Lembaga Independen Bongkar Dugaan Korupsi di Pangandaran, Kejagung: Sedang Dikaji

Lembaga Independen Bongkar Dugaan Korupsi di Pangandaran, Kejagung: Sedang Dikaji
Sumber :
  • kejari

Gadget – Kejaksaan Agung (Kejagung) membenarkan telah menerima laporan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, yang mencakup periode kepemimpinan Bupati Jeje Wiradinata (2019–2024). Laporan tersebut diajukan oleh lembaga masyarakat Saung Aspirasi Sararea (Sarasa) Institute pada Selasa, 18 November 2025, dan kini tengah dalam proses kajian oleh tim jaksa pidana khusus (pidsus).

Laporan ini bukan isapan jempol belaka. Ia didasarkan pada studi kajian independen yang diperkuat oleh temuan resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), yang memberikan predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP) kepada Kabupaten Pangandaran selama tiga tahun berturut-turut, yaitu 2022, 2023, dan 2024 sebuah sinyal kuat adanya penyimpangan dalam tata kelola keuangan daerah.

Artikel ini mengupas latar belakang laporan, cakupan dugaan korupsi, kaitannya dengan temuan BPK, respons Kejagung, serta implikasi hukum dan politik yang mungkin muncul dari kasus ini.

Laporan dari Sarasa Institute: Dugaan Korupsi Lintas Sektor

Dalam konferensi pers di Jakarta, Tedi Yusnanda, Direktur Eksekutif Sarasa Institute, menjelaskan bahwa laporan mereka mencakup dugaan penyimpangan di tiga sektor krusial:

  • Tata Kelola Keuangan Daerah
  • Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • Pertanahan

“Temuan kami menunjukkan adanya indikasi kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah,” tegas Tedi. Ia menekankan bahwa laporan ini bukan hasil spekulasi, melainkan analisis mendalam yang selaras dengan temuan BPK RI.

Predikat WDP yang diberikan BPK selama tiga tahun berturut-turut bukan hal sepele. WDP berarti laporan keuangan daerah secara umum wajar, namun mengandung pengecualian signifikan misalnya aset tidak tercatat, belanja tidak sesuai peruntukan, atau proyek fiktif. Dalam konteks hukum, WDP berulang bisa menjadi indikator awal dugaan korupsi, terutama jika tidak ada upaya perbaikan dari pemerintah daerah.

Kaitan dengan Era Kepemimpinan Bupati Jeje Wiradinata

Jeje Wiradinata menjabat sebagai Bupati Pangandaran dari 2019 hingga 2024. Masa kepemimpinannya mencakup masa pemulihan ekonomi pasca-pandemi serta percepatan pembangunan infrastruktur pariwisata salah satu andalan utama Kabupaten Pangandaran.

Namun, justru di masa inilah tiga kali berturut-turut BPK memberikan predikat WDP. Sarasa Institute menduga bahwa pengelolaan anggaran pembangunan, perizinan lingkungan, dan alokasi lahan menjadi titik rawan penyimpangan.

Meski Tedi tidak menyebut nama pejabat secara eksplisit dalam dugaan korupsi, fokus laporan pada periode 2019–2024 secara implisit menyoroti pertanggungjawaban pemerintahan sebelumnya, termasuk kepala daerah dan jajaran terkait.

Respons Resmi Kejaksaan Agung: Masih dalam Tahap Kajian

Menanggapi laporan tersebut, Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, membenarkan bahwa laporan telah diterima dan saat ini sedang dikaji oleh tim jaksa pidana khusus.

“Iya benar, laporan ini sudah masuk ke bidang pidsus dan saat ini masih dikaji oleh tim jaksa penyidik pidsus Kejagung sebelum dilakukan penyelidikan,” ujar Anang.

Tahap kajian awal ini bersifat krusial. Tim pidsus akan menilai:

  • Kelengkapan administrasi laporan
  • Relevansi data dengan unsur pidana korupsi
  • Keterkaitan temuan BPK dengan potensi kerugian negara
  • Cukup atau tidaknya bukti awal untuk membuka penyelidikan formal

Jika ditemukan cukup bukti, Kejagung dapat membuka penyelidikan, yang kemudian bisa berlanjut ke penyidikan dan penuntutan.

Apa Arti Predikat WDP dalam Konteks Hukum Korupsi?

Predikat WDP dari BPK bukan bukti korupsi, tetapi sering menjadi pintu masuk investigasi. Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, penyimpangan yang berulang dan tidak diperbaiki dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi jika terbukti ada niat jahat (mens rea) dan kerugian negara.

Dalam kasus Pangandaran, WDP tiga tahun berturut-turut menunjukkan:

  • Sistem pengendalian internal daerah lemah
  • Tidak ada perbaikan signifikan pasca-rekomendasi BPK
  • Potensi adanya praktik sistematis yang merugikan keuangan negara

Sarasa Institute berharap Kejagung tidak hanya melihat aspek teknis keuangan, tetapi juga dampak sosial-ekologis dari dugaan penyimpangan di sektor lingkungan dan pertanahan misalnya perizinan tambang atau alih fungsi lahan yang merusak ekosistem pesisir Pangandaran.

Peran Masyarakat Sipil dalam Pengawasan Daerah

Laporan Sarasa Institute mencerminkan peran krusial lembaga masyarakat sipil dalam sistem demokrasi. Di tengah keterbatasan kapasitas aparat pengawas, lembaga independen seperti Sarasa menjadi mata dan telinga publik yang mengawal transparansi pemerintahan daerah.

Langkah ini juga sejalan dengan semangat Reformasi Birokrasi dan Good Governance, di mana partisipasi publik bukan hanya diizinkan, tetapi didorong sebagai bagian dari akuntabilitas publik.

Tantangan dan Prospek Penanganan Kasus

Meski laporan telah masuk, jalan menuju proses hukum tidak selalu mulus. Beberapa tantangan potensial antara lain:

  • Kompleksitas kasus lintas sektor
  • Dokumen keuangan dan perizinan yang tersebar di banyak instansi
  • Kemungkinan tekanan politik pasca-pemilu daerah
  • Perluasan investigasi ke pihak swasta atau konsultan

Namun, Kejagung telah menunjukkan komitmen dalam menangani kasus korupsi daerah, seperti dalam kasus Kabupaten Mesuji, OKU Timur, dan Sintang beberapa tahun terakhir. Dengan dukungan temuan BPK yang jelas, kasus Pangandaran berpotensi menjadi precedent penting dalam penanganan korupsi berbasis audit keuangan daerah.

Kesimpulan: Momentum untuk Perbaikan Tata Kelola Pangandaran

Laporan Sarasa Institute bukan hanya soal menuntut pertanggungjawaban, tetapi juga mendorong perbaikan sistemik di Kabupaten Pangandaran. Dengan potensi kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah, masyarakat berhak menuntut kejelasan.

Respons Kejagung yang profesional dan transparan akan menjadi ujian bagi integritas penegakan hukum di level daerah. Jika ditangani serius, kasus ini bisa menjadi katalis untuk reformasi tata kelola keuangan dan lingkungan di Pangandaran daerah yang seharusnya menjadi destinasi wisata berkelanjutan, bukan ladang penyimpangan.

Sementara itu, masyarakat diminta bersabar. Proses hukum harus berjalan sesuai prinsip kehati-hatian, keadilan, dan berbasis bukti. Namun, satu hal pasti: mata publik kini tertuju pada Pangandaran dan Kejagung tahu itu.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget