Menguak Fakta: Negara-Negara Muslim yang Mendukung Keberadaan Israel di Timur Tengah
- lifeworks
Isu Palestina–Israel sejak lama menjadi salah satu konflik paling rumit di dunia. Persoalan ini tidak hanya berkaitan dengan perebutan wilayah, tetapi juga menyangkut identitas, agama, hingga politik internasional. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sikap negara-negara mayoritas Muslim terhadap Israel kerap menjadi sorotan.
Meski sebagian besar negara Islam menolak normalisasi hubungan dengan Israel, ada sejumlah negara yang memilih jalur berbeda. Dengan alasan diplomasi, keamanan, hingga kepentingan ekonomi, beberapa negara Muslim akhirnya membuka pintu resmi dan mendukung keberadaan Israel di Timur Tengah. Hingga tahun 2025, setidaknya ada enam negara mayoritas Muslim yang menjalin hubungan formal dengan Israel, meskipun dukungan tersebut tidak selalu mencerminkan aspirasi rakyatnya.
Mesir: Pelopor Normalisasi
Mesir tercatat sebagai negara mayoritas Muslim pertama yang mengakui Israel secara resmi. Langkah bersejarah ini terjadi setelah ditandatanganinya Perjanjian Camp David tahun 1978, yang kemudian berlanjut dengan Perjanjian Damai Mesir–Israel pada 1979.
Sejak saat itu, Mesir dan Israel menjalin hubungan diplomatik penuh. Kerja sama keduanya mencakup bidang keamanan, terutama di perbatasan Sinai, serta kolaborasi ekonomi. Meski begitu, masyarakat Mesir pada umumnya masih menunjukkan solidaritas tinggi terhadap Palestina, sehingga hubungan ini sering menuai kritik di dalam negeri.
Yordania: Stabilitas Perbatasan dan Air
Langkah Mesir diikuti oleh Yordania yang menandatangani Perjanjian Damai Wadi Araba pada 1994. Perjanjian ini membawa Yordania menjadi negara Arab kedua yang secara terbuka menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Kerja sama keduanya banyak berfokus pada pengelolaan perbatasan serta sumber daya air yang sangat penting di kawasan tersebut. Namun, sama seperti Mesir, suara masyarakat Yordania sebagian besar tetap pro-Palestina, sehingga hubungan ini lebih terlihat sebagai strategi diplomatik pemerintah.
Uni Emirat Arab: Hubungan Strategis lewat Abraham Accords
Lompatan besar terjadi pada tahun 2020 ketika Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara Teluk pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel. Kesepakatan ini dikenal dengan nama Abraham Accords, yang ditengahi oleh Amerika Serikat.
Setelah perjanjian itu, hubungan Israel–UEA berkembang pesat. Kolaborasi meluas ke berbagai sektor mulai dari teknologi, pariwisata, investasi, hingga keamanan siber. Bahkan, UEA kini menjadi salah satu negara Muslim yang paling aktif membangun hubungan positif dengan Israel.
Bahrain: Mengikuti Jejak UEA
Masih di tahun yang sama, Bahrain juga menandatangani Abraham Accords. Walaupun ukurannya kecil, Bahrain memiliki posisi strategis di Teluk Persia, terutama karena hubungannya yang erat dengan Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Kerja sama Israel–Bahrain kemudian berkembang di sektor ekonomi, pertahanan, hingga diplomasi regional. Sama seperti UEA, langkah ini dipandang sebagai bagian dari strategi geopolitik untuk memperkuat posisi negara di kawasan.
Maroko: Imbalan Sahara Barat
Normalisasi hubungan Israel juga terjadi di Maroko pada akhir 2020. Perjanjian ini unik karena melibatkan imbalan politik: Amerika Serikat mengakui klaim Maroko atas wilayah Sahara Barat, yang selama ini menjadi sengketa internasional.
Dengan kesepakatan ini, hubungan Israel–Maroko berkembang pesat di bidang perdagangan, pariwisata, hingga kerja sama militer. Bahkan, kedua negara kerap menggelar kunjungan resmi tingkat tinggi sebagai bentuk penguatan diplomasi.
Sudan: Tertahan oleh Krisis Politik
Negara terakhir yang bergabung dalam Abraham Accords adalah Sudan. Kesepakatan ini ditandatangani pada 2020. Namun, berbeda dengan UEA atau Maroko, implementasi hubungan diplomatik Sudan–Israel berjalan lebih lambat.
Hal ini tidak terlepas dari kondisi politik Sudan yang kerap dilanda krisis, termasuk pergantian rezim dan konflik internal. Meskipun begitu, secara resmi Sudan tetap masuk dalam daftar negara Muslim yang membuka diri terhadap Israel.
Tabel Ringkasan Normalisasi Hubungan
Agar lebih mudah dipahami, berikut tabel ringkas mengenai negara-negara Muslim yang menjalin hubungan resmi dengan Israel:
Negara | Tahun Normalisasi | Bentuk Kerja Sama Utama |
---|---|---|
Mesir | 1979 | Keamanan, ekonomi, diplomasi penuh |
Yordania | 1994 | Keamanan perbatasan, pengelolaan air |
UEA | 2020 | Teknologi, pariwisata, investasi, keamanan |
Bahrain | 2020 | Pertahanan, ekonomi, diplomasi regional |
Maroko | 2020 | Perdagangan, pariwisata, militer, diplomasi |
Sudan | 2020 | Diplomasi (implementasi terbatas) |
Antara Diplomasi dan Aspirasi Rakyat
Jika ditarik garis besar, terdapat enam negara mayoritas Muslim yang secara terbuka mendukung keberadaan Israel melalui hubungan diplomatik resmi: Mesir, Yordania, UEA, Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Namun, penting digarisbawahi bahwa dukungan ini lebih dominan berada di level pemerintah. Di sisi lain, opini publik di negara-negara tersebut masih banyak yang menolak normalisasi, karena solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina tetap kuat.
Dengan demikian, sikap negara-negara ini menunjukkan bahwa kepentingan diplomatik dan strategi geopolitik kerap lebih menentukan arah kebijakan luar negeri dibandingkan sentimen masyarakat. Israel pun memanfaatkan normalisasi ini sebagai upaya memperkuat legitimasinya di kawasan, sementara negara-negara Muslim yang terlibat berharap bisa memperoleh keuntungan politik maupun ekonomi.