"Kalau Nggak Kuat Jalan, Mati!" Ancaman Halus Adik PB XIII soal Dualisme Raja Solo
- Wikimedia
Apa Arti "Niteni" dalam Peringatan Benowo?
Kata kunci dalam pernyataan Benowo adalah "niteni" istilah Jawa kuno yang berarti mengamati dengan penuh kesadaran spiritual, bukan sekadar menonton. Dalam konteks keraton, niteni berarti memperhatikan apakah seseorang yang duduk di atas takhta benar-benar memiliki wibawa, waskita, dan wahyu tiga pilar kepemimpinan raja Jawa.
Jika seseorang memaksakan diri tanpa ketiga unsur itu, maka menurut kepercayaan alam akan memberikan balasan: sakit, kehancuran, atau kematian.
Inilah yang dimaksud Benowo dengan:
“Kuat jalan nggak? Nggak kuat pasti sakit, kalau nggak mati.”
Ini bukan ancaman, melainkan peringatan adat yang telah diwariskan selama ratusan tahun.
Kesimpulan: Takhta Bukan Rebutan, Tapi Amanah yang Harus Dipertanggungjawabkan
Dualisme Paku Buwono XIV bukan hanya soal siapa yang lebih tua atau lebih dulu menobatkan diri. Ini adalah ujian bagi integritas adat Jawa dan kemampuan Keraton Surakarta menjaga harmoni dalam transisi kepemimpinan.
KGPH Benowo, dengan sikap tenang namun tegas, mengingatkan bahwa takhta bukan arena kompetisi. Ia adalah amanah sakral yang hanya bisa diemban oleh satu sosok yang dipilih bukan karena ambisi, tapi karena restu, kebijaksanaan, dan kesiapan mengemban beban sejarah.
Hingga kini, masyarakat Jawa dan dunia masih menunggu: siapa yang benar-benar akan duduk di singgasana Kasunanan Surakarta sebagai Paku Buwono XIV yang sah?
Satu hal pasti: menurut adat, alam tidak pernah salah memilih.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |