Dibalik Operasi Militer Israel di Gaza: Korban, Tuduhan, dan Peringatan Dunia!
- Wikimedia
Gadget – Pada hari Kamis (21/8/2025), militer Israel mengumumkan dimulainya fase awal operasi darat untuk merebut Kota Gaza, basis perkotaan terbesar Hamas. Langkah ini diambil di tengah upaya mediator internasional yang sedang berlangsung untuk mendorong gencatan senjata setelah hampir dua tahun konflik berkepanjangan.
"Kami telah memulai operasi pendahuluan dan tahap pertama serangan ke Gaza City. Saat ini pasukan IDF [Pasukan Pertahanan Israel] sudah menguasai pinggiran kota," ujar Juru Bicara Militer Israel, Brigadir Jenderal Effie Defrin, seperti dilansir dari India Today.
Operasi ini mendapat kecaman keras dari komunitas internasional karena dianggap melemahkan proses negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung.
1. Israel Kerahkan Puluhan Ribu Pasukan Cadangan
Langkah militer Israel disertai dengan pemanggilan puluhan ribu pasukan cadangan, menunjukkan tekad kuat untuk melanjutkan operasi meskipun mendapat kritik dari berbagai pihak. Menurut Brigadir Jenderal Defrin, kekuatan Hamas semakin melemah akibat serangan sebelumnya.
"Hamas kini adalah pasukan gerilya yang babak belur. Kami akan memperdalam serangan terhadap Hamas di Gaza City yang merupakan pusat pemerintahan dan militer kelompok teroris itu," lanjut Defrin.
Awalnya, rencana penyerahan pasukan cadangan baru dijadwalkan pada bulan September untuk memberi waktu bagi upaya mediasi. Namun, bentrokan antara pasukan Israel dan pejuang Hamas di Gaza memaksa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempercepat jadwal operasi penuh guna merebut basis Hamas.
2. Hamas Tuduh Netanyahu Halangi Perdamaian
Hamas menuduh Benjamin Netanyahu sebagai penghalang utama dalam pencapaian kesepakatan damai. Dalam pernyataan resmi di platform Telegram, Hamas menyebut sikap Netanyahu yang mengabaikan proposal mediator membuktikan bahwa dia adalah penghalang nyata dari setiap perjanjian perdamaian.
Sebelumnya, mediator internasional melaporkan bahwa Hamas telah menerima usulan gencatan senjata selama 60 hari, termasuk pembebasan sebagian sandera Israel dengan imbalan pelepasan tahanan Palestina. Namun, pemerintah Israel bersikeras agar semua 50 sandera yang tersisa dibebaskan secara simultan. Menurut pejabat Israel, hanya sekitar 20 di antaranya yang diyakini masih hidup.
Konflik ini bermula pada 7 Oktober 2023, ketika militan Hamas melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah selatan Israel, menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera 251 warga Israel. Sejak itu, Israel mengklaim telah menguasai sekitar 75 persen Jalur Gaza.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 62 ribu warga Palestina telah tewas dalam konflik tersebut, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
3. Proyek Permukiman Baru Picu Ketegangan
Situasi menjadi semakin tegang setelah Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, dari partai sayap kanan dalam koalisi Netanyahu, mengumumkan persetujuan akhir proyek permukiman baru di Tepi Barat. Keputusan ini mendapat kritik luas dari dunia internasional karena dianggap mengubur harapan terbentuknya negara Palestina.
Beberapa pemimpin dunia menyerukan Israel untuk tidak meluncurkan serangan penuh ke Gaza City karena risiko besar korban sipil. Meski begitu, pejabat Israel menyatakan bahwa jalur aman bagi warga sipil akan dibuka sebelum operasi diperluas ke pusat kota.
Kesimpulan:
Operasi darat Israel di Gaza menunjukkan eskalasi signifikan dalam konflik yang telah berlangsung hampir dua tahun. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran global atas risiko korban sipil yang lebih besar serta keruntuhan upaya mediasi. Dunia internasional kini mempertanyakan langkah apa yang dapat dilakukan untuk menghentikan spiral kekerasan dan membuka jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan.
Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
---|---|
@gadgetvivacoid | |
Gadget VIVA.co.id | |
X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
Google News | Gadget |