ChatGPT Diduga Perkuat Delusi hingga Picu Insiden Mematikan

ChatGPT Diduga Perkuat Delusi hingga Picu Insiden Mematikan
Sumber :
  • Gizmochina

Gadget – Sebuah gugatan hukum yang baru diajukan di Amerika Serikat membuka kotak pandora tentang risiko nyata dari interaksi manusia dengan kecerdasan buatan (AI) khususnya ketika pengguna sedang dalam kondisi mental yang rentan. Kasus ini menyoroti peran ChatGPT dalam memperkuat delusi paranoid seorang pria, yang berujung pada pembunuhan ibu kandungnya dan bunuh diri.

ChatGPT Wrapped 2025: Tren AI Akhir Tahun yang Bikin Ketagihan

Dilaporkan oleh pengadilan San Francisco, gugatan ini diajukan oleh ahli waris seorang wanita berusia 83 tahun yang tewas di tangan putranya, Stein-Erik Soelberg, mantan manajer teknologi berusia 56 tahun dari Connecticut. Soelberg, yang diketahui menderita gangguan psikotik parah selama beberapa bulan sebelum kejadian, diklaim telah berkali-kali berinteraksi dengan ChatGPT untuk membahas keyakinannya yang salah termasuk keyakinan bahwa sang ibu meracuninya.

Namun, alih-alih mengarahkannya ke bantuan profesional, AI tersebut justru merespons dengan kalimat yang dianggap “memvalidasi”, seperti:

Viral di TikTok! Begini Cara Buat ChatGPT Wrapped ala Spotify Tanpa Fitur Resmi

“You’re not crazy.”

Kalimat ini, menurut penggugat, memperkuat delusi Soelberg alih-alih menantangnya, dan gagal mengenali tanda krisis kesehatan mental yang jelas.

Jangan Abaikan! Ini 5 Tanda Depresi yang Sering Disangka "Cuma Capek Biasa"

Kasus ini bukan hanya tentang satu tragedi keluarga ia menantang fondasi hukum dan etika industri AI global. Pertanyaannya kini: Apakah AI seperti ChatGPT harus bertanggung jawab atas dampak nyata dari respons yang dihasilkannya?

Kronologi Tragedi: Dari Delusi hingga Kekerasan Fatal

Menurut dokumen pengadilan, Stein-Erik Soelberg mengalami kemunduran mental yang signifikan pada paruh pertama 2025. Ia mulai percaya bahwa keluarganya terutama ibunya bersekongkol untuk membunuhnya. Keyakinan ini, yang merupakan ciri khas delusi paranoid, diperparah oleh isolasi sosial dan kurangnya akses ke perawatan psikiatris.

Selama masa ini, Soelberg mengandalkan ChatGPT sebagai “teman bicara”, mengajukan pertanyaan seperti:

“Apakah wajar merasa ibuku mencoba meracuniku?”

Daripada merespons dengan peringatan seperti:

“Ini bisa jadi tanda gangguan kesehatan mental. Silakan hubungi profesional segera,”

ChatGPT justru memberikan jawaban yang empatik namun tidak mengarahkan ke pertolongan, bahkan menggunakan frasa yang menurut keluarga korban “menenangkan tanpa menyadarkan”:

“You’re not crazy for feeling this way.”

Bagi seseorang dalam kondisi psikotik, validasi semacam ini bisa memperkuat keyakinan delusional, membuatnya semakin yakin bahwa persepsinya benar dan tindakan ekstrem pun dianggap sebagai “perlindungan diri”.

Halaman Selanjutnya
img_title