan Hemat

Perubahan ini diharapkan membawa tiga manfaat utama:

1. Penanganan Darurat Lebih Cepat

Pasien dengan kondisi kritis seperti stroke, serangan jantung, trauma berat, atau kanker stadium lanjut bisa langsung ke pusat layanan unggulan tanpa hambatan birokrasi.

2. Efisiensi Anggaran BPJS

Saat ini, satu pasien bisa memicu tiga klaim terpisah   di FKTP, RS tipe C, dan RS tipe A. Dengan sistem baru, hanya satu klaim yang diajukan ke fasilitas akhir, mengurangi pemborosan hingga 30–40% menurut estimasi internal Kemenkes.

3. Pengalaman Pasien Lebih Baik

Tidak perlu bolak-balik, antre berulang, atau khawatir ditolak di tengah jalan. Akses menjadi lebih manusiawi dan responsif.

Revisi Tarif INA-CBG’s: Pembayaran Lebih Adil & Akurat

Reformasi rujukan tidak berdiri sendiri. Kemenkes juga tengah merevisi sistem tarif INA-CBG’s (Indonesia Case Based Groups), mekanisme pembayaran klaim BPJS berbasis diagnosis.

Saat ini, INA-CBG’s masih mengacu pada sistem Malaysia yang tidak mencerminkan pola penyakit di Indonesia. Akibatnya:

  • Rumah sakit sering merugi karena tarif tidak sesuai biaya riil
  • BPJS merasa terlalu banyak membayar untuk layanan yang seharusnya lebih murah
  • Pasien terpaksa datang berkali-kali karena satu kode CBG tidak mencakup seluruh kebutuhan

Sebagai solusi, Kemenkes bersama organisasi profesi, kolegium, dan asosiasi rumah sakit melakukan penyederhanaan dan penyesuaian. Contoh nyata:

Kategori konsultasi rawat jalan yang sebelumnya hanya 1 jenis, kini dipecah menjadi 159 jenis mencerminkan variasi kompleksitas, durasi, dan kebutuhan medis. 

“Jadi pembayarannya bisa lebih pas, pasien juga dilayani lebih baik, nggak perlu datang dua atau tiga kali untuk hal yang sama,” jelas Menkes.

Tantangan Implementasi: Apa yang Harus Disiapkan?

Meski terdengar ideal, reformasi ini membutuhkan:

  • Sistem informasi terpadu yang memetakan kompetensi setiap rumah sakit
  • Pelatihan tenaga kesehatan di FKTP untuk mengenali kapan rujukan langsung diperlukan
  • Kesepakatan teknis dengan BPJS soal mekanisme klaim baru
  • Pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan (misalnya: over-rujukan ke RS besar)

Kemenkes menegaskan bahwa proses ini sedang digodok bersama stakeholder kunci, termasuk IDI, Persi, dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta.

Respons Publik dan Harapan Masyarakat

Wacana ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan:

  • Asosiasi Pasien Indonesia: “Ini jawaban atas keluhan bertahun-tahun!”
  • Dokter Spesialis: “Akhirnya sistem menghargai urgensi medis, bukan prosedur kaku.”
  • Akademisi Kesehatan: “Langkah ini mendekatkan Indonesia pada prinsip right care, right place, right time.”

Namun, sebagian kecil khawatir sistem baru bisa membebani RS tipe A jika tidak diimbangi dengan pemerataan kompetensi. Menkes menanggapi:

“Kami juga sedang percepat peningkatan kapasitas RS tipe B dan C, agar distribusi beban lebih merata.” 

Kesimpulan: Menuju Sistem Kesehatan yang Lebih Cerdas dan Manusiawi

Rencana Menkes mengubah sistem rujukan BPJS bukan sekadar efisiensi anggaran ia adalah pernyataan filosofis:

Kesehatan adalah hak, bukan prosedur birokrasi. 

Dengan mengganti logika “naik pangkat administratif” menjadi “akses berdasarkan kebutuhan medis”, Indonesia selangkah lebih dekat ke sistem kesehatan yang responsif, efisien, dan berpusat pada pasien.

Jika berhasil diimplementasikan, reformasi ini bisa menjadi landmark sejarah JKN bukan hanya menyelamatkan anggaran, tapi juga menyelamatkan nyawa.

Karena pada akhirnya, dalam gawat darurat, waktu bukan sekadar angka ia adalah nyawa.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget